Bab 08 . Leo

3.2K 155 2
                                    

Leo POV

" Leo hanya mengambar Bunda? Ayah Leo mana ? " tanyaBu guru saat beliau melihat gambar yang sedang ku gambar.

Aku menghentikan gambarku lalu memandang Bu Guru " Ayah Leo sedang bekerja diluar negeri Bu Guru. Butuh uang banyak untuk ongkos pulang " ucapku. Entah kenapa aku bisa mengarang cerita itu.

Bu Guru nampak tersenyum kearahku " Begitu ya, semoga uang Ayah Leo segera terkumpul ya. sehingga bisa cepat pulang dan bertemu Leo "

Aku hanya mengangguk, dan kembali melanjutkan gambarku. Namun ucapan salah satu temanku membuatku sedih dan marah.

" Wah gambar Leo tidak ada Ayahnya. Leo gak punya Ayah. Leo gak punya Ayah " ledek Tobi

" Mana...Mana ? " anak-anak yang lain pada berebut untuk melihat gambarku.

" Wah..iya Leo gak punya Ayah,"

Beberapa anak-anak yang lain saling bersahutan meledekku.

" Anak-anak tenang ya. tidak boleh bicara seperti itu, kalau tidak menurut nanti Bu Guru hukum " ucpa Bu guru.

Namun beberapa anak yang lain seperti Tobi dan Yuda masih meledekku.

" Siapa bilang aku gak punya Ayah. Aku punya hanya saja Ayah sedang bekerja ditempat yang jauh. Dan kalian tidak cukup bagus untuk bertemu dengan Ayahku " teriakku marah.

" Hhahahahha " mereka semua mentertawakanku.

Aku berlari keluar kelas sambil meremas gambarku yang nampak lusuh. Aku bersembunyi didalam ruang kelas lain yang kebetulan kosong dan menangis.

Hal itu terjadi hingga berhari-hari lamanya mereka meledekku. Namun aku tidak meladeni mereka. sebab jika aku meladeni mereka, mereka akan semakin senang.

Namun hari ini mereka sudah sangat keterlaluan. Tobi dan Yuda merusak alat tulisku. Aku marah kepada mereka berdua dan membalas mematahkan pencil mereka.

Mereka mengadu kepada Bu Guru, kami bertiga dipanggil oleh Bu guru dan dinasehati. Aku senang karena Bu guru tahu aku tidak bersalah dan menghukum mereka berdua karena memulai perkelahian. Namun tindakanku tetap tidak dibenarkan.

Tadinya Bu Guru berniat untuk memanggil Bunda untuk datang kesekolah, namun aku memohon kepada Bu guru untuk memanggil Mbak Sari saja. Aku tidak ingin Bunda sedih dan kecewa padaku.

" Mbak Sari , boleh gak Leo tanya sesuatu sama Mbak Sari ? " tanyaku dalam perjalanan pulang kerumah.

" Abang mau tanya Apa ? "

Aku melirik Mbak Sari dan sedikit menunduk, aku sedikit ragu untuk bertanya, namun aku penasaran. Jadi aku memutuskan untuk bertanya saja.

" Sebenernya Leo punya Ayah gak sih Mbak ? " tanyaku melirik takut kerah Mbak Sari.

Mbak Sari tiba-tiba berhenti lalu menatapku dengan tatapan iba. Tatapan yang paling tidak aku sukai.

" Kalau Abang penasaran kenapa Abang tidak bertanya kepada Bunda. Mbak Sari tidak punya untuk menjawab sayang " ucap Mbak Sari dengan tatapan penuh permohonan maaf.

Aku terdiam, ucapan Mbak Sari tidak salah " Lupakan saja Mbak, anggap Leo tidak pernah bertanya ya. Leo tidak mau bikin bunda sedih " ucapku sambil berjalan menundukkan kepala.

Aku bisa merasakan Mbak Sari mengelus kepalaku dengan lembut. Selain Bunda Mbak Sari adalah seseorang yang selalu menemaniku saat ini.

Pulang sekolah aku mengerjakan tugasku seperti biasa. Namun tiba-tiba mataku sedikit berkunang-kunang. Selesai minum obat aku langsung merebahkan tubuhku.

Semburat Lembayung Di Ujung SenjaWhere stories live. Discover now