Bab 18 . Permintaan Maaf

3.8K 174 2
                                    

Arini kembali kekantor setelah mengantarkan Leo kerumah. Leo menolak saat Arini berniat mengajaknya ke penitipan anak dikantornya. Arini bahkan sampai merayu Leo agar anak itu mau ikut dengannya. Namun Leo menolak dengan tegas. Anak itu bahkan memberitahunya agar tidak cemas meninggalkan Leo sendirian dirumah.

Dengan berat hati Arini akhirnya menuruti keinginan Leo dengan cacatan Leo akan mengangkat telponnya setiap satu jam sekali smapai Arini pulang dari kantor. Leo menyanggupi permintaan Arini sehingga Arini meninggalkan Leo dirumah karena bagaimanapun dia harus secepatnya kembali kekantor.

" Dari jemput Leo ya Mbak. Tadi aku cariin Mbak Arini " ucap Wika saat Arini baru saja mendaratkan pantatnya di kursinya.

" Kenapa Wika ? " tanya Arini

" Ini, ada laporan yang harus ditandatangi sama Mbak, " ucap Wika lalu menyerahkan map yang dibawanya kepada Arini.

Selagi Arini memeriksa dokumennya, Wika melihat cangkir kopi dimeja Arini.

" Tumben banget Mbak ngopi diruangan. Biasa juga di pantri atau cafe bawah " tanya Wika

Arini menghentikan kegiatannya sebentar " Loh.. bukannya kamu yang bikinin kopi buat aku ? " tanya Arini sedikit bingung.

Namun gelengan kepala Wika semakin menambah kebingungan Arini,

" Kalau bukan kamu trus siapa dong " tanya Arini

" Yang lain mungkin Mbak, biasa kan Mas Tio yang doyan kopi, mungkin dia sekalian bikinin buat Mbak " ucap Wika.

" Betul juga, sepertinya memang Tio " ucap Arini mencoba menyakinkan dirinya, meskipun sebetulnya dirinya sendiri tidak terlalu yakin jika itu adalah Tio.

Arini menyerahkan dokument yang sudah ditanda tanginya kepada Wika. Setelah Wika keluar ruangannya Arini kembali melanjutkan pekerjaannya.

Rasa kantuk menyerang Arini sore ini, wanita itu melirik jam dipergelangan tangannya. Arini berdiri dari kursinya dan berjalan menuju pantri, sepertinya dia membutuhkan kopi lagi.

Arini berjinjit mencoba meraih cankir diatas lemari dengan sedikit kesusahan. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang meraih cangkir, seseorang yang berdiri tepat dibelakang.

Tubuh Arini membeku seketika, aroma parfum yang sudah sangat Arini hafal membuatnya tahu siapa sosok itu.

Arini berbalik dan berniat menyingkir dari tempat itu, namun tangannya dicekal oleh Ganendra.

" Bisa bicara sebentar saja Rin? " ucap Ganendra dengan nada memelas.

" Tantang pekerjaan atau pribadi? " tanya Arini dingin yang membuat Ganendra hanya diam terpaku.

" Kalau tidak ada yang dibicarakan, saya permisi. Dan tolong lepaskan tangan saya " Arini berusaha melepaskan cekalan tangannya.

" Aku hanya butuh waktu lima belas menit saja Rin, setelah itu aku akan melepaskan tanganmu " ucap Ganendra tanpa mau melepaskan cekalannya.

" Baiklah, tapi tolong lepaskan tanganku. Aku tidak akan pergi. "

Melihat sorot kesungguhan dimata Arini membuat Ganendra meelepaskan cekalannya dengan perlahan.

" Aku hanya ingin minta maaf atas semuanya Rin, aku tahu dulu aku begitu brengsek. Aku menyakitimu dengan berselingkuh dengan Sinta "

Arini sedikit muak saat mendengar Perempuan itu, " Bukan menyakiti tapi menghancurkan hidupku " ucpa Arini sinis.

" Saat itu aku hanya dibutakan oleh obsesiku kepada Sinta. Aku tidak benar-benar mencintai dia. Aku hanya merasa marah karena penolakan keluargaku. Sehingga aku tidak benar-benar tahu siapa yang aku inginkan sesungguhnya . Aku baru sadar setelah perceraian kita, orang yang aku cintai itu..." belum sempat Ganendra melanjutkan ucapannya, Arini mengangkat tangannya menghentikan ucapan Ganendra.

Semburat Lembayung Di Ujung SenjaWhere stories live. Discover now