Bab 32 . Peringatan Irene

2.1K 132 4
                                    

Arini sedang bersiap-siap pulang saat Wika masuk kedalam ruangannya. Arini menoleh sesaat dan tersenyum kearah gadis itu yang dibalas gadis tu dengan tak kalah manisnya.

" Mbak Arini sudah mau pulang ya? " tanya Wika.

Arini mengangguk pelan " Kenapa ? kamu ada perlu sama Mbak ? " tanya Arini kembali duduk diskursinya, meletakkan tas jinjing diatas mejanya.

" Iya, Rencana Saya dan anak-anak yang lain mau makan-makan dulu di cafe langganan kita " ucap Wika,

Arini melirik jam dipergelangan tangannya, masih cukup waktu untuk ikut berkumpul dengan para sahabatnya sebentar.

" Baiklah, tapi gak bisa lama. Jam tujuh Mbak harus sudah pulang " ucap Arini mengiyakan ajakan Wika dan lainnya.

" Yeeeyy.... gk papa walaupun bica sebentar. Yang penting kita ngumpul. Wika bilang yang lain dulu ya untuk bersiap-siap. " ucap Wika lalu pamit keluar ruangan dengan berlari kecil.

Arini meraih tas jinjingnya kemudian keluar mengikuti Wika, menuju dimana para sahabatnya sudah menunggu.

Arini mengendarai mobilnya mengikuti mobil Tio. Para priamenumpang mobil Tio dan para wanita satu mobil dengannya.

" Kita makan ditempat biasakan ? " tanya Arini?

" Sepertinya gak Jadi. Tadi anak-anak yang lain setuju kita makan di Restoran Garis Pantai. " ucap Devika

" Katanya disana lagi ada promo untuk rame-rame. Kebetulan sudah lama aku pengen nyobain makan disana " sambung Devika membuat Arini terdiam, itu adalah Restoran milik Andrew.

Mengingat Andrew membuat perasaan Arini sedikit tidak nyaman. Akhir-akhir ini Arini memang sedikit menghindari pria itu untuk beberapa alasan. salah satunya adalah perasaan bersalah Arini yang tidak kunjung menerima perasaan pria baik itu. Pria itu adalah pria yang baik, diluar keluarganya yang tidak merestui hubungan mereka, Andrew adalah sosok Ayah yang baik untuk Leo.

Arini hanya bisa mendesah pasrah saat sahabatnya ingin makan disana. dalam hati wanita itu berdoa semoga tidak bertemu dengan Andrew atau salah satu dari keluarga Andrew.

Arini memarkirkan mobilnya diparkiran depan restoran dan mengikuti sahabatnya dari belakang setelah memastikan mobilnya terkunci aman. Arini memilih duduk didekat Aji.

" Wah... pantas saja restoran ini selalu ramain, selain katanya makanan enak, suasana restoran ini juga sangat nyaman " ucap Sholeh.

" Sebaik nya kita pesan dulu, keburu laper nih " ucap Tio sambil memanggil seorang pelayan untuk mencatat pesanan mereka. sembari menunggu pesanan mereka datang, mereka mengobrol membicara tentang pekerjaan bahkan membahas soal Ganendra dan Leo.

Arini hanya menjawab seperlunya saja sambil memakan makanan yang baru saja tersaji dimeja mereka. selesai makan Arini pamit untuk ke toilet sebentar. Namun sayangnya disana dia bertemu denga Irene, gadis yang dijodohkan dengan Andrew.

" Wah, sepertinya ini untuk yang kesekian kalinya kita bertemu. Kamu apa kabar? " ucap Irene ramah.

" Benarkah, maaf aku tidak terlalu ingat." Ucap Arini namun tetap fokus mencuci tangannya diwastafel.

" Andrew bercerita banyak tentangmu. Katanya kamu adalah sahabat baiknya " ucap Irene ramah, namun terdengar sinis ditelinga Arini.

" Oh ya, baguslah kalau dia bercerita hal baik tentangku " ucap Arini.mengelap tangannya dengan tissue.

" Keluarga kami sepakat akan meneruskan pertunangan kami. Aku tahu kamu dan anakmu dekat dengannya. Namun setelah pertunangan kami, aku harap kamu bisa menjaga batasanmu. Tolong jauhi Andrew. Aku tidak ingin dia merasa terbenani dengan hubungan kalian bertiga. " ucap Irene dengan wajah tersenyum namun penuh dengan keculasan.

Arini berbalik dan menatap Irene dengan datar. Wanita itu tersenyum miring.

" Selamat untuk rencana pertunangan kalian, tapi kamu salah kalau memintaku untuk menjauhi Andrew. Kami memang berteman dekat, namun hubungan kami, aku yakin kamu belum membicarakan hal ini dengan Andrew. Benarkan ? " ucapan Arini membuat senyum ramah diwajah Irene perlahan menghilang.

Irene menatap Arini dengan tajam " Andrew akan menuruti semua keinganan keluarga kami. dan kami saat ini pun sudah jauh lebih dekat. Dan aku yakin dia tidak akan keberatan dengan ini semua " ucap Irene dengan sinis.

Arini berdecih lirih, wajah asli gadis itu akhirnya terkuak dengan sendirinya. Arini bukanlah wanita lemah yang bisa ditekan oleh gadis manja seperti Irene.

" Tsk.... kalau begitu lakukan semau mu. Dan jangan campuri urusanku, jika tidak aku tidak akan membiarkan kamu merendahkanku. Aku akan membuat Andrew tahu wajah aslimu " peringat Arini membuat wajah Irene memerah karena malu dan emosi.

Arini keluar dari toilet wanita dengan perasaan jengkel. Moodnya sudah hancur berantakan karenanya. Arini kembali ke mejanya dengan wajar datar dan dingin.

Semua sahabat Arini hanya menatap wanita itu keheranan. Mereka hanya bisa menebak alasan wajah dingin Arini yang terlihat setelah wanita itu kembali dari toilet.

" Kenapa sih, balik dari toilet malah dengan wajah sepet begitu ? " tanya Tio

Arini hanya menggeleng malas.

" Ada yang gangguin kamu? Siapa orangnya, bilang sama kita mbak. Kita lawan dia rame-rame. Berani nya dia menganggu Mbak kesayanganku " ucap Wika mampu membuat Arini tersenyum sangat tipis.

" Tidak ada, " ucap Arini kemudian melirik jam " sudah hampir jam tujuh, aku duluan ya. kasian Leo menunggu terlalu lama"

" Kalian ada yang mau bareng aku sekalian gak "

" Aku gak deh, gak tahu kalau yang lain " ucap Wika. Devika, Sholeh dan Aji serempak menggelengkan kepalanya.

" Baiklah, nanti biar aku yang Anterin Devika sama Wika sampai rumah " ucap Tio.

" Hati-hati dijalan ya Rin " pesan Devika.

Arini hanya mengangguk kemudian pamit undur diri. Arini masuk kedalam mobilnya, kemudian menjalankannya dengan kecepatan sedang.

Mobil Arini berhenti karena lampu merah. Sambil menunggu lampu berubah menjadi hijau, Arini mrenoah lesamping mengamati suasana kepadatan kota B.

Arini mennyadarkan punggungnya dikursi. Teringat kembali pertemuan tak snegajanya dengan Irene tadi. Perbincangan dengan wanita itu berhasil membuat suasana hati Arini buruk. Meskipun tadi dia bisa menampilkan dirinya penuh dengan ketenangan. Namun tidak dipungkiri membuat mood Arini buruk.

Bukan karena dia cemburu dengan Andrew dan Irene. Namun lebih merasa terganggu dengan mereka. padahal dia tidak ada hubungan apapun dengan Andrew. Arini tidak suka kehidupan pribadinya terusik.

Tiba-tiba wajah Ganendra melintas begitu saja dibenaknya. Arini bahkan sampai terkejut dengan sendirinya. Sudah dua bulan dirinya tidak bertemu dengan pria itu.

Selama ini dirinya maupun Leo hanya berkomunikasi dengan Ganendra lewat telpon saja. Entah itu telepon biasa maupun Video Call. Meskipun hampir setiap hari pria itu menelponnya, namun yang dicarinya adalah Leo. karena biasanya Leo sudah memegang telponnya terlebih dahulu. Bocah itu sangat hapal jam berpada sang Ayah akan menghubunginya.

Jarang sekali Arini bisa mengobrol berdua dengan Ganendra. Leo lah yang selalu menguasai telponnya.

Suara klasok yang memekakkan telinga membuat Arini cepat-cepat menegangkkan kembali punggungnya. Dan kembali menjalankan mobilnya dengan perlahan.

" Bisa-bisanya aku malah memikirkan pria tukang sleingkuh itu " dumel Arini.

Arini mengelengkan kepala terus-terusan. Mencoba mengusir bayangan Ganendra dari pikirannya.

" Sebaiknya aku kembali fokus menyetir. Agar cepat sampai kerumah " ucap Arini.

Arini menambah kecepatan mobilya agar cepat sampai rumah dan segera bertemu dengan Leo.

***


Semburat Lembayung Di Ujung SenjaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora