24. Don't Leave Me

8.8K 920 76
                                    

Voment ya anak baik🫶
Wajib udah follow
sebelum baca🙏🏻

Happy Reading ✨



"Udah siap semua kan? Kalian sudah melakukan yang terbaik sampai dititik ini, sekarang jangan gugup dan lepaskan semua hasil kerja keras kalian. Lepaskan semua bakat dan kemampuan kalian di atas panggung itu. Jangan pikirkan soal pemenang, pikirkan soal kalian bisa membuktikan jika seni itu dapat membebaskan jiwa setiap insan."

"Baik, Pak."

Serempak mereka menjawab dengan tegas penuh keyakinan. Guru pembina tersenyum bangga melihatnya.

Posisi mereka saat ini ada di backstage proscenium teater, tengah menanti aplusan tiba.

Neil dengan kostum bak Halmet terbungkus sempurna di tubuhnya. Ia ngambil oksigen dalam, dan mengeluarkannya perlahan.

Pening yang ia rasakan saat ini, pandangannya mulai tak fokus dan memburam. Badannya sedikit mengigil namun dirinya terus mengeluarkan peluh.

Ia menggeleng brutal dan menampar kedua pipinya kencang.

"Neil! Kamu ngapain?!"
Pekik Ghava menahan pergelangan tangan Neil.

"Ga tau kenapa, masa gua nervous sih? Orang waktu pertama kali ikut lomba aja gua pargoy di panggung. Tapi sekarang gue ga enak aja perasaan."

"Kamu kayaknya dari kemari udah sakit, wajahmu merah. Apa sebaiknya diganti-...."

"Gak! Pokoknya gua mau nuntasin ini drama, kagak ada yang namanya peran pengganti!"

Neil meyakinkan kekasih dari sahabatnya itu, bahwa dirinya kuat dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tirai merah proscenium perlahan ditarik ke atas, menampilkan berbagai macam objek yang ada di dalamnya.

Neil memejamkan netranya dan kembali mengatur pernafasan. Dia harus kuat, agar seluruh usahanya tak sia-sia hanya karena kondisinya yang tak prima saat ini.

Opening drama dimulai, para penonton terlihat duduk rapi di depan sana. Neil melihat para ketiga sahabat serta Abangnya sedang menaikan kepalan tangan memberikan semangat dari tengah kursi penonton.

Ia juga melihat Erlan duduk paling depan tepat di hadapan podium, tak henti-hentinya memberikan senyuman menenangkan itu.

Neil ikut tersenyum dan mulai melaksanakan tugasnya. Ia melafalkan dialog serta pergerakan karakter sesuai naskah. Lalu saat dirinya menyerongkan tubuh ke arah samping kanan panggung...

Sedikit jauh dari arah bangku penonton posisi arah jam 2, jalan menuju backstage, terlihat siluet pemuda dengan postur badan besar yang tak asing menurutnya.

Lafran ada di ruangan ini? Bagaimana bisa? Ia bahkan tak berhayal sama sekali orang itu akan datang menontonnya.

Namun, jika dilihat seksama, sepertinya ia hanya membantu temannya yang dari anggota osis itu saja. Terlihat jika beliau tengah menganggkat berbagai macam properti.

Yah, Neil memang tak berekspetasi lebih. Tapi tetap saja rasa kecewa tak bisa dihiraukan.

Dirinya kembali fokus masuk ke dalam karakter. Dan melanjutkan jalan cerita.
.
.
.

"Harus banget gue bantu lo?" Tanya Lafran pada Rengga yang tengah sibuk mondar-mandir itu.

"Iya lah, dari pada lo gabut di hotel. Mending lo jagain aja ini nasi bungkus, nanti bagiin ke tim properti. Sambil nunggu, liat drama dari sekolah kita aja noh udah mulai. Dah gue ke backstage dulu."

Lafran menoleh memberikan atensinya pada pergelaran di atas panggung.

Ia menatap lekat seseorang yang hanya satu-satunya dirinya kenali di atas sana, anak itu tengah memperagakan layaknya seorang aktor lakon profesional.

Netra hazel itu pun menangkap manik amber yang menatapnya.

Neil menarik sudut bibirnya senang, zat dopamin dalam dirinya menaik, rasa sakit, lelah, gugup yang mengganggunya sekejap sirna, hanya dengan kehadirannya saja dapat memberi energi disetiap denyut nadinya.

Putaran adegan Ophelia hendak pergi dari pangeran Hamlet dimulai.

"Lepaskan aku! Semuanya sudah jelas! Kau telah membunuh Ayahku, Pangeran Hamlet!"

"Dengarkan aku Ophelia!"

Neil sebagai Hamlet menggenggam tangan Ghava sebagai Ophelia.

Suasana mulai menyentuh, lantunan latar musik yang mengundang romansa mulai dimainkan. Penonton terlarut fokus pada scene nan terkandung bumbu romantisme ini.

Neil benar-benar sempurna memerankan seorang Hamlet.

Spotlight menyorot tepat pada sang pangeran.

Hingga dialog penantian diucapkan.

"Kau lah cinta sejatiku... Jangan tinggalkan aku, Ophelia!"

Suara tegas penuh penghayatan berasal dari sang pangeran menggema dalam ruangan itu.

Penggalan kalimat tersebut seharusnya ditujukan pada pemeran Ophelia.

Namun kedua manik hazel lengkap dengan binaran cahaya di dalamnya, malah menatap lurus ke arah sosok yang ia inginkan selalu ada bersamanya.

"Kau lah cinta sejatiku... Jangan tinggalkan aku..."

Dalam naskah, kalimat itu seharusnya hanya diucapkan satu kali.

Akan tetapi Neil mengulangnya kembali, bahkan tanpa embel-embel nama 'Ophelia' seraya setia menatap lekat Lafran yang berada di kegelapan sudut ruangan.

Seakan penggalan kalimat yang hanya berasal dari naskah itu, ditujukan khusus dengan maksud yang sama seperti arti yang terkandung di dalamnya, pada sosok yang ia tatap saat ini.

Para penonton terpukau dan terbawa suasana detik itu juga.

Tak terkecuali Erlan, yang sedari awal cerita tidak memutus pandangan dari si kelinci putihnya.

SEBAGIAN PART DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN


26 Mei 2023


Dom Omega Gesrek (END) ☑️Where stories live. Discover now