4. Bareng Papa dan Om Doni

3.9K 445 30
                                    

Note : Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment. Enjoy and Happy Reading.
.
.
.

“PAPA!”

Harsa berteriak dari ujung tangga pada sosok Joni yang kini menikmati secangkir kopi panas.

“Why son?” Joni menyahuti tanpa menoleh, merasa tahu sebab anak bungsu nya berteriak seperti itu.

“Abang Hen, sama Renren mana?!” Harsa bertanya sembari berlari turun tangga, menyebabkan sedikit bunyi berisik, hingga Joni menoleh dan mendapati anak nya sudah ada tepat di hadapannya.

“Jangan lari sayang, kalo Arsa jatuh gimana hm?”

“Jatuh ya sakit Pa, ish Bang Mahen sama Renren mana Papaaaaa, kenapa nda adaa?”

Joni menghelas nafas lelah, tak dapat lagi mengelak dari kejaran pertanyaan Harsa.

“Janji dulu gak boleh nangis?” Joni menyodorkan jari kelingkingnya.

Harsa cemberut dan menggeleng, “Nda mau!”

“Kalo gitu janji nggak marah? Nggak ngambek?” Joni masih berusaha menego, namun Harsa tetap mengeleng, “Ndak mau juga”

Son, Harsa udah gede loh, masa masih cenggeng?”

“Iya, Arsa udah gede, kalo gitu Arsa mau main!” sahut Harsa cepat dengan muka seram. Joni tersenyum manis dan berkata, “Iya boleh, tunggu Abang pulang tapi”

“No, no”

“Tunggu Renan deh”

“Eum-eum-eum, no!”

“Sama Jiko deh”

“Nda mau”

“Sama Bang Jevan ya?” Harsa tetap menolak.

“Navan deh? Atau Naila?” Harsa tetap menggeleng.

“Kalo gitu sama Ciko, atau gak usah sama sekali” Joni menawar, tapi Harsa tetap menolak.

“Arsa udah gede kan, Papa sendiri yang bilang, anak gede itu boleh keluar main sendiri Papa” ucap Harsa. Kalau beginimah, salah Joni sendiri.

“Arsa itu masih baby buat Papa, sayang.”

“Berati Arsa boleh nangis!” Harsa menjawab dengan mata yang sudah berkaca-kaca, walau tengil, usil, bijak, dan cerdas, Harsa itu anak yang sensitif jika berdekatan dengan sang Papa.

“Ish, don't cry baby, nanti kalo Arsa sesek gimana?” Joni mendekat dan menggendong anak nya yang kini sudah tujuh belas tahun, yah, walau tinggi badannya hanya sebatas pundaknya saja.

“Bang Mahen sama Renren mana Papa?” Harsa bertanya dengan isakan kecil, mau tak mau Joni harus menjawab jujur.

“Abang anterin Renan ke toko atk sayang, Renan butuh alat lukis,”

“Renren mau lukis dimana Papa?” Harsa bertanya dengan mata bulatnya yang menajam, takut bila Joni memperbolehkan Renan mengikuti ekstrakurikuler lukis di sekolahnya, hei, itu melanggar peraturan!

Sesuai perjanjian mereka, Harsa dan Renan tidak boleh mengikuti ekstrakurikuler pada tingkat kelas dua belas ini, mereka harus fokus pada pelajaran agar dapat memasuki universitas yang sama seperti Mahen.

Ya, walau alasan sebenarnya karena ke-posesifan bapak satu ini.

“Lukis di rumah saja sayang” Joni menjawab kalem, lalu Harsa menumpukan kepalanya pada pundak Joni.

CEMARA PUNYA ASAWhere stories live. Discover now