34. Ouver Protektip Cekali Cih!

2.6K 305 28
                                    

Note : Cerita ini menggandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca.
Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment.

.
.
.

Enjoy and Happy Reading

___

Hari telah banyak berlalu setelah Mahen mengalami mimpi buruk akibat putus cinta itu, namun Mahen masih dalam mode posesif nan protektif pada kedua adiknya, mengalahkan ke-posesif-an bapak Joni sendiri wahai saudara-saudara.

“Renan nggak!” Mahen menggambil sebuah permen coklat yang sudah Renan dapatkan susah payah dari Harsa.

“Abang, balikin! Gue cuma di kasih satu sama adek!” Renan mencoba meraih satu-satunya coklat yang Harsa berikan pada dirinya, adik nya yang paling lucu itu bukan orang yang pelit sebenarnya, kecuali pada beberapa hal, termasuk coklat dan yupi.

“Nggak, nggak. Lo bisa batuk, radang, terus bisa juga lo keracunan Ren! Gimana kalo coklatnya gak higenis? Atau ternyata tangan Lo kotor? Lo mau sakit?” Mahen mengomeli Renan, membuat adik pertamanya itu jengah sendiri.

“Arsa tuh, mam lebih banyak tau! Gue cuma bisa dapet satu bang” rengek Renan, mulai kesal pada ke-protektif-an sang sulung.

Mahen mendelik, baru sadar jika Harsa tak disini, dan baru sadar tentang ‘banyaknya coklat’ yang akan Harsa makan, oh no! Mahen harus bergegas.

Dengan begitu, coklat di tanganya jatuh, membuat Renan menahan pekikan girang, ia ambil coklat miliknya dan membiarkan Mahen melaju ke kamar sang bungsu.

“Ugh, coklat sayang, maaf ya jadi jatuh, gegara abang gue tuh!” Renan menggerutu kesal, lalu membuat bungkus coklat yang tak besar itu untuk ia makan.

“Liat adek ah”

Sampai di depan kamar Harsa, ia sudah mendapatkan sosok sang Papa yang melihat adegan Harsa di marahi oleh Mahen. Ia mendekat dan bergabung bersama Joni untuk menumbuhkan rasa keheranan pada sikap Mahen yang kelewat protektif.

“Abang coklat Arsaaaa” Harsa berdiri di kasur, mencoba merebut setoples permen coklat yang Mahen angkat tinggi-tinggi.

“Udah ah, nanti sakit dek!”

“Ndak Bang, Arsa baru mam dua tauuu” kaki Harsa menghentak, kesal dengan sikap Mahen yang lagi-lagi tidak jelas.

“Dua itu udah banyak adek! Nanti kalo Arsa sakit perut gimana? Mau?” Mahen mencoba menyalurkan kekhawatiran-nya, sebab ia merasa sedikit iba karena Harsa sudah siap menangis.

“Biasanya nda sakit kok,” Harsa menatap Mahen dengan mata berkaca-kaca, lalu menoleh pada dua orang yang berdiri heran di pintu, “Papaaaa”

Harsa turun dari kasur, menumpahkan tangisan bersama kakinya yang menghentak berjalan ke Joni. Sampai disana, ia memeluk erat tubuh sang Papa, rasanya entah kenapa benar-benar kesal pada Mahen.

“Heh, kok nangis sih, cup cup anak Papa” Joni mengusap punggung sang anak yang naik turun sebab menangis keras.

“Arsa, adek ..,” Mahen mendekat, merasa bersalah, tak biasanya Harsa menangis keras sebab ia jahili, ataupun ia tegur, apa Mahen tadi membentak? Apa perkataannya terlalu menyakiti sang adik?

Hampir Mahen raih punggung Harsa, namun urung sebab sang adik menempel rapat pada Joni, tak ingin disentuh, dan dapat ia rasakan dalam jarak dekat, mata memincing tajam milik Renan yang terarah padanya.

CEMARA PUNYA ASAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن