7. Sayangnya Abang

3.8K 419 8
                                    

Note : Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment. Enjoy and Happy Reading.
.
.
.

“Adek ngapain nak? Baru sembuh lho dek, jangan macem-macem ah” Joni bertanya, dengan kaki yang melangkah cepat kepada sosok Harsa di dapur.

“Udah sehat Papa, Arsa lagi masak nih, biar bisa mam bareng pake masakan rasa Bunda, Papa gak kangen emang di masakin Arsa?”

Joni menghela nafas pasrah, mau melarang pun, bungsu nya itu sudah menyelesaikan dua masakan, dan mungkin sedang memasak lauk terakhir.

Lagipula, masakan Harsa itu enak, setara dengan masakan mediang istrinya. Bahkan kedua anaknya yang lain saja mengakui rasa dari masakan sang bungsu.

Namun tak dipungkiri dua hari yang lalu setelah pulang rumah sakit, tak heran jika Papa muda ini semakin over protective pada anak-anaknya, terutama Harsa, yang memang jarang tersentuh dirinya jika memang tidak urgent.

“Pa, bantu angkat ih!” Harsa membuyarkan lamunan Joni yang sedari tadi menatap dirinya.

“Hehe, sorry sonJoni menyengir, lantas mengambil sisa dua piring lauk disana, membawanya ke meja yang akan mereka gunakan untuk makan bersama.

“Nah, makasih Pa, Arsa mau mandi dulu, Papa aja yang panggil Bang Mahen sama Renren” tak ingin menunggu balasan, Harsa segera bergegas kedalam kamar.

Ingat, Harsa masih ngambek sama kedua saudaranya, titik, gak mau tau.

•••

Mahen dan Renan memakan makanan disana dengan rasa sedih, kalau rasa makanannya sih, jangan ditanya, pasti enak, tapi wajah dari adik mereka yang tidak mengenakan. Sudah dua hari berlalu, masih saja ngambek.

Satu-satunya cara sebenarnya membelikan yupi untuk Harsa, tapi masalahnya adalah, amarah Papa mereka yang sedang gencar-gencarnya melaksanakan ke-posesifan nya pada Harsa.

“Dek? Dikit banget makan-nya, mau tambah gak?” Mahen mencoba membuka suara.

“Nda” jawab Harsa ketus, di sertai wajah yang berpaling tak ingin melihat Mahen.

“Nda” jawab Harsa ketus, di sertai wajah yang berpaling tak ingin melihat Mahen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Okey” sahut Mahen nelangsa.

Renan tersenyum takut, sedang Joni hanya diam menikmati drama anak-anaknya. Masalah ini kan cukup kecil ya, jadi ia percaya mereka bisa menyelesaikan masalah ini.

Makan telah usai, dengan kebersamaan yang terjalin, kini piring beserta peralatan telah bersih, menyisakan keempat penghuni rumah mewah itu untuk berkumpul sejenak.

“Papa,” panggil Harsa pada Joni, menarik perhatian Mahen juga Renan.

“Minggu depan, Arsa ikut Om Yudi sama Om Doni ya,” ujar Harsa, mencipta hening sejenak dengan Joni yang berpikir, dan Mahen-Renan yang ikut mengernyitkan dahi.

“Itu, main ke sungai kan dek?” tanya Joni, dan Harsa mengangguk lucu.

“Oke, boleh, tapi Papa ikut” jawab Joni mutlak, Harsa setuju saja, yang penting dia mau main bareng sepupu mereka yang lain!

“Hehe, adek ...” Mahen bersuara kembali, membawa kepala Harsa yang bersandar pada dada bidang Joni menoleh kearahnya.

“Abang ikut ya,” ujarnya.

“Terserahlah, ngapain bilang Arsa” sahut Harsa ketus, membuat Joni terkekeh gemas, sebab raut Mahen sudah terlihat nelangsa sekali.

“Gue juga ya Sa,” Renan ikut bersuara.

“Eum”

No Renan, kamu ada janji ngerjain tugas sama Ciko, Navan, dan Naila, masa lupa sih?” Joni menyahut, mengingatkan tugas Renan yang belum usai.

“Tapi Harsa juga punya tugas yang sama Papaaa” Renan menjawab dengan nada merajuk.

“Arsa udah selesai kok, sekelompok sama Jiji, udah beres dari kemaren-kemaren” jawab Harsa santai, membuat Renan tercengang tak percaya.

“Ya udah, di undur aja kerkom nya” gumam Renan.

“Renan, Papa ga pernah ajarin kamu, kalian, buat ingkar janji atau males-malesan ya. Janji itu di tepati son, jangan karena ego kamu, yang lain kena imbasnya.” tutur Joni lembut, di angguki oleh Harsa tentu saja.

Mahen dan Renan membenarkan dalam diam, Mahen kali ini kembali kagum pada sosok Papanya, sehingga ia mengkode Renan agar mengalah kali ini.

Renan dengan amat sangat terpaksa, mengangguk setuju.

“Pinter, ini baru anak Papa,”

Anw, Abang gimana kuliah? Lancar?”

“Syukurnya lancar Pa” jawab Mahen dengan senyuman.

Perbincangan itu terus berlanjut sampai angka jam menyentuh sebelas malam. Renan sudah menguap berulang kali, membuat Mahen dan Joni terkekeh gemas, sedang Harsa sudah terlelap pada dada tegap Papa-nya.

“Bobok yuk dek, dah malem” ajak Mahen pada Renan yang sudah hampir kehilangan kesadaran.

“Adek biar Abang yang gendong Pa? Malem ini tidur bertiga lagi aja di kamar Abang” ungkap Mahen.

“Papa gendong aja Bang, Abang tolong bawa Renan aja, anak nya udah bobok tuh” tunjuk Joni pada anak keduanya yang memang sudah terlelap.

Mahen terkekeh gemas, “Ay-ay capten, ugh dedek gemes abang” Mahen mengangkat tubuh mungil adik pertamanya, membawa kedalam dekapan dan menyusul Joni ke kamarnya.

Kini ketiganya sudah berbaring nyaman, dengan Harsa di tengah-tengah mereka, Joni tersenyum, mengecup masing-masing dahi anak-anaknya. Sedikit banyak, ia bangga, pada dirinya yang mampu menjaga anak-anak kesayangannya.

Sweet dream Abang,”

You too, Papa” jawab Mahen, satu-satunya yang masih terbangun.

Joni melakukan hal yang sama pada kedua anak kembarnya, lalu keluar kamar dan menutup pintu.

Mahen sendiri sudah tersenyum lebar, dengan hati yang lega penuh syukur, syukur atas semua titipan Tuhan padanya, syukur atas kehadiran papa dan kedua saudaranya.

Tubuhnya kini menyamping, memeluk raga Harsa yang terlihat mengemaskan, disusul tangan Renan yang tanpa sadar ikut memeluk kembarannya membuat Mahen tambah merasa gemas.

“Sehat-sehat ya, bahagianya Abang” ucap Mahen pada keheningan yang tertuju pada kedua adiknya.

to be continued
.
.
.

Masih ngarep cerita ini punya banyak chapter, jadi konflik nya masih tipis-tipis guys, hehe. Semoga ga bosenin deh ya!
.

Thanks again, for your voment, love-love!
.

See u on next chapter guys!

30 Agustus 2023

CEMARA PUNYA ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang