33. Yang Telah Terlelap

2.3K 313 113
                                    

Note : Cerita ini menggandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca.
Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment.

.
.
.

Enjoy and Happy Reading

___

|Additional Note : tulisan cetak miring = ingatan masa lalu / flashback|

“Abang oh Abang, kenapa kelinci lucu?” Harsa bernyanyi dengan nada yang ia lihat pada serial Upin-Ipin.

“Macem mana die tak lucu, adek lucu sangat, adek lucu sangat” Mahen pun membalas dengan cara yang sama, ya, walaupun dirinya membalas tidak sesuai dengan apa yang Harsa tanyakan.


“Ih kok jawabnya gitu?” Renan menyahut pelan, namun Mahen hanya abai dan memandangi sosok kecil Harsa.

Lenlen oh Lenlen, kenapa Alsa becal?” Harsa kini berganti melontarkan pertanyaan pada Renan, aksen kedalnya membuat siapa saja semakim gemas dengan sosok kecil nan gembul Harsa.

“Macem mana Arsa tak besar, Arsa makan terus, Arsa makan terus”

“Ih, tapi kan Alsa makan kalena lapal!”

“Iya Arsa, Renan kan cuma jawab Harsa tanya!” Renan turut berseru keras, menyaingi suara Harsa yang tadi sedikit meninggi.

Tak berselang lama, keduanya sudah saling menatap, memberikan tatapan tajam satu sama lain, membuat Abang mereka yang berada ditengah-tengah mulai jengah, hari-hari harus banget ya berantem? Pikir Mahen kecil kala itu.

“Berantem aja deh, gak jadi Abang ajak main nanti” Mahen berucap sambil berdiri, meninggalkan kedua adiknya yang memasang muka panik.

Aaah! Nda! Ini Alsa peyuk Len, Bang! Abang main!”

Mahen tersenyum, dan membalikan badan dengan dramatis, ia melihat Harsa memeluk erat Renan.

Sedang Renan tersenyum pasrah saja, Mahen belum puas tapi, jadi ya, terpaksa Renan menciumi pipi Harsa pelan.

Namun, lama kelamaan kok candu, Renan ketagihan deh. Harsa habis, dicium sampai basah pipi gampal layaknya roti boy itu.

“Aaa Lenlen sudah! Asah ama liul tau!” Harsa mendorong kepala Renan menjauh, namun Renan justru semakin gencar mencium dengan brutal.

“Renan! Sudah, sudah, nanti adek nangis” Mahen mendekat dan memisahkan mereka berdua, sedikit iba melihat pipi Harsa yang memerah.

“Arsa bau bayi Bang!” Renan berujar, please, berikan kaca pada dirinya ini.

“Udah, ayok mandi sama Abang, nanti Papa pulang, kita main, oke?”

“ALSA OTE!”

Memori menggemaskan itu menyeruak masuk pada kepala Mahen, ia baru saja beranjak dari kamar Harsa, menemani Renan yang terus saja menangis, menangisi kasur si bungsu seraya bergumam, “Mau adek, kasurnya jelek, gak anget kalo gak ada adek Bang”

Sumpah, pemandangan itu adalah hal menyakitkan bagi Mahen.

Kini Mahen terduduk, pada kasur empuk yang rasanya nyaman, seharusnya, namun ketika ia berhasil tengkurap disana, dirinya benar-benar luluh lantak, tak lagi mampu merasakan sekitarnya, kecuali air mata yang seakan-akan menandakan kematian sang adik adalah kematian nya juga.

CEMARA PUNYA ASAWhere stories live. Discover now