22. Mimpi atau Ingatan?

1.5K 235 20
                                    

Note : Cerita ini menggandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca. Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment. Enjoy and Happy Reading.
.
.
.

Additional note : tulisan miring = alam bawah sadar Kasakara.

Kak Asa di apain aja sama Ayah emangnya?” Harsa bertanya dengan polosnya, kala Kasakara meminta dirinya menjaga diri dan berhati-hati dari Robi.

“Bagi gue gak papa sih, dah biasa, tapi Lo jangan dek,”

“Ya Abang di apainnn??” Harsa mendesak jawaban.

“Jadi, ayah tu kalo marah suka mukul, di belakang rumah sana, tuh yang disana,” Harsa melongokan kepalanya ke arah jendela kamar yang menampilkan pemandangan gudang kecil di tengah hutan yang tak jauh dari rumah ini.

“Itu isinya tempat penyiksaan, ayah itu gila dek, bajingan, bangsat, psikopat, gak ada hal yang lebih gila dari itu semua”

“Pokoknya, jauh-jauh dari ayah, lakuin sebisa lo aja. Kalo ayah udah keliatan marah, mending lo pergi keluar, alasan cari duit kek, atau kabur langsung aja.” terang Asa sembari menatap sungguh pada manik Harsa.

“Oke Kak, serem juga ya Ayah” Harsa bergumam.

“Tenang, ada gue jagain lo” Asa membawa sosok yang ia anggap adik nya itu kedalam pelukan.

~

“Iya, lo harus janji tunggu gue jemput kesini.” ucap Asa pada sosok Harsa.

“Iya, Kak Asa pulang, hati-hati.” Harsa mendorong pelan Asa agar cepat pergi sebelum Robi kembali menenggok mereka kesini.

T-tapi dek ...”

“Pergi kak!”

Kaki kecil-nya berlari walau mendengar umpatan Robi.

Hatinya kalut, takut Harsa menghadapi sesuatu yang tak bisa ia bayangkan, namun kaki nya tak berhenti, mengais harapan kembali dengan membawa keluarganya, agar dapat membawa Harsa juga.

“Tunggu gue dek,”

“Tunggu kakak.”

~

“Kak, kakak lupain Arsa ya” dirinya terlihat ngos-ngosan, lelah bersama sesuatu yang di suguhkan pada alam bawah sadarnya.

Dan kini, ia duduk bersama sosok yang daritadi ia panggil ‘adek’. Sosok Harsa yang bersinar, duduk mengelus pundaknya yang ngos-ngosan.

“Maaf?” Asa berucap sembari menetralkan nafas, sedang hatinya berteriak tanya, untuk apa kalimat maaf tadi?

“Gapapa, Arsa ternyata lebih kuat dari perkiraan Arsa dulu. Arsa masih kuat nunggu kakak disini” Harsa berucap pelan dengan senyuman, membuat rasa berdesir di dada Asa.

“Wajah lo, sama kayak gue ...” Kasakara melontarkan pernyataan yang membuat Harsa terkekeh sebentar, “Takdir Tuhan kan kak? Kita saudara walau gak serahim, ehehehe

CEMARA PUNYA ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang