17. Pulang Ke Rumah

1.7K 199 23
                                    

Note : Cerita ini menggandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca. Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment. Enjoy and Happy Reading.
.
.
.

Kasakara, atau bisa kita panggil Asa itu telah di nyatakan sembuh, walaupun belum total. Kini setelah hampir dua minggu lamanya, akhirnya ia diizinkan pulang dengan beberapa petuah keras dari Yudi.

“Makasih Om, lain kali Asa minta Papa main ke rumah Om ya” ucapnya saat kini mereka sudah di depan pintu rawat, akan keluar.

“Iya, Om seneng dengernya. Inget, jangan paksa keras buat inget sesuatu, kamu sudah ada di rumah, semua akan berjalan sebagaimana ingatan kamu merekam. Biarkan tubuh kamu sembuh di tempatnya, oke?” Yudi menggusak pelan kepala Asa dan di terima dengan senang olehnya.

Thanks ya dek” Joni turut mengucap terimakasih pada sang adik atas perawatan yang selama ini di usahakan untuk anak bungsunya.

Kini keduanya memasuki mobil, menuju rumah yang selama ini orang-orang di sekitar Asa ceritakan.

“Pa, aku boleh tanya gak?” Asa membuka suara, kala mobil yang ia naiki bersama Joni terhenti sebab lampu merah menyala.

“Hm, tentu saja sayang”

“Dulu, pas aku, maksudnya, anu aduh, gimana ya” Asa terlihat kelimpungan merangkai kata, membuat Joni terkekeh gemas dan mengusak surai sang bungsu lembut.

“Pelan-pelan saja, jangan gugup sayang, Papa tidak akan menggigit Arsa loh”

“Tapi janji gak marah sama aku?” tanya Asa takut, sedang Joni mengangguk mantab.

“Pernah gak, aku panggil Papa pake sebutan Ayah?” tanya Asa lirih.

Joni mengernyit bingung sebelum menjawab tidak.

Lampu terlihat hijau, klakson berbunyi dari belakang, membuat mobil Joni mau tak mau berjalan terlebih dahulu, juga membuat pertanyaan yang Asa lontarkan dengan lirih tidak terdengar jelas di telinga Joni, “Papa pernah pukul Asa?”

•••

“CUMA SEGINI?!” Orang dewasa dengan perawakan tubuh tinggi juga wajah yang galak itu mengibaskan beberapa lembar uang di depan wajah seorang remaja, anaknya.

“Iya Ayah, maaf ...” Remaja berwajah manis itu menunduk dalam, takut akan bentakan juga emosi yang tertera jelas pada raut muka sang ayah.

“Cari lagi! Sana ke balai desa, bantu-bantu apa kek, jadi anak berguna dikit bisa ga sih, bangsat” tubuh remaja itu di dorong kasar agar segera pergi menuju tempat yang sang ayah perintahkan.

“Maaf ayah, maafkan Arsa ...”

“Arsa, Arsa. Lo tuh jadi laki-laki jangan letoy! Baru ketemu sama ayah nya tuh kasih duit yang banyak, lo kira hidup tu ga perlu duit?!” bentak Robi, nama sang ayah dari sosok Harsa.

“Lo itu, enak. Asa saja setiap hari tidak pernah pulang biar bisa ngasih duit yang banyak buat gue, masa lo anak kandung gue ga bisa kayak dia! Lagian kemana bocah sialan itu pergi sih?!”

“Arsa tidak tau ayah ...”

“Gak usah banyak bacot, sana kerja!”

Harsa berjalan cepat, pergi dari hadapan ayahnya untuk menuju tempat yang bisa memberinya pekerjaan.

Kini kulit yang biasa mulus terawat itu penuh luka, penyakit yang tidak lama muncul pun sering kambuh jika ia bekerja terlalu berat, hingga Harsa sudah terbiasa meredakan asma tanpa obat.

CEMARA PUNYA ASAWhere stories live. Discover now