36

733 28 0
                                    

Beri aku Vote ya

Sean sudah boleh pulang sekarang, suster tadi berucap sebelum pamit pergi. Sharai sibuk merapikan barang bawaan mereka, memasukan semua ke dalam tas besar. Daddy dan Mami sedang konsul kembali mengenai kondisi Sean.

Sharai sudah selesai dengan kegiatan nya, dia menempelkan tangan Sean di perut "Daddy...kenapa banyak diam hemm?" tanya Sharai dengan suara bayi "Baby mau lihat Daddy ceria lagi" lanjutnya.

Sean menatap Istrinya lama, air mata jatuh tanpa disadari.

"I'm here" ucap Sharai, memeluk Sean "Don't give up. Kita lewati semuanya bersama ya" ucapnya.

Sean mengangguk. Istrinya benar, dia tidak boleh menyerah dan harus menjalani ini dengan ikhlas. Ada calon anak yang butuh figure ayah darinya nanti.

"Maaf atas sikap aku akhir-akhir ini" ucap Sean.

"Gak papa. Kamu gak ada nyakitin aku. Kamu cuma butuh waktu" ucap Sharai. Ya, setelah kejadian muntah itu pada hari berikut nya Sean sempat kambuh sebanyak dua kali, mungkin karena itu dia jadi lebih banyak diam dan termenung. Ketika ditanya ini itu pun dia tidak menjawab, seolah mengiyakan apa yang ditanyakan apa yang ditanyakan padanya.

"Sudah siap?" tanya Daddy di depan pintu.

"Sudah Dad" jawab Sean.

Daddy senang akhirnya sang anak kembali seperi biasa "My son.." ucap Daddy, memeluk Sean.

"I'm sorry" ucapnya.

"Jangan minta maaf. Kita mengerti posisimu Nak. Ayo kita ke mobil" ajak Daddy, setelah melepas pelukannya. Mami juga bahagia melihat anaknya kembali ceria.

Mereka berjalan bersama ke lobi. Sean dan Sharai masuk ke mobil lebih dulu. Daddy  menyimpan tas dulu dibagasi lalu duduk di kursi kemudi. Mobil berangkat menuju bandara. Ya, mereka langsung pulang hari ini dengan menggunakan pesawat pribadi. Butuh waktu selama 3 jam untuk sampai dibandara.

"Uncle.." teriak Caroline yang baru bertemu lagi dengan Sean. Selama di RS anak-anak memang tidak dibolehkan kesana.

Sean menangkap Caroline dalam gendongan nya "Hai..Oline cantik" sembari mencium kedua pipi cabi Caroline. Mereka sudah berada di dalam pesawat.

Caroline menaruh kepalanya di pundak Sean "Oline, miss Uncle. Uncle temana aja Oline cali (cari) Uncle ke kamal (kamar) ndak ada di ana-ana (mana") juda ndak ada" curhatnya.

Sean tersenyum manis mendengar isi hati keponakannya "Gitu ya...Uncle juga kangen sama Oline. Kemarin Uncle lagi nginep di rumah sakit"

"Lumah cakit? kenapa inep (nginep) dicana?"

"Mmm..Uncle lagi temenin Papi Oline kerja" tidak mungkin kan jika dia mengatakan yang sebenarnya.

"Nanti Oline kacih tau Papi, ndak boleh ajak Uncle kelja lagi. Bial (biar) kelja nya ndak lama" ucapnya. Lihat sesayang itu dia pada Uncle nya ini.

Sean hanya mengangguk. Memang betul dia menemani Davis bekerja hanya saja posisi Sean sebagai pasien dan Davis Dokternya.

"Papi.." teriak Caroline, melihat sang ayah berjalan kearahnya.

"Iya Oline, ada apa hemm?" tanya Davis.

Caroline pun mengatakan kembali apa yang ingin dia katakan pada sang ayah.

"Katakan pada Uncle Sean, kalo tidak mau lama ikut Papi kerja. Uncle Sean harus rajin minum obat, tidur tepat waktu, harus sering istirahat..." Davis menjawab panjang lebar sampai Sean menatapnya jengah.

se complètent Where stories live. Discover now