4. The little one

342 42 42
                                    

Menjadi orang tua itu tidak mudah, karena urusannya tidak sesepele tentang memberi makan perut anak-anak yang kelaparan, tapi juga perlu usaha keras untuk memenuhi batin mereka.

—Kim Soyoung


Dengan sepeda roda empat miliknya, Jongin mengitari ruang bermain. Dia terus mengayuh dan mengayuh, seperti tidak kenal lelah. Apalagi sepeda roda empat berwarna biru itu baru saja dibelikan oleh Uncle Jun, membuat Jongin semakin bersemangat untuk mengendarainya.

Di ruangan yang sama, Papa duduk menghadap meja dengan laptop yang terbuka. Papa bilang, Papa akan sibuk hari ini. Papa mau menyelesaikan power point untuk presentasinya tiga hari lagi. Papa tidak bisa diganggu.

Kring! Kring! Kring!

Jongin terkikik pelan. Sepedanya sudah dia hentikan kayuhannya. Dan sekarang anak itu sedang asik memainkan bel yang terdengar lucu baginya.

Kring! Kring! Kring!

Namun, kesenangan Jongin itu sedikit mengganggu konsentrasi Sehun. Kalau saja bibi pengasuh tidak izin libur, mungkin Sehun bisa fokus pada pekerjaannya sendiri dan membiarkan Jongin bermain dengan pegawainya itu.

"Belnya nggak usah dimainin, Cil."

"Napa? Yucu, kok?" Jongin masih terus membunyikan belnya, apalagi karena Sehun melarang tadi. Semakin dilarang, dia jadi semakin senang.

"Berisik, Bociill! Papa kan lagi ngerjain tugas. Kalau lo bunyiin belnya, Papa keganggu."

"Nini dak ajak Papa main. Nini main dili, huh!" jawab Jongin lagi. Dia kan sedang bermain sendiri, bukannya minta Sehun bermain dengannya. Kenapa, sih, Papa marah-marah terus? Papa memang aneh!

"Astagaaa, Bocilll!" Sehun menarik napas panjang, lalu dia keluarkan perlahan. "Tahan, tahan, nggak boleh lepas kendali lagi. Nggak boleh pakai emosi. Tahan Sehun, tahan!" rapalnya berkali-kali agar kewarasannya tidak lepas. Sehun memejamkan mata dengan erat, lalu membukanya. Dia berbalik, memunggunggi Jongin lagi.

Jongin memandang papanya yang semakin terlihat aneh. Dia tuh cuma mau bermain sendiri, tapi papanya malah berisik. Jongin mengayuh lagi sepeda kecilnya untuk mengelilingi ruang bermain.

Kring! Kring! Kring!

Kring! Kring! Kring!

Kring! Kring! Kring!

Suara bel di sepeda Jongin kembali terdengar, memenuhi ruangan bermain. Sehun menarik napas panjang, menatap ke arah Jongin yang sedang asik bersepeda.

Demi Dewa yang melindungi planet pluto! Kepala Sehun rasanya ingin pecah saat ini juga.

"Jongiinnn!" Sehun hanya bisa berucap sembari menahan diri agar tidak berteriak sama sekali.

Jongin tertawa keras. Jelas sekali jika bayi empat tahun itu memang sengaja mengganggu papanya.

"Nini main-main, Papaaa!" tawa Jongin semakin pecah.

Kring! Kring! Kring!

Seperti ada yang putus di kepala Sehun saat ini. Kewarasannya. Sehun turun dari kursi yang menahan bokongnya sedari tadi. Dia berjalan menuju Jongin, mengejar laju sepeda anaknya.

Jongin yang melihat papanya mendekat pun langsung berteriak heboh, diselingi oleh tawa. "Papaa! Nini maaf!" suara cemprengnya terdengar full-power.

Jongin tertawa saat Sehun berhasil menghentikan sepedanya. Tubuh kecil anak itu diangkat, diturunkan dari sepeda roda empat tadi. Kali ini Sehun menidurkan Jongin di karpet berbulu. "Puas gangguin Papa, hm?"

"Nini main-main."

"Ya udah, Papa main-main juga," jawab Sehun.

Tawa Jongin kembali pecah. Sehun baru saja mengarahkan jari-jari besarnya untuk menari di perut dan pinggang kecil Jongin. "Papaa, haha, geli, Papaa. Nini maaf, hahaha. Papaa, sudaaa!"

Papa's Diary •√Место, где живут истории. Откройте их для себя