26. Chit chat

182 37 30
                                    

Waktu Ayah jadi young father dulu, Ayah juga banyak crying because of tired, kok. You kenapa sok kuat sekali, sih? Ayo, nangis saja kalau you tired!

—Oh Yunho


"Pilih coklat apa permen?"

Bibir Jongin mengerucut, sedangkan matanya menatap tidak terima pada Papa. Di tangan kanan Papa saat ini ada sebungkus coklat, sedangkan di sebelah kiri ada sebungkus permen. Padahal Papa bilang Jongin akan dapat cheating day kalau dia jadi anak yang baik, tapi kenapa hari ini Jongin harus memilih antara coklat dan permen? Papa pasti menipu Jongin lagi, huh!

"Napa hayus piyih? Nini mau dua-dua!" Jongin menatap marah pada Papa. Papa harus tahu kalau Jongin itu maunya permen dan coklat, bukan permen atau coklat.

"Satu!" Tapi, Papa malah membalas dengan nada tegas. Papa jadi terlihat seram, huh.

"Papa biyang cheating day, yoh. Belalti Nini bica mam men cama cokat." Jongin mencoba membujuk dengan mengingatkan Papa pada janjinya. Papa harus luluh kalau sudah seperti ini, karena Papa itu sudah janji sama Jongin.

Sayangnya, tidak seperti yang Jongin pikirkan. Papa malah memasukkan coklat dan permen yang ada di tangannya tadi ke saku jaketnya. Papa bilang, "Ya udah kalau nggak mau. Gue nggak maksa, sih."

"Kok dak kacii Nini?" Jongin memekik panik, tentu saja. Kesempatan untuk makan coklat dan permen nyarissss saja hilang.

"Katanya nggak mau? Gimana, sih, Cil?" Papa menaikkan sebelah alis, menatap Jongin dengan ekspresi yang terlihat menyebalkan untuk anak itu. "Kalau lo nggak mau, ya, udah, nggak usah makan permen atau coklat. Gampang, 'kan?"

"Enak caja! Nini dak biyang mamau tauu!" balas Jongin tidak terima. "Nini yagi thinking mau piyih which one!" Dia berusaha mengelak sebisa mungkin tuduhan yang papanya berikan tadi.

"Hm," balas Papa dengan nada suara yang terdengar malas. "Mau permen apa coklat jadinya? Hari ini satu, besok satu. Gitu, okay?"

"Ohh, petii ituu. Biyang dong dali tadi!" Jongin menyunggingkan senyuman, senang. "Teyus becokna yagi catu?" Dia malah membuat skenario sendiri dalam kepalanya.

"Nggak! Habis itu disimpan, baru boleh minggu depannya lagi."

Kedua tangan kecil anak itu menampung wajah, menatap tidak percaya seolah-olah Papa baru saja memberikan berita paling tidak masuk akal di dunia ini. "Napa petii ituuuu?"

"Nanti gigi lo ompong kalau kebanyakan makan coklat sama permen. Bisa sugar rush nanti."

"Cuga yas—apa, Papa? Napa cucaahh kayiii?"

Sehun mendengkus pelan. Tidak kaget lagi jika anaknya mau ikut apa saja yang dia katakan. "Sugar rush. Bikin lo hyper. Nggak sehat. Nggak bisa tidur, kurang istirahat, terus rewel. Gue nggak suka."

"Ish, cucaa!" gerutu Jongin. Dia masih mencoba mencerna ucapan papanya tadi.

Sekali lagi Sehun mengeluarkan permen dan coklat dari sakunya. Dia tidak peduli pada ekspresi rumit yang Jongin buat, seolah ada pikiran sulit yang sedang mengisi kepala kecil bayinya itu. "Lo mau yang mana jadinya?" tanya Sehun lagi. "Permen apa coklat?"

Jongin menatap kedua tangan papanya penuh minat. Hm, permen itu kecil, tapi lama habisnya. Jongin suka, tapi dia itu sering tidak menghabiskan permen karena bosan mengemut. Dan coklat ... tentu saja enak. Tapi kali ini Papa memberikan coklat yang cukup kecil, padahal tadi Jongin lihat ada banyak coklat yang lebih besar. Huh, Papa memang pelit dan rumit.

"Um ... Nini mau ...." Jongin berkali-kali melirik coklat dan permen di tangan Papa secara bergantian. Dia mengulurkan tangan, membuat pilihan pada akhirnya. "Cokat caja," ucapnya.

Papa's Diary •√Where stories live. Discover now