38. xyzabc

226 43 32
                                    

"Haus banget, Ni?"

Pak Jamal terkekeh melihat wajah bulat Jongin yang menenggak isi gelas dengan sangat tergesa-gesa. Anak itu mengangguk tanpa suara dan tetap melanjutkan aksinya untuk menghabiskan isi gelas.

"Ahhh! Cegal cekayii!" ucap Jongin dengan gelas plastik yang masih dia apit dengan kedua tangannya.

Pak Jamal dibuat tertawa oleh aksi si kecil yang terlihat seperti aktor iklan minuman. Matanya terlihat sedikit menyipit, membuat Jongin berpikir jika Pak Jamal memang terlihat seperti Papa.

Orang yang Jongin gandeng tadi adalah Pak Jamal yang baru saja membeli kaos baru.

Setelah insiden saling tatap mata satu sama lain, Pak Jamal langsung bertanya Jongin pergi ke swalayan dengan siapa yang juga dibalas ringan oleh anak itu. "Nini pegii cama Mbak Ning, Pak Jamal. Tapi, tapii, Mbak Ning iyang."

"Nini yang hilang," koreksi Pak Jamal. Jongin langsung memberi gelengan heboh akan ungkapan yang Pak Jamal berikan. Dia tidak setuju kalau dikatakan hilang.

"No, nooo, Nini dak iyang. Nini good-good caja, kok. Mbak Ning iyang. Nini dak bica find her."

"Nini masih kecil, makanya Nini yang hilang. Mbak Ning kan pasti sudah besar, bisa pulang sendiri."

Walau Pak Jamal sudah memberi penjelasan, Jongin yang tidak mau kalah tentunya menolak fakta jika dirinya sedang tersesat. "Nini dak iyang, Pak Jamal. Nini bica kok puyang didili. Em, but, but, Nini cayi Mbak Ning bial puyang cama-cama."

Mengelak saja terus! dengkus Pak Jamal dalam hati.

Tadinya Pak Jamal ingin kembali mengoreksi ucapan Jongin, tapi sepertinya dia akan kehabisan tenaga jika terlalu kuat dalam meladeni bayi super itu. Pak Jamal memilih mengangguk dan mengiakan saja ucapan Jongin.

"Terserah, Cil!" Nini terkekeh mendengar ucapan Pak Jamal. "Terus gimana, nih, Nini mau cari Mbak Ning? Atau gimana?"

"Um ... Nini mau num duyu. Nini ausss cekayi, Pak Jamal. Nini mau pincan kalena ausss cekayi!"

Dasar bocil drama!

Pak Jamal seperti secara nyata melihat setiap deskripsi yang pernah Sehun berikan untuk menggambarkan anaknya itu. Jongin memang sangat dramatis.

"Ya udah, kita cari minum sama duduk dulu, ayok."

"Yeeyy!"

Pak Jamal membawa Jongin keluar dari swalayan menuju salah satu restoran terdekat. Dia membelikan milkshake untuk si kecil dan juga makan siang karena tadi sempat mendengar perut Jongin berbunyi.

Jongin meletakkan gelas plastik tadi ke meja. "Mamacii, Pak Jamal."

"Sama-sama, Jongin."

"Pak Jamal! Pak Jamal! Nini minta teponkan Papa boyeh?" Sebelum Jongin meminta, sebenarnya Pak Jamal juga sedang mencoba menghubungi nomor Sehun. Hanya saja panggilan Sehun terlihat sedang sibuk.

"Kayaknya papa kamu lagi bicara sama orang lain, deh, nggak bisa ditelpon."

"Um ... tepon yumah Uni!" Kalau Papa tidak bisa dihubungi, mereka kan bisa menelpon ke rumah Ko Jun.

"Rumah Uni?" tanya Pak Jamal, takut kalau dia salah tangkap.

"Um!" Jongin mengangguk senang. Dia merasa idenya sangat luar biasa dan patut untuk dicoba sekarang juga. "Benal, Pak Jamal. Tepon yumah Uni!"

"Pak Jamal kan nggak tahu nomor rumah yang kamu maksud itu, Ni." Sayangnya, ide hebat yang Jongin maksud itu tidak bisa dengan mudah direalisasikan karena ada kendala, Pak Jamal tidak kenal siapa Uni ataupun saudara Jongin yang lain.

Papa's Diary •√Where stories live. Discover now