24. Closing the book

171 29 12
                                    

Kita berbuat salah, memperbaiki diri, lalu berjumpa lagi di momen yang lebih baik. But ... one thing you should know, it's very nice to meet you again.

—Jessica Amanda


Sehun berlari seperti orang gila menuju kafe yang telah mereka janjikan. Tidak peduli dengan seragam sekolahnya yang kotor karena dia sempat terjatuh saat melakukan adegan dramatis itu. Tidak peduli juga dengan darah segar yang mengucur di siku serta lututnya. Sehun hanya ingin segera menemui Jessie.

Dan di tempat yang sama, seperti biasa ketika mereka berkencan, Jessie duduk dengan tenang. Sudut bibir perempuan itu memiliki luka lebam yang membiru, tapi wajah yang dia tampilkan sangat sarat akan ketidakpedulian pada sekitar. Jessie hanya duduk dengan ditemani segelas jus lemon, minuman yang biasa dia pesan.

Sehun bergerak ragu, tapi tetap membawa kakinya untuk mendekat. Suaranya terdengar lirih ketika berkata, "Hai," untuk menyapa Jessie.

Saat Jessie mendongak, bola mata perempuan itu membesar. Entah dia terkejut karena penampilan Sehun yang jauh dari kata rapi, atau karena seragam yang dikenakan oleh pemuda itu. Karena kata pertama yang meluncur dari bibir Jessie ketika melihat Sehun adalah, "You'are a high school student?"

Sehun memilih untuk duduk di depan Jessie, mengabaikan keterkejutan di wajah yang telah ia rindukan berhari-hari ini. Dia mengangguk tanpa ragu. "Yes, I am. Am I never told you?"

"Never!" balas Jessie, menahan jeritan miliknya. "I ... I won't accept your confess if I know you're a student!"

"Too late," balas Sehun pelan. Dia sendiri tidak pernah menduga jika Jessie menganggapnya setua itu. "I think you already know."

"How could I ...?" Jessie memasang wajah pias miliknya. Dia menatap Sehun tidak percaya. "Saya hamil sama anak SMA? Apa sekarang saya jadi perempuan pedofil?"

"You are not one of them!" tegas Sehun. "Aku yang salah karena tidak pernah berpikir sejauh itu. Aku kira kamu tahu kalau aku masih sekolah."

"Saya kira kamu anak kuliahan. Your physic ...." Jessie hanya bisa menggeleng sekali lagi, tidak sanggup menyelesaikan kalimat miliknya.

Sehun hanya bisa terdiam, membiarkan Jessie larut dalam pikirannya sendiri. Dia menatap Jessie yang terus bergumam dan menggeleng, lalu memejamkan mata dan membukanya berkali-kali. Bahkan dalam kondisi kalut miliknya, Jessie masih terlihat sangat cantik di mata Sehun walau sudut bibirnya memiliki lebam.

Sehun sangat menyukai perempuan di depannya itu.

"Okay, nasi sudah menjadi bubur. Mau disesali juga saya sudah hamil, dan kamu sudah menjadi calon ayah. Jadi, apa keputusan kamu?" Jessie membuang napas pelan, menatap Sehun penuh harap. "Kamu mungkin akan kehilangan kebebasan kalau memilih menyelamatkan anak ini. Saya juga tidak bisa memaksa kalau keputusan kamu adalah menyerah. Saya akan mengikuti apa pun kemauan kamu."

"Aku akan merawatnya," jawab Sehun tanpa ragu.

"Tapi, masa depan kamu ...."

"Seperti yang kamu bilang, bukan dia yang salah. Kita yang membawa dia ke dunia ini, jadi kita yang harus bertanggung jawab. Aku juga yakin, kamu nggak akan bisa tenang kalau harus melenyapkan anak kamu sendiri, 'kan?"

Dan Sehun yakin, lebam di sudut bibir Jessie adalah jawaban atas pertanyaannya itu. Walau mereka mengenal dengan cara yang aneh, tapi Sehun sangat yakin jika Jessie bukanlah orang jahat yang bisa tega melenyapkan anaknya sendiri. Pertemuan mereka adalah satu dari bukti yang bisa Sehun jamin. Jessie juga menginginkan kelahiran anak itu.

"Ayah tetap akan menjodohkan saya," ucap Jessie pelan. "Jika anak ini lahir, saya tidak akan pernah diperbolehkan mendekatinya. Saya tidak akan bisa memberikan kasih sayang saya ke dia. Mungkin dia akan benci terlahir ke dunia karena harus hadir melalui dosa."

Papa's Diary •√Where stories live. Discover now