17. Spicy but (not) okay

216 40 11
                                    

Kami marah, tapi kami tidak bisa melepaskan our duty of you. Because we're your parents. It's forever even if I wanna cut our bloodline off. But, you're forever my son.

—Oh Yunho


Sorenya, setelah Jongin terbangun dari tidur siang, dia segera turun ke bawah tanpa menangis terlebih dahulu karena Papa tidak ada di kamar. Jongin tahu kalau papanya sekarang ada di dapur. Papa sedang bersiap-siap untuk membuat cookies, seperti yang mereka rencanakan saat pagi hari tadi. Cookies yang besar dengan banyak choco chips di dalamnya ....

Nyam-nyam!

Membayangkannya saja sudah sangat menyenangkan untuk Jongin. Dia akan bantu Papa biar bisa membuat cookies yang sangat besar dengan banyak taburan choco cips. Jongin mengangguk, tekadnya sangat bulat sekarang.

"Papaaa! Papaa! Nini hep Papa, ya?" Jongin berlari ke arah wastafel. Dia naik ke tangga kecil, lalu mencuci kedua tangannya hingga bersih.

Kalau mau memasak itu harus cuci tangan dulu. Itu yang sering Papa katakan di masa lalu, jadi Jongin terbiasa melakukannya.

"Papaa, yook! Nini cudaa cuci-cuci. Tanan Nini beciihhh cekayii."

"Nini hep-hep, yaa?"

Dari bawah, Jongin bisa melihat Papa yang asik melihat satu per satu bahan di tangannya. Papa tidak memperhatikan, huh!

Tapi Jongin tidak akan menyerah begitu saja. Demi cookies besar ekstra choco chips!

"Nini mau hep, Papaa! Let me hep you, 'kaayy?"

"Papaaa! Let me hep you!"

"Papaaa! I wanna hep you!"

Kaki-kaki kecil Jongin berlari mengejar langkah Sehun kesana dan kemari. Tidak lelah, walau sedari tadi Sehun sudah bersikap abai akan keberadaan anak itu. Walau Papa tak acuh padanya, Jongin ingin tetap membantu membuat cookies mereka hari ini.

Jongin mencoba berjinjit, melihat apa yang sedang Papa lakukan saat ini. Tapi dia masih kurang tinggi untuk bisa mengintip bagian atas meja, Papa sepertinya sudah memutuskan setiap bahan yang akan dia gunakan. Padahal Jongin sangat ingin tahu, tapi Papa malah bersikap pelit hari ini.

Huh! Jongin kan hanya mau membantu Papa agar semuanya bisa lebih cepat diselesaikan; dan agar cookies besar ekstra choco chips miliknya bisa terealisasikan. Papa itu tidak paham-paham dengan kemauan Jongin.

"Nini hep ya, Papa?" ucap Jongin, menarik celana yang Papa kenakan. Tapi Papa masih tetap bergeming, tidak memberi jawaban untuk permintaan Jongin sedari tadi. "Nini mau hep-hep!"

Walau Papa mengabaikannya, Jongin tidak menyerah begitu saja. Anak itu melihat ke sekeliling, mencari benda yang dapat dia gunakan untuk menolong Papa nanti. Manik Jongin berhenti pada kursi plastik yang berada di sudut ruangan. Itu kursi yang Papa beli dengan sangaattt terpaksa karena Jongin merengek terus saat mereka datang ke CFD.

Papa hari itu terpaksa pergi karena kalah bermain ToD dengan Ko Jun. Dia niatnya hanya mau datang sebentar saja, tapi Jongin malah sangat tertarik dengan acara yang belum pernah dia kunjungi itu. Dan puncaknya adalah saat sebuah kebetulan berupa mata bulat Jongin menangkap siluet kursi plastik tersebut. Jongin memaksa Sehun agar membeli benda itu, walau pada akhirnya kursi plastik tadi hanya berakhir di pojok ruangan hingga sekarang.

"Jangan naik kursi!" tegas Sehun saat dia mendengar suara derit kursi yang didorong mendekat. Tapi Jongin balas bersikap tak acuh padanya dengan tetap mendorong kursi tadi menuju konter hingga menabrak kaki Sehun.

"Papa sudah bilang, ya, Oh Jongin!" tegas Sehun lagi. Tapi Papa masih tidak menatap ke arahnya.

Bibir Jongin cemberut. Papa pasti jadi menyeramkan kalau sudah seperti itu. Tapi ... tapi ... Jongin masih belum ingin menyerah. Dia menatap Papa dari bawah, meski Papa tidak membalasnya. "Nini mau hep Papa! Nini mau hep Papa buat kukii!" rengeknya tidak senang karena sedari tadi diabaikan Papa.

Papa's Diary •√Onde histórias criam vida. Descubra agora