6. Papa's pomis

267 43 17
                                    

Kadang kita niatnya sudah sat-set, tapi kalau Tuhan belum kasih jadi, ya, hasilnya bisa saja nyungsep.

—Oh Yoongi


"Nggak bisa diundur? Harus hari ini banget, ya?"

Ujung mata Sehun melirik Jongin yang sudah asik berkemas. Mereka akan pergi menginap di rumah Ko Jun, makanya Jongin sudah sangat bersemangat sejak pagi hari. Jongin mengangkat bokong, berlari mendekati tubuh papanya.

"Papaaa," panggil Jongin berbisik sambil menarik ujung kaos Sehun. Jongin sudah paham kalau Sehun sedang menelepon, maka tidak boleh diganggu. Jadi Jongin harus berbisik untuk memanggil Papa.

Tangan kanan Sehun terulur, mengusap lembut rambut Jongin saat anaknya itu menunjukkan dua buah topi baru miliknya. Mungkin Jongin mau meminta pendapat papanya untuk topi yang harus dia bawa nanti.

"Bentar, ya, gue nelpon dulu," bisik Sehun, sedikit menjauhkan ponsel. Jongin mengangguk setuju, lalu berlari untuk kembali ke tempat semula dan mengemasi barang miliknya sekali lagi. Lagi-lagi dia sibuk memilih barang-barang yang akan dibawanya ke rumah Ko Jun nanti.

"Sumpah, deh, harus hari ini banget?" Sehun berdecak pelan, mulai terlihat gelisah. "Gue kan udah bukan anggota lagi. Perlu banget gue join rapat?" tanyanya dengan nada kesal.

"Mendingan habis ini bikin evaluasi, dah. Anggota kok nggak becus semua kayak gitu!" Sehun mendengkus kesal.

"Iyalah, gila aja!" seru Sehun. "Bawa-bawa nama Pak Harto lagi, si sinting!"

"Gue dateng agak telat nanti. Kalau mau dibuka dulu juga nggak pa-pa. Bilang aja ke mereka kalau ada yang protes, masih untung gue mau dateng." Sehun kembali berdecak. Rambutnya dia acak-acak dengan kesal setelah memutus sambungan telepon.

Sehun memang sudah semester tujuh, sudah serah terima jabatan dengan adik tingkat juga. Tapi Sehun masih sering dimintai tolong jika ada acara. Tidak bertugas langsung memang,
melainkan sebagai pengawas. Hanya saja, Sehun sangat kesal jika harus dimintai tolong secara mendadak seperti sekarang.

Kalau bukan karena janjinya dengan salah satu dosen yang sudah sangat berbaik hati padanya, Sehun pasti akan menolak mentah-mentah permintaan tadi.

"Dipikirnya yang punya urusan mereka doang apa? Nggak tahu malu banget!" dengkus Sehun.

"Papaaa!"

Panggilan dari Jongin mengundang atensinya. Sehun berjalan mendekati tubuh kecil di ruangan itu. Dia duduk di samping Jongin, lalu mengusap lembut rambut anaknya.

"Lama, ya?"

"No! No!" balas Jongin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya hingga poni anak itu ikut bergerak lucu. "Dak yama, Papa."

Sehun tersenyum tipis mendengar jawaban yang Jongin berikan. "Tadi mau milih apa? Sini, Papa bantu."

Segera setelah pertanyaan Sehun meluncur, Jongin menunjukkan lagi dua topi yang sempat menjadi pilihan sulit baginya. Topi kepala beruang berwarna coklat, dan topi kepala anak ayam dengan warna kuning mentereng.

"Ini, Papa. Nini binun. Nini halus weal mana catu, ya? Nini cuka muanaaa."

"Hm, sebentar. Let me think."

Dengan gaya super serius, dua pria berbeda usia itu menatap lama topi yang berada di hadapan mereka. Sehun bergumam panjang, memasang topi beruang tadi ke kepala Jongin.

"Ini?"

Jongin tidak segera menjawab. Dia berlari menuju cermin besar, terlihat bergaya di depan benda itu beberapa kali. Setelah merasa cukup puas, Jongin berbalik dan memeluk Sehun dengan erat.

Papa's Diary •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang