37. simsimbimbim

191 38 25
                                    

Hoaammm!

Jongin bosan bermain mandi bola. Dia juga haus. Jongin mau keluar dari area bermain dan menemui Mbak Naning saja.

Namun, saat dia berhasil keluar dia malah melihat Mbak Naning sedang asik mengobrol dengan orang lain. Papa bilang, tidak sopan jika mengganggu orang yang sedang mengobrol. Karena tidak mau mengganggu Mbak Naning, Jongin mencari tempat duduk sendiri. Mungkin dia akan memikirkan wahana bermain yang menyenangkan lainnya yang dapat dia mainkan.

Hm ... let's he see!

Ada banyak sekali wahana yang terlihat seru. Melempar bola basket ke keranjang. Naik kereta mini yang memutari area mall. Oh, ada komedi putar mini juga. Lalu, mata Jongin membola ketika melihat mesin capit boneka.

"Wah! Ceyu!" Anak itu memekik senang. Tanpa sadar kaki kecilnya itu melangkah menuju mesin capit boneka tadi, dia berdiri mengantre di belakang tubuh ayah dan anak yang sedang asik bermain bersama.

"Ayo, Papaa! Ayoo!"

Jongin ikut bertepuk tangan heboh ketika ayah dari anak tadi berhasil mendapatkan boneka. "Keyeenn!" ucapnya senang.

Setelah ayah dan anak itu pergi, Jongin menatap mesin capit di depannya dengan kagum. "Nini mau! Nini mau! Nini mau main iniii, aaaa!" ucapnya pada angin karena tidak ada orang yang membantunya sama sekali.

Jongin menoleh ke kanan dan kiri, tapi semua orang terlihat sibuk dengan kegiatan mereka sendiri. Tidak ada yang mendekat untuk menolongnya sama sekali. Kalau saja Mbak Naning tidak sedang mengobrol, pasti pegawai Ci Irene itu akan memberikan bantuan pada Jongin dengan cepat.

"MBAK NING!" Jongin memekik kuat saat teringat dengan Mbak Naning. Padahal dia sudah janji sama Papa buat mendengarkan apa kata Mbak Naning, tapi Jongin malah pergi jalan-jalan sendiri.

Jongin menjauhi mesin capit tadi dengan cepat. Tadi dia jalan lewat mana, ya? Aduh, Jongin tidak ingat. Anak itu menoleh, menatap sekelilingnya. Pasti ada yang bisa menjadi petunjuk agar dia bisa kembali ke area mandi bola.

"Nini dak inaattt!" Wajah Jongin berubah kusut karena dia sama sekali tidak tahu jalan yang diambilnya untuk sampai di tempat saat ini.

Tarik napas, keluarkan!

Tidak boleh panik. Karena kalau panik nanti Jongin menangis. Kalau menangis nanti kepalanya pusing. Kalau pusing nanti tidak bisa diajak berpikir.

Papa sering bilang seperti itu setiap Jongin habis menangis keras dan tidak bisa ditenangkan. Papa selalu mendengarkan apa kata Jongin jika dia sudah selesai menangis, karena kata Papa kalau Jongin sedang menangis itu tidak bisa diajak bicara, percuma saja, tidak akan ada hasilnya.

Jadi, Jongin tahu kalau di saat seperti ini dia tidak boleh menangis. Nanti dia pusing dan malah ketakutan sendiri.

"Nini dali mana, cih? Nini dak inat, huh!" Jongin menggerutu kesal. Sebanyak apa pun dia mencoba mengingat jalan yang telah dia lewati untuk sampai di tempat saat ini, kepalanya sama sekali tidak bisa diajak berkompromi. Jongin sama sekali tidak ingat jalan yang telah diambilnya itu.

"Dali cana apa dali cana, ya? Um!"

Mata bulat anak itu menatap sekitar. Orang-orang yang melewatinya semakin banyak, tapi tidak ada satupun yang mencoba bertanya pada si kecil. Jongin mendengkus kesal, terutama karena dia tidak kunjung ingat akan jalan yang dilaluinya tadi.

"Um! Nini cana caja!"

Setelah berpikir keras, Jongin memutuskan untuk berjalan dengan yakin ke arah yang menurutnya adalah jalan kembali menuju Mbak Naning; walau pada kenyataannya anak itu ternyata malah mengambil jalan yang berseberangan dengan arah datangnya tadi.

Papa's Diary •√Where stories live. Discover now