22. A little boy

237 31 2
                                    

Ayah dan Koko sudah jadi orang hebat, Ibu juga bukan orang yang diam saja atau cuma menemani Ayah pergi ke mana-mana (she has her own business).

Jadi, kalau aku biasa-biasa saja, bukannya itu malah jadi hal luar biasa di rumah kita?

—Oh Sehun


Jessica Amanda.

Bagaimana bisa Sehun lupa dengan nama yang selalu membuat seluruh sarafnya mendadak berhenti itu? Nama yang memiliki terlalu banyak kenangan dalam waktu yang tidak bisa dikatakan panjang di hidup Sehun. Nama yang berkali-kali Sehun doakan agar pemiliknya bisa sedikit saja lupa atau abai padanya yang telah berjalan jauh. Nama yang ada sedikit rasa rindu tiap Sehun menatap wajah Jongin, putranya.

Sehun tidak bisa. Tidak ada kata lupa baginya untuk satu nama yang tidak pernah bisa dia asingkan dari kepalanya itu. Sehun tidak bisa melupakan Jessie, Jessica Amanda yang masih tampil menawan setelah tidak muncul di hadapannya empat tahun belakangan.

"Hai?"

Sehun memberanikan diri untuk mengejar Jessie setelah seminar selesai. Tentunya dia meminta izin terlebih dahulu sama Pak Bahari. Dan sekarang, mereka bertatapan, saling kikuk satu sama lain.

"Hai. Apa kabar?"

Dada Sehun seperti berdenyut kuat, memberikan sensasi nyeri yang luar biasa. Wajah itu, wajah yang telah diduplikat Jongin sedikit demi sedikit hingga tidak menyisakan ruang bagi Sehun. Wajah yang terlihat cantik, tapi ada ketegasan dalam sorot mata miliknya. Bibir penuhnya, aliasnya, hidungnya, semua menempel di wajah Jongin dengan sempurna.

Karena Jessica Amanda adalah nama dari perempuan yang telah melahirkan putra yang sangat Sehun cintai saat ini.

"Aku pikir kita nggak akan pernah bertemu lagi setelah hari itu." Satu kalimat yang cukup panjang itu mengalun hati-hati, walau sempat tertahan di ujung lidah sebelum Sehun sanggup merangkai tiap katanya dengan benar.

Sosok yang ada di hadapan Sehun saat ini masih sama luar biasanya. Cantik, pintar, dan membuat dada Sehun berdebar dengan kencang.

Sehun memiliki perasaan yang tersisa untuk Jessie, tapi itu bukan lagi tentang cinta anak remaja pada gadis impiannya. Perasaan itu telah jauh berbeda dari masa lalu, ketika keduanya pertama kali bertemu di club.

Club.

Sehun menarik napas panjang, mencoba mengingat lagi sedikit kenangan yang masih menempel di sela-sela pikirannya.

"Sudah lama sekali, ya, Sehun?"

Terlebih ketika satu kalimat jawab keluar dengan mulusnya dari bibir Jessie, diiringi senyuman tipis yang masih sama dengan ingatannya. Sehun tidak memiliki pertahanan untuk semua memori yang terputar begitu saja di kepalanya.

Januari, 2018. Jakarta.

Club.

Meski bukan sesuatu yang asing di telinganya, baru kali ini Sehun berdiri tepat di depan gedung bernama club itu. Tumbuh dengan bebas, tanpa aturan ketat dari orang tuanya tidak membuat Sehun menjadi pribadi yang suka menghamburkan uang begitu saja. Sebaliknya, dia malah tumbuh seperti katak dalam tempurung karena tidak terlalu suka berbaur dengan orang lain.

Papa's Diary •√Where stories live. Discover now