33. nini o nini

222 41 14
                                    

Papa, don't woli. Nini is doing well. Nini dak nakal, dak buat bad. Papa bubuh fast-fast, yaaa!

—Oh Jongin


"Nini mau bolos saja hari ini? Mau main sama Aunty saja, nggak?"

Sehari setelah Sehun ditemukan pingsan di apartemennya, Jongin terbangun di rumah keluarga Ko Jun. Dia berada dalam dekapan Ci Irene, dipeluk dengan lembut dan tidak ada kecupan menyebalkan dari Papa. Jongin sempat merasa sedih, tapi dia segera menggeleng karena tahu jika papanya sedang diobati. Dia tidak mau rewel, tidak mau menangis juga karena itu pasti akan menyusahkan Papa nantinya. Jongin tidak mau membuat Papa semakin lelah karena dia.

Jika Papa melakukan semuanya seorang diri, Jongin bisa melihat jika Ci Irene menerima banyak bantuan dari para pekerjanya. Ada banyak bibi dan paman yang membantu di rumahnya. Jongin dimandikan oleh perempuan paruh baya bernama Bi Siti, dan bersama Bi Siti juga Jongin dibantu memakai baju. Tidak ada gel dingin miliknya di rumah Ci Irene, jadi rambut Jongin hanya disisir biasa hari ini. Semuanya berjalan dengan cepat, dan Jongin juga tidak banyak merengek hingga mudah untuk membantu bayi itu. Saat mereka duduk di ruang tamu, pertanyaan tadi mengalun dari Ci Irene.

"No, no, Aunty Rene. Nini mau pegii cekuyah. Papa biyang, Nini dak boyeh banak-banak boyos. Buat dak pintal. Nini mau pintal cepelti Papa, Aunty Rene."

Jongin menjawab tanpa ragu. Dia teringat dengan percakapan bersama papanya. Papa itu jarang membolos selama sekolah, karena itu Papa pintar. Jongin ingin pintar seperti Papa yang serba tahu. Jadi dia juga akan rajin pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu.

"Kan sekali-sekali tidak apa-apa, Ni?" Ci Irene bukannya ingin mengajarkan hal buruk pada Jongin. Hanya saja anak itu baru mengalami peristiwa traumatis kemarin. Ci Irene ingin mengganti ingatan menakutkan itu dengan kegiatan yang dapat membuat Jongin senang.

"Mayin kan cudaa boyos," balas Jongin lagi. Karena Papa sakit, Jongin jadi tidak pergi ke sekolah. Jongin sudah membolos kemarin, jadi tidak butuh bolos lagi hari ini.

"Hm, kalau tambah satu hari bolosnya gimana?"

"Aunty napa cuyuh Nini boyos, ci? Papa dak cuka tauuu!"

Mendengar Jongin yang tidak tertarik untuk melewatkan kelas sama sekali membuat Ci Irene menyerah untuk membujuknya. Mungkin mereka bisa pergi setelah kelas Jongin selesai nanti. Mereka masih bisa bermain di sisa hari setelah Jongin sekolah.

"Nini takut dimarahi Papa, ya?"

"Papa dak mayah, kok. Nini mamau kayo dak pintal. Papa mocking Nini nanti, huh!"

Ci Irene tertawa pelan mendengar jawaban keponakannya itu. "Jadi tidak boleh bolos, ya? Biar pintar?"

"Iya, Auntyyy!" Jongin menjawab dengan gemas. Anak itu berpikir kalau auntynya itu banyak tanya. Padahal Jongin sudah menjawab terus dari tadi.

"Ya sudah kalau Nini maunya begitu. Em ... Aunty boleh antar Nini ke sekolah, tidak?"

Mendengar pertanyaan dari Ci Irene membuat Jongin yang sempat sibuk memasukkan makanan ke mulut itu berheti sebentar. Dia bahkan mengangkat kepala, menatap ke arah istri Ko Jun dengan mata bulatnya sedikit terlihat berseri-seri.

"Aunty mau antal Nini?" Bukannya menjawab, Jongin malah balik bertanya. Mata bulat anak itu membola, membuatnya semakin terlihat seperti kelereng.

Ci Irene ikut terdiam setelah Jongin berucap. Dia tersenyum lembut pada bayi di depannya itu. "Mau, dong. Kenapa juga Aunty tidak mau?" jawabnya. "Kalau Nini gimana, mau nggak kalau Aunty antar ke sekolah?"

"Mauuu!" balas Jongin senang. Walau pergi ke sekolah bersama Bi Sukma atau Mbak Ajeng itu tidak pernah menyebalkan, tapi Jongin tetap lebih suka pergi bersama keluarganya sendiri. Makanya, dia senang karena Ci Irene maju untuk menawarkan diri lebih dulu. Anak itu bahkan mulai berdendang kecil dengan mata yang disipitkan, yang membuat Ci Irene tersenyum lebar sambil menggeleng saat menatap ke arahnya. Jongin memang lucu.

Papa's Diary •√Where stories live. Discover now