18

15.2K 947 13
                                    

Happy reading

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, thank you💗

"Udah lama gue sama dia temanan."

Tamara bungkam tapi tatapannya masih menatap Elmero dalam entah apa yang tengah gadis itu pikirkan sekarang, hingga empat menit berlalu Tamara bersuara. "Terus kenapa waktu itu lo nggak nolongin dia, El?"

Kening Elmero berkerut mencoba mengingat, saat teringat Elmero tersenyum kalem. "Dia bisa ngatasin sendiri lo liat sendiri maren, selain itu gue nggak mau ikut campur urusan orang lain yang bisa jadi masalah gue di saban hari dan itu merepotkan."

"Masih ada yang mau di tanyain?" Mendapat gelengan dari Tamara barulah Elmero pamit beranjak dari sana.

***

"Lo pasti curang kan, nggak mau tau lagi gue ulang sekali lagi!" Protes tak terima Mario pada Aaron.

Aaron melototkan matanya ke arah Mario ia mengangkat stik ps tersebut ingin menampol sang teman menggunakan benda itu, tetapi Aaron urungkan sayang nanti ps nya rusak.

"Matamu curang! Kalo kalah mah kalah aja, dari dulu emang gue jago main ps ya," bantahnya.

Elmero memutar bola matanya malas menyaksikan perdebatan antar temannya, tidak tahu mana yang benar mana salah sebab Elmero dari tadi sibuk main game di ponselnya.

Sampai atensinya teralih ketika temannya yang lain mengatakan sesuatu, membuat otak Elmero berpikir sesaat. "Kalian dari tadi sibuk debat aja, sampe nggak sadar kalo Stefano nggak nongol-nongol,"

Perdebatan Aaron juga Mario langsung terhenti, pandangan keduanya tertuju ke Jayden yang tengah asik mencomot keripik ubi. "Lah iya, gue baru sadar njing," celetuk Aaron lalu ia menaruh asal stik ps yang semula di pegangnya, kemudian bangkit duduk di samping Jayden disusul oleh Mario.

"Gue udah cek nggak ada tuh stef ngabarin, coba cek hp kalian," tutur Mario setelah mengecek ponselnya sendiri, pasalnya jika Stefano memang tidak bisa berkumpul pasti cowok itu akan mengabari, setidaknya salah satu dari mereka.

"Gue juga nggak ada,"

Keempat cowok tersebut terdiam selama dua menit memikirkan berbagai kemungkinan, sampai dimana Aaron melontarkan kalimat dengan manik mengarah ke Elmero. "El, lo ingat nggak dua hari lalu, kita nggak sengaja dengar obrolan Inggrid sama Heaven?"

"Ingat lah, emang kenapa apa hubungan sama Stefano nggak ada kabar?" ujar Elmero yang masih belum mengerti.

"Nah masalahnya ada disitu bro!" seru Aaron kala sudah menemukan titik permasalahannya.

"Kalian dua ngomongin apa dah, nggak ngerti gue," nimbrung Jayden sambil menggaruk kepala dan di angguki Mario.

"Kenapa sebut inggrid sama Heaven?" lanjut Mario.

Elmero yang mulai menangkap apa yang terjadi itu kembali bersuara. "Stef tau kalo Inggrid dan Heaven selingkuh? Apa itu maksud lo?"

"Nah iya—"

Belum Aaron menyelesaikan ucapannya Mario menyela lebih cepat. "Anjrit lo berdua dapat info kok nggak ngasih tau kita-kita!"

Tangan Aaron dengan entengnya menampol kepala Mario. "Gue belum selesai ngomong babik, maen potong-potong aja lo, sopan lo gitu,"

Mario mengusap kepalanya yang di tampol Aaron. "Tapi nggak juga lo tampol kali." sungutnya ingin membalas tapi Aaron dengan gesit menghindar.

"Hahaha nggak kena!"

"Udah woi jangan bercanda fokus sama pembicaraan kita tadi." lerai Jayden.

"Oke-oke mulai serius."

Elmero menceritakan awal mula bagaimana ia juga Aaron mengetahui Inggrid menyelingkuhi Stefano, dengan musuh Stefano sendiri yang tak lain adalah Heaven.

"Gila tu cewek bisa-bisanya selingkuhin Stef, padahal kalo gue perhatiin Inggrid cinta banget sama Stef jadi nggak mungkin kalo dia main belakang terlebih sama musuh pacarnya sendiri." Jayden mengutarakan pendapatnya usai mendengar cerita dari keduanya temannya.

Mario meneguk minuman kalengnya hingga habis lalu melempar ke tempat sampah. "Terus kenapa lo berdua nggak ngasih tau Stef?" tanya Mario dengan tatapan serius.

"Ya lo pikir aja lah kalo gue atau El ngasih tau soal itu pasti Stef bakal patah hati parahnya lagi nanti dia ngamuk. Mending dia tau sendiri walaupun lambat di banding kita yang ngasih tau itu lebih sakit," jelas Aaron panjang lebar.

"Tumben lo pinter, Ron." Mario menepuk-nepuk kepala Aaron layaknya ke anak kecil dan berakhir mereka kejar-kejaran saling melempar bungkus ciki-ciki yang sudah di bentuk bulat-bulat.

"Cih kayak bocah aja tu dua orang." cetus Jayden geleng-geleng kepala.

Sedang Elmero mengedik bahu tak peduli.

***

Elmero memandang tanpa ekspresi bangunan megah serta luas yang menampungnya selama tujuh belas tahun ini, yang tak lain adalah kediaman keluarganya.

Hidup yang penuh kemewahan dan bergelimang harta tak serta merta membuatnya merasa bahagia karena satu alasan di dalam rumah megah layaknya istana tersebut tidak ada kehangatan, perasaan asing dan muak selalu di liputinya ketika menginjak kan kaki ke dalamnya.

Orang tuanya memang lengkap tetapi Elmero telah kehilangan peran mereka sejak lama.

Di depan publik mungkin memang mereka terlihat keluarga bahagia, yang saling menyayangi dan mengasihi, padahal kenyataan jauh dari kata itu, semua yang di tampilkan keluarganya hanya kamuflase.

Elmero muak.

Sepi dan dingin itulah yang menggambarkan keadaan di dalamnya ketika Elmero masuk, tanpa pikir panjang lagi Elmero menaiki tangga daripada lift yang tersedia menuju kamarnya di lantai tiga.

Tiba di kamar Elmero menaruh tasnya di atas meja kemudian berjalan ke kamar mandi berniat membersihkan diri, tidak memakan waktu lama Elmero telah menyelesaikan kegiatannya, cowok itu keluar dengan tubuh sudah mengenakan kaos oblong juga celana pendek selutut.

Tidak berniat menyisir rambutnya Elmero duduk di sofa hanya duduk tidak melakukan apapun, sampai sepuluh menit berlalu ketukan pintu dan suara dari luar mengusik lamunan Elmero.

"Den El, kata nyonya aden disuruh ke bawah waktunya makan malam,"

"Iya bi, sebentar lagi saya turun!" sahutnya sedikit kencang, Elmero tak mendengar apapun dari luar lagi seperti bi Arni yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumahnya ini sudah meninggalkan kamarnya.

Elmero bangkit untuk menyisir rambutnya yang masih basah, lalu bergegas keluar menuju lantai dasar.

Makan malam dengan keadaan hening kedua orang tuanya sibuk dengan urusan masing-masing meski saat sedang makan, kehadirannya disini seperti mahluk tak kasat mata Elmero sudah terbiasa dengan semua itu, bukan di malam ini saja tapi setiap harinya.

Elmero merasa bukan sekumpulan keluarga kecil yang sedang berkumpul, tetapi orang asing yang bertittle keluarga. Elmero tertawa dalam hati keluarganya memang berbeda.

"Saya selesai!" Suara Elmero berhasil mengalihkan perhatian sang mama meski hanya sekilas saja.

Tidak mempedulikan itu Elmero kembali ke kamarnya kala berniat ingin ke balkon sekedar untuk merasakan angin malam, ponselnya yang berada di atas nakas bergetar, Elmero raih ponselnya nama Aaron lah tertera di layarnya menggeser ikon hijau Elmero menempelkan ponsel di telinganya.

"Halo," Elmero diam mendengar ucapan Aaron di sebrang sana.

"Apa? Oke gue kesana sekarang," Elmero mematikan Panggilan sepihak menyambar jaketnya yang di gantung di kursi meja belajar, lalu kunci motornya baru berjalan keluar.

Kata Aaron cowok itu membutuhkan bantuan Elmero untuk membawa Stefano yang mabuk sebab cowok itu mengamuk Aaron kuwalahan mengatasinya di sebuah club malam, mau tak mau Elmero turun tangan tak tega juga rasanya.

Untuk Jayden dan Mario tidak tau kemana keberadaan dua temannya itu, Aaron bilang di telepon nomornya tidak aktif.

Elmero melesat dengan motornya.

•••

Sampai jumpa di chap selanjutnya!

Figuran TransmigrationWhere stories live. Discover now