29

6.4K 552 59
                                    

Happy reading

Ini sudah hari ketiga dimana dokter menyatakan kondisi Elmero sudah lumayan stabil setelah melakukan transfusi darah, hanya menunggu waktu Elmero sadar tetapi sampai hari ini pun cowok itu belum sadarkan diri juga.

Orang tua Elmero mendengar kabar naas yang menimpa Elmero, tidak, seharusnya Tamara yang ada di posisi Elmero sekarang terbaring lemah di brankar dengan alat-alat rumah sakit menempel di tubuhnya.

Langsung pergi ke rumah sakit menjenguk anak bujang mereka untuk membayar tagihan rumah sakit, sekaligus meminta Elmero di tempatkan di ruang vvip dan berdiam di rumah sakit selama beberapa jam. Setelahnya Serena dan Elvan pergi menitip dan mempercayakan Tamara menjaga Elmero sampai sembuh.

Tanpa di minta pun Tamara akan melakukan itu, sudah kewajiban bukan, Elmero begini karena dirinya. Tanpa pikir panjang Elmero rela mengorbankan nyawanya sendiri demi melindungi Tamara dari penikaman tersebut.

Meski kejadian ini orang tua cowok itu tidak menyalahkan Tamara sama sekali, mereka menganggap ini sebagai musibah.

Tamara menggenggam tangan besar nan kasar Elmero yang tidak di Infus, gadis itu menempelkan di pipinya yang hangat dengan pandangan sendu ke arah Elmero.

"Kamu kapan sadar? Nggak capek tidur terus? Kamu nggak rindu aku? Aku rindu kamu, Mero. Aku mohon kamu bangun, ini udah hari ketiga loh kamu belum buka mata kamu." Suara Tamara terdengar bergetar.

"Kamu seharusnya nggak perlu lindungin aku, kamu seharusnya lebih memikirkan nyawa kamu sendiri, itu lebih penting melebihi apapun. Maaf, maaf seandainya kalo aku nggak turutin kemauan Arin pasti ini nggak terjadi, kamu terluka karena aku, kamu nggak terbaring lemah begini."

Tangisan gadis itu kembali pecah, ia terisak pelan menyembunyikan wajah nya di sisi brankar Elmero dengan tak lepas menggenggam erat tangan Elmero.

Sungguh melihat kondisi Elmero yang kini di sebab olehnya sangat menyesakkan juga menyakitkan, bahu Tamara tampak bergetar hebat.

Ini semua salahnya, salah Tamara.

"Lo bodoh Tamara, lo bodoh! kalo aja lo nggak mudah percaya sama orang hal ini nggak terjadi, lo bodoh Tamara!" Ia memaki dirinya dalam hati.

Tamara amat menyesal meski penyesalan itu tidak ada gunanya sekarang, semua sudah terlanjur terjadi yang bisa di lakukan cukup jadikan pelajaran.

Setelah merasa tenang Tamara bangkit dari kursi menuju kamar mandi, yang tersedia di ruangan Elmero untuk mencuci muka. Tamara tatap wajahnya basahnya di cermin toilet matanya yang memerah dan membengkak, hidungnya pun ikut memerah terlihat jelas jika ia habis menangis.

"Jelek banget." gumamnya.

Ketika Tamara keluar dari toilet, sudah menemukan sang bunda yang duduk di sofa tak jauh dari brankar Elmero.

"Loh bunda, kok kesini lagi?" Tamara membawa tungkai kakinya mendekat dan duduk di samping Ratih.

Sudah tiga hari ini juga Ratih membantunya menjaga Elmero selama Tamara di sekolah, mau dalam kondisi apapun Tamara harus tetap bersekolah karena sudah di tahap terakhir.

Sebenarnya Tamara tidak mau merepotkan bunda namun Ratih tetap memaksa. Tamara tahu Ratih itu sibuk mengurus butiknya, meski memiliki beberapa karyawan, sang bunda tetap meluangkan waktu demi dirinya.

Bundanya tanpa diminta membawakan pakaian ganti Tamara selama menginap di rumah sakit, Ratih juga tidak keberatan jika Tamara menginap dirumah sakit karena menjaga Elmero.

Ratih mengerti Elmero membutuhkan Tamara saat ini.

"Bunda bawakan kamu untuk makan malam, ketimbang jajan terus di kantin rumah sakit." ujar Ratih dengan mata memandang Elmero sendu.

Figuran TransmigrationWhere stories live. Discover now