Empat

49.2K 3.3K 17
                                    

"Duh siapa ya yang diputusin gara-gara cewek kampung?"

Marsha melirik Gracia, rival terbesarnya dengan tatapan gusar. Kalau saja ini bukan di tengah-tengah koridor sekolah, mungkin saja Marsha sudah melayangkan tinjunya pada wajah Gracia.

"Kebayang gak tuh diputusin gara-gara cewek kampung? Ew. Sakit harga diri gue coy," sahut Elsa, teman segeng Gracia.

Marsha menghembuskan nafas keras. "Mau lo apa sih?"

Gracia memasang wajah sinis. "Mau ngingetin lo aja kalo lo udah jadi bahan tertawaan seluruh sekolah. Bahkan sampe sekolah tetangga juga tau gosip ini. Selamat ya Marsha Andira, lo semakin terkenal."

"Power couple? Cuih. Mau muntah gue dengernya," sambar Angel yang juga teman segeng Gracia.

Marsha mendekatkan wajahnya pada Gracia. "Denger ya, cewek murahan. Setidaknya gue pernah pacaran sama cowok paling populer di sekolah ini, dikejar-kejar, dibelanjain, ditraktir. Sedangkan lo dengan temen-temen fake lo ini? Cuman bisa berharap dapet lirikan mata Ben. Lo pikir gue gatau kalo yang ngehack sosmed Ben itu elo? Ngelike semua postingan lo supaya orang mikir kalo Ben suka sama lo? Hello? Ngaca. Cewek kayak elo gini mah ga mungkin dapetin cowok sekelas Ben."

Gracia mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. "Ya setidaknya lo pernah pacaran sama Ben, dan dibuang untuk seorang cewek kampung."

"Lo tuh..."

"Girls, kita cabut yuk," ucap Gracia setelah memberikan senyum mengejek pada Marsha.

----

Ini gak bener lagi. Semua orang ngetawain gue gara-gara cewek sialan itu. Gue harus kasih dia pelajaran.

Segera setelah bel pulang sekolah berbunyi, Marsha, Nola, dan Fanny buru-buru membereskan buku dan alat tulis mereka. Mereka merencanakan sesuatu pada Adriana.

"Yang gue perhatiin, tuh cewek kampung selalu pergi ke toilet dulu sebelum pulang. Hari ini dia gak ada latihan, jadi mungkin dia bakalan langsung cabut ke tempat kerjanya," ujar Fanny.

"Nice work, Fan, that's useful," balas Nola.

"Tapi toilet yang mana? Lo kira toilet di sekolah kita cuman satu?" tanya Marsha kesal.

"Don't worry Sha, tuh cewek kampung selalu pake toilet deket gudang olahraga di lantai 5 which is toilet yang jarang dipake," ujar Fanny. "That would be perfect for us."

Segera mereka bertiga menuju toilet lantai 5, menunggu kedatangan Adriana. Benar saja, 15 menit kemudian Adriana muncul hendak mengganti baju untuk kerja paruh waktunya di Mocca Café.

Marsha memberikan kode pada Fanny dan Nola untuk melempar ember berisi air ke arah Adriana, segera setelah ia memasuki toilet.

"Ah! Apa-apaan sih?!" seru Adriana. Buru-buru ia mengecek kantung kertas tempat ia menyimpan baju gantinya. Basah total.

"Ups, kali ini gue sangat sengaja," gumam Marsha lalu tertawa puas bersama Fanny dan Nola.

"Ini balesannya karena lo udah cari masalah sama kita!" ujar Fanny sambil tertawa.

Adriana menghela nafas. Lari, hanya itu yang muncul dalam kepalanya. Ya, ia harus lari. Sedetik kemudian Adriana berlari menjauh dari toilet, namun dikejar oleh Marsha, Fanny, dan Nola. 

"Mau kemana lo, hah?" seru Marsha setelah berhasil mengejar Adriana. 

Adriana menepis tangan Marsha kasar. "Gue salah apa sih sama kalian? Denger ya, gue gak peduli lo pacaran sama siapa dan gue gak peduli sedikit pun tentang kehidupan lo. Kalo lo diputusin, itu berarti karena lo sendiri dan bukan karena gue." 

Kemarahan melingkupi Marsha. "Bukan karena lo, ha? Lo sadar gak sih seluruh sekolah udah ngetawain gue karena lo? Dan sekarang lo bilang ini semua bukan karena lo tapi karena gue? Lo bego apa gimana?" 

Adriana menghela nafas keras. "Sekarang lo maunya gimana? Fine gue minta maaf. Udah kan kelar?" 

Adriana seketika berbalik badan hendak pergi, tapi tangannya ditahan Marsha dan seketika menampar Adriana hingga jatuh tersungkur. 

"MARSHA!" 

Marsha, Fanny, Nola, dan Adriana menoleh pada sumber suara yang terdengar amat marah itu. Benjamin. 

"Lo ngapain hah? Kasar banget sih jadi cewek!" Ben berlari menuju Adriana diikuti Nico, teman satu tim basketnya. "Adriana? Lo gak apa-apa?" 

"Gue gak apa-apa," jawab Adriana. 

Ben bangkit berdiri sementara Nico menghampiri Adriana, membantu gadis itu menemukan keseimbangannya. 

"Gue nyesel banget pernah kenal, apalagi pernah pacaran sama lo. Gak gue sangka, lo luarnya aja cantik, dalemnya busuk," ucap Ben dengan suara berat dan rendah, penuh amarah. "Nic, bantuin gue bawa Adriana." 

Adriana buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman Nico. "Wait gue gak apa-apa." 

"Bibir lo berdarah," ujar Nico. "Lo yakin?" 

"Gue bilang gue gak apa-apa," ucap Adriana lalu berbalik badan hendak pergi, namun seketika berbalik badan lagi. "Makasih." 

"Gak tau diri lo, ditolongin malah ngejutekin," seru Marsha saat melihat Adriana berjalan menjauh. Adriana tak menghiraukannya. 

"Gak ada urusannya sama lo," ujar Ben. "Nic, ayo pergi. Jijik gue deket cewek busuk."


BLUEWhere stories live. Discover now