Tiga Puluh Empat

20.7K 1.1K 3
                                    

"Then tell me what you think about this."

Jae Hyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa canggung dengan situasi ini.

"Well let me explain," ucap Jae Hyun tenang. "Adriana tadi dihina-hina sama Marsha saat kamu enggak ada, dan kebetulan saya lihat kejadian itu dan saya membela Adriana. Habis itu saya bawa dia kesini karena saya tau dia muak ada di dalam sana. Semua orang menatap dia sinis, mungkin karena dia adalah wanita yang dekat dengan kamu. Lucunya, semua wanita pasti akan membenci siapapun yang dekat dengan kamu. Maka dari itulah saya membawa dia kesini."

"Marsha?" gumam Ben pelan. "Marsha.. yang dulu?"

"Iya, mantan pacar kamu," ujar Adriana, nampak kesal. "Makanya jangan negative thinking dulu."

"Ya gimana aku gak negative thinking? Kamu tiba-tiba ilang begitu aja. Eh ternyata kamu disini, berduaan sama cowok gak dikenal di tempat gelap dan sepi," sindir Ben, sama kesalnya.

"Maksud kamu apa? Kamu pikir aku sama Jae Hyun mau macem-macem?" tanya Adriana kesal.

"Apapun bisa terjadi kalo cowok sama cewek berduaan gelap-gelapan."

Adriana menatap Ben tak percaya, lalu menatapnya tajam. Gadis itu tak mengira Ben akan menganggapnya seperti wanita murahan.

"Jadi, selama ini kayak gitu kamu memandang aku, Ben? Cewek yang udah pasti ngegodain cowok lain di tempat yang gelap dan sepi?" ucap Adriana, pelan, rendah, penuh kemarahan. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya, tersenyum pahit. "Aku dari dulu memang rendahan, ya."

Setelah berkata demikian, Adriana berlari meninggalkan Ben dan Jae Hyun. Gadis itu menangis, hatinya seperti tersayat mendengar perkataan Ben.

"Adriana bukan itu maksud aku!" seru Ben, namun tidak dihiraukan Adriana.

Jae Hyun pun nampak kaget. Ia lalu menatap Ben lurus-lurus. "Dude, you just took the wrong way."

Ben balas menatap Jae Hyun tajam, sebelum akhirnya juga meninggalkan lelaki itu dan mengejar Adriana. Ia tahu ia marah, tapi entah kenapa ia malah mengejar gadis itu.

Ben tahu ia marah, tapi ia juga sadar bahwa sebesar apapun kemarahannya pada Adriana, hatinya takkan pernah bisa membenci gadis itu.

----

Tak sulit menemukan Adriana. Gadis itu berusaha berlari, ingin jauh-jauh dari Ben. Gadis itu berusaha sekuat mungkin menghindari Ben, namun sepertinya kakinya tak mengizinkan dirinya melakukan itu. High heels yang dikenakan Adriana menghalanginya untuk menjauh dari Ben. Amat sulit bagi Adriana untuk berlari dengan high heels ini, sehingga membuat gadis itu berniat melepasnya dan membuangnya begitu saja. Hanya saja ia sadar bahwa high heels ini harganya amat mahal, sehingga ia sepertinya tak akan tega membuangnya begitu saja.

Saat Adriana akhirnya memutuskan untuk tetap berlari, ia tersandung batu yang cukup besar yang tak dilihatnya. Adriana kehilangan keseimbangan, gadis itu pun lalu jatuh tersungkur ke konblok. Adriana mengerang kesakitan. Kaki gadis itu terasa sangat sakit, keseleo. Darah segar juga mengalir dari luka pada wajah dan sekujur lengannya. Gaun putihnya pun sobek.

Adriana tak dapat membohongi perasaannya. Sejujurnya, ia sempat berharap lengan kuat Ben akan menahannya, mencegahnya jatuh. Namun ia buru-buru melupakan harapannya itu. Ben adalah orang yang sangat ingin ia hindari saat ini.

Adriana tak mampu bangkit berdiri. Ia tak berdaya. Rasa sakit bertubi-tubi menyerangnya, membuatnya hanya mampu menangis pelan.

"Adriana!"

BLUEHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin