Dua Puluh Lima

31.7K 1.6K 50
                                    

Naomi sedang duduk di lobi gedung Mattheson Tower sambil memainkan ponselnya ketika ia merasa lengannya ditarik secara kasar. Naomi mendongak marah, tatapannya tajam menghujam Catherine Williams, yang tak lain adalah musuh terbesarnya.

"Apa-apaan sih lo? Ngajak ribut?" seru Naomi marah, lalu menepis tangan Catherine secara kasar.

Tatapan Catherine tak kalah tajam. "Lo udah berani main-main sama gue ya, Naomi."

"Main-main apa sih maksud lo?"

Catherine melipat tangan di depan dadanya sambil menatap Naomi lurus-lurus.

"Gak usah pura-pura bego, awas bego beneran," ucap Catherine. "Lo tuh udah berani mempermalukan gue dan adek lo sendiri di acara sebesar Fashion Icon Award. Apa maksud lo, ha? Lo iri sama kesuksesan gue?"

Naomi tertawa sinis. Ia mendekatkan wajahnya pada Catherine. "Gue? Iri sama kesuksesan yang lo dapet dengan cara kotor itu? Maaf aja, gue gak perlu susah-susah kerja pun hidup gue udah terjamin."

"Terus maksud lo mempermalukan gue di depan umum itu apa kalo gak iri?"

"Gue cuman gak mau adek gue satu-satunya pacaran sama cewek rendahan kayak lo. Sampe matipun gue gak akan biarin lo jadi bagian dari keluarga gue. Gue gak akan biarin keluarga gue yang terhormat dinodain sama kehadiran cewek murahan kayak lo."

Catherine menatap Naomi tajam, naik pitam. Tanpa ragu, dilayangkannya tamparan keras pada Naomi.

Namun tak sampai menyentuh pipi Naomi.

"Not so fast, Girl."

Naomi menoleh pada sang sumber suara. Seorang lelaki berkulit kecokelatan, bertubuh tinggi tegap yang bahkan lebih tinggi dari Catherine yang seorang supermodel menahan tangan Catherine. Ekspresi pria itu datar, tanpa ekspresi. Naraka Sadewa.

Catherine menepis tangan Naraka. "Siapa lo?"

Naraka menatap Catherine datar, tak menunjukkan interest apapun. "Peace lover."

"Lo gak usah ikut campur urusan gue sama dia, ya," ujar Catherine menatap Naraka tajam.

"I'm sorry but this is an office, not a sumo hall. So if you want to fight, fight somewhere else. 2 grown-up women fighting in an office is not an appropriate view to the employees here," ujar Naraka lagi, datar.

"Buang-buang waktu aja," gumam Catherine lalu pergi sebelum memberikan tatapan tajam pada Naomi dan Naraka.

Naomi menatap Naraka lembut, hendak berterima kasih. Namun sebelum Naomi mengucapkan terima kasih, Naraka sudah mulai berjalan meninggalkan Naomi.

"Naraka, thanks," gumam Naomi.

Naraka berhenti sebentar, namun tak mengucapkan apapun. Ia lalu lanjut berjalan.

"Naraka lo tuh budeg apa gimana sih?" seru Naomi, menatap Naraka dengan campuran kesal dan bingung.

Naraka berbalik badan, menatap Naomi dingin. "Saya normal."

Naomi berjalan mendekat. "Terus kenapa lo selalu ngacangin gue sih? A simple 'you are welcome' will do."

Naraka menghembuskan nafas malas. "Saya males aja jawab kamu."

BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang