Kemarahan seorang ibu

26K 806 22
                                    


Dirga sedang duduk dengan Anjel diruang kerjanya. Sekarang hari libur,sehingga mereka bisa santai. Dirga meletakkan kepala Anjel kedada bidangnya. Ia mengelus rambut hitam Anjel. Sedangkan Anjel memainkan jarinya didada Dirga.

"Ga, aku boleh minta sesuatu nggak?" Tanya Anjel mendongakkan kepalanya. Dirga menatap wajah Anjel dan mengecup sekilas bibir tipis Anjel.

"Boleh, kamu mau apa sayang? Akan aku kasih kok." Ujar Dirga tak melepaskan matanya dari wajah Anjel. Anjel nampak ragu.

"Ngg...sebenarnya ntah kenapa aku sering mimpi gendong anak." Jeda sebentar membuat Dirga menaikkan alisnya sebelah.

"Kudengar Gladis sudah melahirkan. Dan ananknya kembar. Kamu bisa nggak bawa salah satu dari mereka kesini. Aku janji nggak akan nyakitin dia." Ujar Anjel menatap dirga ragu. Dirga pun hanya tersenyum simpul.

"Yaudah besok aku minta izin sama Gladis untuk bawa salah satu dari mereka kesini." Jawab Dirga memberi kecupan kemata Anjel. Anjel cemberut mendengar jawaban Dirga.

"Loh kok harus izin? Kan kamu ayah mereka. Kenapa harus minta izin sih Ga. Kan tinggal bawa aja salah satunya." Kesal Anjel. Dirga nampak berfikir.

"Oke deh, besok aku akan ngambil mereka. Kamu tenang aja." Ujar Dirga memeluk pinggang ramping Anjel. Tanpa mengetahui kalau siempunya menyeringai.
~~~
Hari ini Gladis duduk dibalkon kamarnya. Ia merasakan sesuatu yang tidak enak. Ia seakan tidak ingin melepas anak anaknya. Ia juga terus memeluk anak anaknya. Gabriel yang melihat perilaku mommynya bingung karena mommynya terlalu posesif terhadap adik adiknya. Bukannya ia iri, namun hanya merasa aneh. Ia pun menepis perasaan tersebut.

"El kamu jagain adek adek kamu dulu ya bentar. Mommy mau beli sesuatu ke mini market tempat aunt Meira kerja. Jagain bentar ya. Kalau mom bawa, cuaca sedang panas." Ujar Gladis menghampiri anaknya. Gabriel mengangguk mengiyakan perkataan mommynya. Gladis tersenyum lalu mencium anak sulungnya tersebut. Setelah itu, ia keluar mmenuju tempat yang akan ia tuju.
~~~
Sekarang Dirga menuju apartemen yang berada jauh dari tempat tinggalnya. Ia akan mengambil salah satu anaknya. Sebenarnya ia sedikit ragu, namun ia juga ingin melihat anak anaknya. Ayah yang baik, suami yang brengsek. Itulah mungkin julukan yang pantas author berikan padanya. Sekarang ia sudah sampai didepan pintu apartemen tersebut. Sedikit ragu, ia mengetuk pintu apartemen tersebut. Tidak ada jawaban. Akhirnya ia memberanikan diri masuk karena pintu yang tidak dikunci. Ia mengendap ngendap masuk kedalam apartemen tersebut. Tidak ada siapa siapa. Ia pun membuka salah satu pintu. Membukanya perlahan takut ada seseorang didalam sana. Memang ada orang. Ia masuk kedalam kamar tersebut dan melihat anak anaknya yang sedang tertidur pulas. Begitu pula dengan anak sulungnya. Ia menengok kedalam 2 box bayi yang ada disana. Kedua anak kembarnya sedang tertidur. Ia mencoba menggendong salah satu. Perlahan supaya bayi tersebut tidak bangun. Ia pun keluar dengan perlahan. Takut membangunkan makhluk yang sedang tertidur. Ia mengendap endap secara perlahan. Dirinya sudah sepertu maling anak. Akhirnya, Dirga sampai diluar dan langsung menuju mobilnya.
~~~
Gladis bergegas keluar dari taxi yang ia tumpangi. Perasaannya sejak tadi tidak enak. Ia membuka pintu apartemen tersebut tergesa gesa. Segera ia berlari menuju kamarnya ingin melihat anak anaknya.

Ketika ia membuka pintu kamarnya, ia melihat Gabriel yang tertidur pulas. Perasaannya tambah tidak enak. Ia segera menghampiri kedua box bayinya. Matanya membulat sempurna ketika melihat salah satu box bayinya kosong. Ia membangunkan Gabriel dari sleeping handshomenya.

"El, bangun sayang." Gladis menguncang guncangkan tubuh anaknya. Sedangkan Gabriel membuka matanya perlahan dan mendapati wajah mommynya yang panik.

"Ada apa mom? El masih ngantuk..hoaammm." ujarnya sambil menguap.

"El tadi uncle Abrar ada datang kesini nggak? Atau ada nggak dia bawa Clara?" Panik Gladis sambil mencari cari ponselnya.

"Emang kenapa mom?" Tanya Gabriel mengucek ngucek matanya.

Nikah Muda (REVISI)Where stories live. Discover now