gomennasai

29.1K 806 27
                                    


Abrar menghampiri Dirga yang termenung diruang rawat Gladis. Ia menepuk pundak Dirga membuat Dirga menoleh padanya.

"Bro, lo udah nyerah? Bahkan lo belum bicara sama Gladis. Lo belum minta maaf sama Gladis. Lo cemen kalau lo nyerah sekarang." Dirga menoleh sekilas pada Abrar dan kembali menoleh keluar jendela.

"Gue bisa apa? Dia udah milih lo. Dan lo pasti nggak akan menyia nyiakan kesempatan ini kan?" Ujar Dirga dengan nada pasrah. Sedangkan Abrar hanya tersenyum miring.

"Gue ngfak akan nerima. Kalau dia minta gue nikahin dia karena sakit hatinya ke elo, gue nggak akan terima. Kalau dia cinta sama gue, baru gue terima. Gue sama aja kayak pelampiasan kalau gue nerima dia. Jadi, lo masih punya harapan. Lo harus ngejar dia lagi. Lo harus perjuangkan dia lagi. Jangan karna lo denger caciannya, semangat lo udah putus. Malah, jadiin itu pembakar semangat lo." Ucap Abrar yang juga memandangi jalan melalui jendela yang sama dengan Dirga. Dirga yang mendengar itu mengangguk.

"Trima kasih man. Mungkin kalau orang lain dia nggak akan bersikap kayak lo. Gue janji gue akan berusaha sebisa gue." Tekat Dirga membuat Abrar tersenyum simpul. Mereka larut dalam pikiran mereka masing masing. Sampai sebuah suara menginterupsi lamunan mereka.

"Brar, haus." Abrar menoleh kebelakang dan mendapati Gladis yang berusaha untuk duduk. Abrar segera menuju kearah Gladis dan membantu Gladis duduk. Abrar mengambil segelas air dan membantu Gladis untuk meminumnya.

"Yasudah, aku mau keluar sebentar ya. Kamu sama Dirga dulu." Ucap Abrar memandang Gladis. Gladis yang mendengar nama Dirga langsung menarik tangan Abrar mencegah Abrar pergi. Namun Abrar hanya tersenyum melepaskan genggaman tangan Gladis dan keluar meninggalkan mereka. Sunyi merasuki mereka berdua. Tak ada yang memulai pembicaraan. Dirga yang merasa inilah saatnya mendekat kearah Gladis. Gladis memalingkan wajahnya kearah kiri enggan melihat wajah suaminya tersebut. Dirga tetap mendekat dan memegangi tepi kasur tersebut.

"Dis, tolong lihat aku." Pinta Dirga lirih. Sedangkan Gladis tak bergeming dari posisinya. Melihat respon Gladis, Dirga memberanikan menyentuh tangan Gladis namun langsung ditepis kasar oleh Gladis.

"Apa lagi? Apa lagi yang kamu mau? Dan kenapa kamu kesini dengan tangan kosong? Mana surat perceraian kita hah? MANA?" Hati Dirga mencelos mendengar perkataan Gladis. Dirga memegang erat tepian kasur tersebut.

"Dis, aku mau membatalkan perceraian kita. Ak-aku minta maaf. Aku salah. Ak-"

"Dibatalkan? Aku nggak mau. Dan tidak ada kata maaf bagimu." Gladis memandang tajam Dirga. Sedangkan Dirga hanya diam.

"Dis, kumohon dengarkan penjelasanku. Aku ditipu Dis. Akh minta maaf karena nggak dengerin perkataanmu. Aku minta maaf." Sesal Dirga mencoba membuat Gladis mengerti. Sedangkan Gladis hanya tersenyum sinis.

"Itu salahmu. Sekarang pergi dari sini. Aku nggak mau lagi liat kamu." Usir Gladis sinis. Dirga tertegun mendengar usiran Gladis. Sebelum ia ingin menjawab, Dirga merasakan dorongan pada dadanya.

"Apalagi yang kamu tunggu? Pergi dari sini. PERGI!!!" Gladis memukul dada Dirga cukup keras. Namun tak mempan karena tenaganya yang kecil. Gladis membuka paksa infus ditangannya dan mencoba mendorong Dirga. Dirga yang melihat itu hanya membulatkan matanya karena darah yang mengalir dari tangan Gladis. Ia coba menghentikan kelakuan Gladis. Namun Gladis beringsut turun. Gladis terduduk dilantai sambil merintih kesakitan. Dirga mencoba membantu namun Gladis kembali berteriak padanya.

"PERGI DARI HADAPANKU!!!!" Teriak Gladis mengeluarkan air matanya. Tak lama, Abrar masuk keruangan Gladis dan mendapati Gladis yang menangis terisak. Sedangkan Dirga hanya diam membatu.

"Hiks.. sakit. Abrar kenapa kakiku nggak bisa digerakkin? Hiks... Abrar. Jauhkan dia dariku." Tangis Gladis memukul mukul kakinya kesetanan. Sedangkan Abrar mencoba menenangkannya dan menyuruh Dirga keluar untuk memanggil dokter. Dirga hanya menurut sambil keluar dengan air muka yang sedih.

Nikah Muda (REVISI)Where stories live. Discover now