Letter - Part 35

852 60 56
                                    

Langit kamar adalah satu-satunya pemandangan yang kulihat saat ini.

Pikiran yang sejak tadi memaksa sudut bibirku untuk melengkung tinggi, terus berputar.

Aku memikirkannya.

Dan aku membayangkannya.

Kuambil bantal yang sejak tadi menopang kepalaku dan ku tenggelamkan wajahku di sana.

Aaaaaaaaa.

Aku berteriak. Aku merasa akan meledak. Detak jantung ini ... Benar-benar menyiksa pernapasanku.

Aaaaaaaaa.

Oke. Stop.

Kulihat jam weker di atas nakas yang bersebelahan dengan tempat tidurku.

Pukul 01:23 wib.

Bagus. Ini sudah lewat tengah malam dan mataku masih terbuka lebar.

Aku terbangun dan duduk senyaman mungkin. Memandangi jaket varsity warna navy yang tergantung sempurna di belakang pintuku.

Oh my god.

This's reality?

Aku mulai meremas gemas bantalku lagi seraya menahan teriakan yang bisa mengganggu seantero rumahku.

Aku merebahkan kembali kepalaku di atas kasur yang kurasa sangat empuk.

Hey, lo harus tidur! Apa Ka Albyan harus punya kesempatan buat liat mata panda jelek lo itu?!

Seketika monologku bermain. Aku mengangguk-angguk setuju, lalu memaksa mata untuk terpejam.

1 detik...

2 detik...

3 detik...

Sial. Aku tidak bisa tidur.

Kubuka mata dan sekilas berpikir.

Oh! Mungkin ini bisa membantu.

Aku beranjak berlari lalu mengambil jaket Ka Albyan dan melompat ke kasur dengan jaket yang ku peluk erat.

Akhirnya...

Aku terpejam senang dan tertidur damai dengan perasaan nyaman di sertai senyuman lebar. Eummm.

*

"Ka, ini." Aku menyodorkan jaket itu dengan yakin.

Dia menerimanya.

"Makasih ya, Ka." kataku dengan tersenyum.

"Iya sama-sama," dia membalas senyumku.

Lalu setelah itu...

"Ih apaan nih?!" Dia melemparkan jaket itu kepadaku, "bau keringet! Iyuuhh. Cuci sana!" bentaknya dengan melotot.

Aku langsung memeluk erat jaket itu, lalu mencubit lengannya kencang.

"Aaaa sakit, Kei, sakittt." ringisnya.

"Rasain! Lagian lo berani-beraninya ngelempar jaket Ka Albyan." ujarku kesal, kemudian melepaskan cubitanku.

"Lagian sih, lo gak serius banget, Vel!" lanjutku kesal.

Vela hanya menggaruk kepalanya sembari nyengir. -anak ini emang gak bisa akting, err-

Only HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang