Focus- Part 37

658 43 11
                                    

Seharusnya malam ini, aku bahagia.

Seharusnya malam ini, aku puas bercerita dengan Vela.

Seharusnya malam ini, aku menikmati hadiah yang diberikan Vela.

Seharusnya malam ini, kami menjadi orang gila (?).

Dan seharusnya malam ini adalah malam yang lebih menyenangkan dari malam kemarin, karena mengingat apa yang terjadi padaku beberapa jam yang lalu.

That's so wonderful hehe.

Tapi, tidak.

Untuk saat ini aku lebih memilih diam, karena Niken yang tiba-tiba ikut bergabung dengan kami sekarang.

Bukan, bukannya aku tidak ingin membagi kebahagiaanku dengannya. Tapi, sepertinya Niken yang lebih membutuhkan kami untuk membagi kesedihannya.

"Ken, lo kenapa, sih? Coba cerita sama kita," bujuk Vela sembari mengusap lembut punggung Niken.

Niken hanya membeku sejak tadi, dia datang dengan wajah muram, dilengkapi oleh ke dua mata yang terlihat sangat sembab.

Bisa kutebak dia habis menangis.

Aku dan Vela saling memandang. Di kamarku sudah terjadi keheningan sejak beberapa menit yang lalu.

"Ken, kalo lo gak mau cerita, gapapa. Tapi seenggaknya lo harus senyum, biar kita gak khawatir kayak gini, Ken," ujarku menambahkan.

Perlahan pandangan Niken naik, menatap aku dan Vela dengan penuh kesedihan.

Bibirnya bergetar, dia seperti ingin mengatakan hal yang sangat sulit untuk diungkapkan. "G-gue..." gumamnya tak jelas.

Aku menatap matanya lekat, menunggunya untuk berbicara lebih banyak lagi.

"G-gue p-putus sama Reihan," ujarnya kemudian.

"P-putus?!" tanggap kami bersamaan.
Air bening yang keluar dari kelopak matanya, seketika menetes membasahi bantalku yang di peluknya.

Setelah itu Niken menenggelamkan wajahnya dalam pada bantal, "Gue gak tau kenapa? Tiba-tiba dia minta putus dan gue ... Gue ..., hiks ... Hiks."

Tangis Niken pecah dan dia tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi.

Aku dan Vela segera mengambil tempat di sampingnya, lalu memeluknya erat.

"Ken, jangan nangis," ucap Vela, "gue gak mau ngeliat lo nangis...." lanjutnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Aku tidak mengatakan apapun, aku hanya mampu memeluk dan mengusap lembut kepalanya, karena takut akan membuatnya semakin sedih.

Jadi, perselisihan yang kulihat beberapa hari yang lalu bukanlah hal yang biasa? Tadinya, aku berpikir itu hanyalah perselisihan kecil yang biasa di alami dalam suatu hubungan.

Tapi ternyata, itu berdampak besar bagi hubungan keduanya.

"Lo kenapa jahat banget sama gue? Gue salah apa sama lo?" tanya Niken yang sudah pasti bukan ditujukan untuk aku atau Vela.

Tangis Niken semakin menjadi, dadanya naik turun tidak teratur, aku bisa merasakan sesak yang dia rasakan.

Malam ini sepertinya akan terasa panjang untuk kami bertiga, terutama Niken yang terus mengeluarkan air matanya tanpa lelah.

*

Aku mengetukkan jariku beberapa kali di atas meja, sambil menatap ke arah pintu kelasku.

Aku merasa marah, atas apa yang di lakukan Reihan kepada Niken.

Bisa-bisanya dia memutuskan hubungan tanpa sebab apapun dan membuat Niken terpenjerat pada harapannya yang pupus.

Only HopeWhere stories live. Discover now