Part 41

1.3K 69 27
                                    

Alunan musik senam kebugaran jasmani terdengar menggema di lapangan utama, titik pusat dari SMA Mahadibya.

Seluruh siswa, tidak terkecuali para guru berbaris rapi membentuk tatanan layaknya sikap siap untuk bersenam.

"Rentangkan tangan dan mari kobarkan semangat masa muda yang kalian punya!" teriak sang instruktur, yang tidak lain adalah guru olahraga kami, Pak Bambang.

Para siswa bergemuruh ria, menjawab dengan semangat apa yang dicetuskan olehnya.

Setelah menikmati seruan para anak didiknya, Pak Bambang segera mengeraskan volume speaker sampai membuat semangat siswa semakin berkobar untuk bergoyang.

"1, 2," Pak Bambang menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, untuk memulai gerakan kegiatan baru di jumat pagi ini.

Senam yang dilakukan semua penghuni SMA Mahadibya sekarang ini, adalah awal dari rangkaian ide kepala sekolah yang baru saja menerima jabatannya kira-kira sekitar 30 hari yang lalu.

Sebagai kepala sekolah baru, ia sangat bersemangat meng-uprage kegiatan yang akan menjadi rutinitas kami selanjutnya.

Ia memadatkan waktu belajar kami dari pukul 7 pagi hingga 5 sore, pada hari senin sampai kamis. Yang berarti membuat kami terperangkap lebih lama di balik jeruji besi pagar sekolah, hm.

Tapi disamping itu, ia menyingkirkan PR yang mana menjadi beban besar sejak kami mulai menyandang gelar sebagai seorang pelajar.

"Tidak ada tugas untuk kalian kerjakan di rumah karena Bapak juga tidak suka tugas rumah." kira-kira begitulah untaian kalimat yang diucapkan Pak Rusly si pejuang kebebasan kami yang baru. Yots!

Tidak sampai disitu, hari jumat pun ia jadikan hari kebebasan dan pengembangan minat untuk para siswa.

15 menit sudah berlalu, senam ini hanyalah pemanasan untuk kami. Kegiatan inti dari hari jumat ini adalah lari pagi mengelilingi wilayah disekitar sekolah yang jaraknya kurasa cukup untuk menguras keringatku.

Tetapi tidak masalah karena ini menyenangkan.

"Dilarang memotong jalan, apalagi memakai kendaraan! Kalau ada yang seperti itu, Bapak tidak segan untuk menghukum kalian." kata Pak Bambang dengan tegas.

Kami semua menjawab mengerti.

"Dan kalian juga tidak boleh berjalan! Kalian harus berlari." lanjutnya yang membuat para siswa merasa terkejut, termasuk aku.

"Loh, kenapa Pak? Kan cape kalo lari terus." teriak salah satu dari kami.

"Karena ini adalah penilaian awal dari nilai olahraga kalian." ucapnya dengan tersenyum, "semua guru olahraga akan setia menunggu kalian dengan stopwatch yang mereka pegang, jadi jangan sampai jadi yang terakhir, ya!"

Bisa kulihat, semua guru olahraga sekarang tersenyum jahat ke arah kami.

Shit.

Detik selanjutnya, gerbang sekolah dibuka, seluruh siswa segera berbondong-bondong lari dengan sekuat tenaga.

Pemandangannya sudah tercerai-berai, tidak ada barisan sesuai kelas yang terlihat seperti biasa.

Mereka sangat perduli dengan nilainya.

"Eh tungguin gue," ujarku pada teman sekelas yang baru saja menyalipku.

"Cepetan, Kei, gue nggak mau jadi yang terakhir." jawabnya lalu lari meninggalkanku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 07, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Only HopeWhere stories live. Discover now