For Reset - Part 40

767 49 15
                                    

-Air mata adalah sesuatu yang ambigu. Antara sedih dan senang, mereka selalu samar menyatu.-

***

"Jadi gini rencananya,"

Setelah menceritakan semuanya pada Vela, kamipun merencanakan sebuah upaya untuk memperbaiki keadaan.

Dan berharap semuanya kembali seperti semula.

"Jadi kita harus bohong gitu, sama mereka?" tanya Vela tidak yakin.

Aku mengangguk, "Harus. Karena mereka nggak akan mau dateng kalo salah satunya ada di sana."

"Hm, iya juga, sih. Oke deh gue ngerti."

"Good."

"By the way, tadi lo sama Dio ngapain, hayo?" tanyanya sembari menaik turunkan alisnya.

Argh, anak ini pasti teringat dengan kalimat Dio tadi.

"Vel, please deh jangan terhasut sama omongan ngaco Dio. Itu anak udah gak waras tau! Mana ketawa mulu lagi, heran gue."

"Hahaha parah lo, Kei."

"Ih, ini tuh fakta, Vel."

"Iya-iya percaya deh gue." katanya yang membuatku mengacungkan jempol ke arahnya.

"Tapi Kei, mendingan Dio yang gila kayak sekarang daripada Dio yang jutek kayak dulu ya, kan?"

"Hah?"

"Ya, lo pasti inget kan, betapa keselnya lo sama Dio waktu awal kita kelas sepuluh?"

"Oh waktu itu, eum, pasti ingetlah gue. Kalo inget itu rasanya gue mau jambak rambutnya Dio tau gak?!"

"Nah, kenapa tadi lo nggak jambak rambutnya? Biar lo puas haha,"

"Oiyaya ... Bego banget sih gue. Eh tapi jangan deh, Vel."

"Kenapa emang?"

"Nanti kalo gue jambak, rambutnya bisa rontok terus botak lagi. Hm, kan gawat kalo aura cogannya jadi berkurang haha,"

"Anjir, pemikiran lo, Kei," Vela geleng-geleng kepala, "Gue setuju." lanjutnya yang membuat seisi koridor penuh dengan ledakan tawa kami.

Untung saja koridor sepi, karena para siswa pasti sedang memanjakan perutnya masing-masing di kantin sana.

Kalau tidak, kami pasti sudah dikatakan seperti orang gila, hehe.

"Ah, gue lupa." ujar Vela sembari melihat ke arah jam tangan.

"PR gue belum selesai, Kei, dan itu dikumpulin abis jam istirahat pertama." katanya dengan panik.

Aku geleng-geleng kepala, "PR tuh selesain di rumah bukan di sekolah, dasar." kataku sok bijak.

"Yee, kayak nggak pernah aja,"

Aku hanya tertawa menanggapinya.

"Yaudah gue tinggal ya, babay." pamitnya kemudian berlari begitu saja.

"Eh Vel, jangan ninggalin gue," ujarku yang tidak dihiraukannya.

Baiklah. Aku sekarang sendiri di sini dan statusku sebagai seorang jomblo, semakin terpampang nyata.

Keira kuat kok.

Sambil menunggu bel masuk berbunyi, sepertinya bukan hal yang buruk untuk menunggu di sini.

Only HopeWhere stories live. Discover now