Chapter 2

7.1K 251 2
                                    

If you likes this story, please give your good feedback, thankyou :)

*

CHAPTER 2

Gue gak mau ngobrol sama orang yang udah nyakitin hati gue-RGA

🍁

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi, para siswa SMA Harapan Raya sudah banyak yang pulang. Namun lain halnya yang terjadi di lapangan indoor . Ada Revan sedang memantul-mantulkan bola basket di tangannya. Sekali ia mencoba menembak ke ring dan bola itu masuk dengan mulusnya. Three poin andalannya.

"Hai, Bro, tambah jago aja lo," itu tadi suara Devian yang sedang menghampiri Revan.

"Alah, lo niatnya muji atau ngejek, jelas-jelas juga lebih jago elo," balas Revan kepada cowok itu sambil berusaha mengambil bolanya yang masih memantul-mantul di lantai lapangan itu.

"Astaga Re, apa suara gue mengisyaratkan kalo gue ngejek ?" alisnya saling bertaut dan mukanya memelas. Revan hanya membalasnya dengan tatapan jijik.

"Mana Ardian, Step, sama Tama ? Tumben tiga centil-centil itu gak keliatan," tanya Revan saat menyadari bahwa Devian datang sendirian ke sana.

"Lo kangen mereka ? Astaga, kayaknya gue perlu ngasih lo reward," balas Devian terkikik.

Di antara sahabat-sahabat Revan yang lain, Devian yang paling pendiam dan pembawaannya kalem. Tapi jangan salah sangka dulu, dia kalem-kalem adem kalau dilihat, gak sedikit cewek seangkatan atau sekelas dengannya tertarik dengan sikap kalem yang Devian miliki.

"Apa kabar hati lo, Re ? Masih belum bisa move on dari cewek-salah-paham lo itu ?" tanya Devian. Dan satu lagi, dia yang paling mengerti Revan di antara yang lain, masalah hati Revan, Devian selalu bisa menebak dan tebakannya hampir selalu minus dari kesalahan.

"Lo kenapa sih tiba-tiba dateng dan bahas itu ?" Revan balik bertanya dengan sedikit jengkel.

"Ya lo biasanya kalo main sendiri di sini kalo lagi banyak pikiran, jangan bohongin gue."

Sejenak Revan terdiam. Lalu akhirnya dia menjawab sambil berjalan untuk mengembalikan bola basket ke keranjangnya dengan sekali lempar, "Gue belum bisa ngelupain dia."

"Astaga, Re," tutur Devian dengan nada terkejut yang sangat amat kelihatan bahwa hanya dibuat-buat.

Revan berbalik menuju Devian dan melirik temannya sebal lalu melanjutkan, "Tapi hati gue juga gak bisa bohong kalo gue rasanya tertarik sama cewek lain."

"Astaga, Re, yang bener aja lo ?'

Lo teralu banyak bilang astaga, Dev.

"Cewek mana sih yang berhasil menangin hati lo setelah Nadiva ? Selama 2 tahun aja lo kayak jomblo ngenes," lanjut Devian.

Revan hanya melirik tajam Devian yang meringis ke arahnya. Revan lagi galak kayaknya ya.

"Yaudah lah, Re. Bagus kalo lo udah ada pengganti Nadiva, seenggaknya lo enggak jadi cowok yang dikejar-kejar banyak cewek tapi lo gak pernah sekalipun ngrespon mereka dan lo tetep aja kepikiran Nadiva. Semoga cewek yang lo pilih gak salah," ujar Devian sambil berlalu pergi.

"Tapi kan, Dev, gue belum sele—"

Perkataan itu cepat-cepat dipotong oleh teriakan Devian, "Gue tahu seorang Revan gak mungkin milih sembarang cewek."

Akhirnya Revan hanya menatap kepergian Devian dengan lesu dan dia pun juga beranjak pergi.

***

Revan menyesap kopinya di teras belakang rumah, entah mengapa dia merasa butuh relaksasi. Ia masih ingat betapa terkejutnya ia ketika menggendong Ratu ke UKS, dia merasa bahwa ia sedang menggendong perempuan yang dulu pernah disakitinya, yang setelahnya ia sesali karena sudah mengucapkan kata-kata itu.

Revan baru saja keluar dari ruangannya melaksanakan latihan ujian. Reza, teman dekatnya, tiba-tiba muncul.

"Hello, ma bro. Udah mau pulang ? Ayo bareng gue," ucapnya merangkul bahu Revan.

"Iya ah, cerewet banget sih lo," Revan mendengus kesal melepas rangkulan di bahunya lalu berjalan mengambil tasnya dan menyandangnya di bahu.

"Lo kenapa sih ? Masih banyak masalah ?" tanya Reza mencoba pengertian.

"Mau tahu aja sih lo."

"Lo itu aneh, lo gak mau ngasih tau gue tapi  ending-ending-nya gue sering kena marah lo, bingung gue, Van," kata Reza melas.

Tak enak hati, Revan akhirnya menarik Reza. "Ayo, pulang. Gak usah mikirin itu lagi."

Reza menurut saja, tangannya masih dipegang Revan sampai saat Revan samar-samar mendengarkan seseorang menangis, dia melepaskannya tangannya. Berusaha tidak memikirkan lebih jauh suara itu, Revan kembali fokus dengan jalannya, menunduk.

Satu menit, dua menit.

Dan saat Reza berkata histeris, dia mendongak.

Nadiva dan Nisa ada di hadapannya hendak beranjak namun terhenti oleh kehisterisan Reza. Revan mengamati Nadiva, saat itu pula Nadiva mengangkat wajahnya, dapat Revan lihat sekilas wajah merah Nadiva dengan mata dan hidungnya yang sembab sebelum Nadiva menunduk lagi dan Revan membuang pandangannya.

"Van, cewek lo kenapa ? Lo bukannya panik malah gue yang panik," ucap Reza membuat Revan yang sejak tadi terdiam menjadi bersuara.

"Enggak lagi."

"Gue udah capek jalanin hubungan sama dia."

"Gue gak mau ngobrol sama orang yang udah nyakitin hati gue, mending kita pulang, atau lo masih  mau di sini silahkan, gue duluan," ucap Revan bertubi-tubi.

Revan menyeruput kopinya lagi. Kata-kata yang dia sesali pernah keluar dari mulutnya di depan Nadiva. Dia tahu dia salah telah membuat keputusan itu dan semakin salah lagi jika dia berharap Nadiva kembali kepadanya. Itu ekspetasi yang sangat bodoh.

***

Hey, i'm come back. Chapter 2 akhirnya terposting juga. Itu words gak sebanyak chapter 1, tapi semoga kalian (tetep) suka.
Jangan lupa vote dan komen :)

[HRL-1] Queen & Cassanova (COMPLETED)Where stories live. Discover now