Chapter 12

3.1K 129 0
                                    

If you likes this story, please give your best feedback, thankyou :)

*

CHAPTER 12

Setelah kamu kembali dan tetap di sini, aku tidak akan menuntut apa-apa lagi. Tapi jika kembali adalah hal berat bagimu, aku akan berhenti menunggu. Aku bukan egois, hanya saja aku takut hati akan terus terkikis.

🍁


Suasana Bandung pagi itu tidak terlalu panas, awan-awan menggantung ceria, dan matahari yang mengintip dari balik awan dengan senyum hangatnya. Suasana yang menyenangkan itu membuat Nadiva betah memandang ke luar jendela, menatap tiang-tiang lampu jalan, orang yang berlalu-lalang di pinggir jalan, maupun melihat mobil dan motor yang melintas.

"Gimana sekolah lo di sini, Nad ? Baik ?" tanya Rei memecah keheningan yang terjadi. hampir 15 menit dari rumah Nadiva tadi, mereka berdua sama-sama diam, Rei fokus menyetir sedangkan Nadiva terus saja memandang ke luar jendela.

"Baik-baik aja kok, Rei. Tapi sayangnya gue belum bisa nemuin teman yang baik dan asyik kayak lo sama Nisa. Eh iya, gimana tuh keadaan Nisa di Jakarta ?" Nadiva menoleh dan balik bertanya.

"Dia satu sekolah sama gue."

"Wah kayaknya asyik kalo kita bertiga satu sekolah," ucap Nadiva sumringah.

"Lo sih pake pindah ke Bandung segala," kata Rei mengerem mendadak.

"Hati-hati, dong, Rei," ucap Nadiva sedikit terkejut.

"Lampu merah," jawab Rei santai sambil menunjuk traffic light yang memancarkan cahaya warna merah. Nadiva memilih diam kembali.

Terjadi hening lagi sampai terdengar suara klakson yang panjang dari belakang.

"TIIIIIIIIIIIIINNNNNNNNNN"

Keduanya menoleh ke asal suara, menyadari ada truk di belakang yang melaju dengan kencang, Nadiva berteriak. "Gas sekarang, Rei!"

Rei menoleh ke arah lampu lalu lintas yang masih berwarna merah dengan gusar dan jalan di depannya yang masih ramai oleh kendaraan dari arah lain. Tapi ada lebih penting dari itu, maka Rei dengan segera menginjak pedal gasnya.

Namun, semuanya terlambat, truk di belakang mereka sudah terlebih dahulu menabrak mobil Rei bahkan sebelum Rei sempat melajukan mobilnya.

Terdengar suara tabrakan yang cukup keras dan suara gesekan di aspal yang memekikan telinga dan membuat siapapun yang mendengarnya meringis ngeri.

Semua suara itu masih dapat terdengar di telinga Nadiva ketika dia merasakan benturan yang cukup keras di kepalanya. Dia melirik Rei dengan lemah, satu detik.....dua...tig-belum sampai detik ketiga Nadiva sudah tak sadarkan diri.

Orang-orang di sekitar sana segera mengerubungi tempat terjadinya kecelakaan beruntun itu. Nadiva dan Rei salah satu korbannya, tentu saja, mobil yang ditumpangi mereka berdua yang pertama tertabrak. Saat berhenti di lampu merah tadi dari arah belakang datang truk yang kehilangan rem-nya ketika sedang melaju dengan kecepatan cukup tinggi.

Mobil Rei terbawa beberapa meter ke depan setelah tertabrak truk itu dan menabrak mobil lainnnya. Mobil bagian depan yang sedikit hancur sementara bagian belakang yang ringsek parah.

Rei merasakan pusing di kepalanya dan kakinya yang terasa sakit. Ia melihat ke arah Nadiva dan mendapati Nadiva pingsan dengan luka di kepalanya, ia tidak cukup kuat untuk melihat kondisi Nadiva lebih lanjut dan akhirnya pingsan.

***

Kecelakaan yang Rei sesali.

Kecelakaan yang membuat perempuan di sampingnya harus merasakan sakit dan koma berhari-hari.

Saat akhirnya Nadiva bangun dari koma-nya, Nadiva harus merasakan kenyataan pahit selanjutnya bahwa dia mengalami amnesia.

Amnesia yang akhirnya membuat nama Nadiva berubah menjadi Ratu dan juga membuat keadaan yang hampir semuanya berubah.

Namun, ada yang Rei syukuri sekarang karena serentetan kejadian itu membuat Ratu akhirnya kembali menetap di Jakarta.

Yang membuat Ratu akhirnya kembali bersamanya.

"Rei, jangan ngelamun," tegur Ratu menyadarkannya.

"Eh iya. Sorry, Rat," Rei gelagapan dan membenarkan posisi duduknya dengan keki kemudian kembali memfokuskan pikirannya ke jalan yang dia lewati.

"Mikirin apa sih ?" tanya Ratu penasaran.

"Mikirin lo," jawab Rei gamblang tanpa melepas pandangannya dari jalanan di depannya.

Ratu seharusnya sudah tidak akan merasakan panas di pipinya saat Rei berbicara seperti itu padanya. Namun, terkadang pipinya berrkhianat.

"Nah, malah sekarang lo yang ngelamun, Rat," ucap Rei menyadarkan Ratu. Ratu mengerjapkan mata berkali-kali. Dia ngelamun ? Kok nggak kerasa ya ? Eh, emang ngelamun bisa kerasa ya ?

Lagi-lagi Rei menyadarkan Ratu. "Ayo, turun, udah sampe ini," butuh waktu untuk Ratu mencerna perkataan Rei itu. Turun ? Iya, turun. Dengan segera ia turun dari mobil dan menyadari Rei sudah berjalan masuk ke toko itu.

Gue kok jadi lemot gini sih ?, rutuk Ratu berusaha mengejar langkah Rei yang sudah sampai di dalam toko.

Rei melihat-lihat beberapa buket bunga dan juga bertanya-tanya soal harga dan bagaimana pemesanannya, setelah beberapa menit dan juga sudah berdiskusi dengan Ratu akhirnya Rei memesan buket bunga anggrek dan bunga lily.

"Lo mau bunga apa ? Kalo pengen ambil aja," tawar Rei kepada Ratu setelah urusannya selesai.

"Bunga mawar putih bagus deh," jawab Ratu dengan tatapan melekat pada bunga mawar putih di dekatnya dan menatapnya penuh minat.

"Mbak, saya mau buket mawar putih ini, buat sekarang," kata Rei pada pelayan di situ. Dengan sigap, pelayan perempuan itu membuat buket bunga dan selesai di beberapa menit kemudian, setelah membayar, Rei kemudian menyerahkan buket mawar putih kepada Ratu.

"Makasih ya, Rei," ucap Ratu menerima buket itu dan dibalas senyuman oleh Rei.

"Yuk, pulang," ajak Rei tanpa basa-basi lagi, lalu dia menggandeng tangan Ratu. Ratu membulatkan matanya tak percaya, namun hanya menurut saja ketika Rei menuntunnya ke mobil. Perjalanan yang sangat tidak terasa karena pikirannya melayang-layang tak tentu arah sampai akhirnya sekarang dia kembali ke kamarnya.

Ratu melirik ke arah jam di kamarnya yang menunjukan bahwa sekarang sudah pukul 8 malam-selepas dari toko bunga tadi Rei mengajaknya untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang. Ratu merebahkan diri di kasur, berharap dia mendapatkan pencerahan mengenai apa saja yang sudah terjadi akhir-akhir ini : dirinya mengobrol dengan Revan yang baru dikenalnya dan jalan berdua dengan Rei, begitu juga sikap Nisa waktu itu yang tampak aneh.

Apa ya yang akan terjadi setelah ini ?, pikir Ratu.

Semakin dipikirkan semakin membuat Ratu bingung dan akhirnya mengantuk. Ratu memutuskan untuk tidur, berharap besok ia tidak akan dibingungkan lagi dengan keadaan. Ratu melirik bunga mawar putih pemberian Rei yang ia taruh di meja dekat kasurnya, ia tersenyum kecil kemudian terlelap.

***

Haiii, maaf banget telat update lagi. Sejujurnya aku capek karena kegiatan sekolah maupun luar sekolah, tapi yaudahlah, bela-belain nerusin cerita ini buat kalian. Semoga suka :)

[HRL-1] Queen & Cassanova (COMPLETED)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora