Chapter 9

3.6K 156 2
                                    

If you likes this story, please give your best feedback, thankyou :)

*

CHAPTER 9

Gue gak nyangka Revan bisa ngobrol akrab sama lo lagi-Annisa.

🍁

Kalau tadi yang dinanti-nanti Revan adalah bel istirahat, sekarang yang ia nantikan di jam terakhir hari ini adalah bel pulang. Entah mengapa dia merasa tidak betah duduk di kelas, padahal ia baru saja masuk kelas karena tadi ada rapat OSIS. Tentu kalau Revan selalu mengikuti rapat OSIS, dia ketuanya.

Begitu mendengar bel pulang, dia segera merapikan buku-bukunya dan memasukannya ke dalam tas. Lalu dia hendak beranjak dari tempat duduknya ketika gurunya memanggil.

"Mau kemana Revan?" tanya guru itu dengan tatapan tajam.

"Pulang, Pak," jawab Revan santai.

"Duduk atau jam pulang kamu saya perpanjang dengan mengepel toilet ?"

Revan kembali duduk di kursinya. "Saya milih duduk aja deh, Pak," ucapnya dengan memasang tampang tanpa dosa. Mendengar kekonyolan Revan, sontak terdengar tawa dari teman-teman sekelas Revan.

"Diam atau jam pulang kalian juga saya perpanjang?" ucap Pak Zaki dengan nada tingginya, saking tingginya semuanya jadi terdiam. Beberapa saat berlalu kemudian Pak Zaki memimpin berdoa lalu mengakhiri pelajarannya.

"Re, lo kenapa sih hari ini ? Aneh banget," tanya Devian setelah Revan bersama keempat temannya sudah berada di luar kelas.

"Iya tuh Si Revan, bercita-cita jadi murid teladan ya lo, Re? Telat datang pulang duluan," Tama terkikik.

"Bukan gitu. Gue ada urusan, gue duluan ya," jawab Revan sambil melangkahkan kakinya.

"Eits, tunggu dulu," Step menahan tangan Revan yang hendak pergi.

"Lo lagi naksir sama cewek ya?" lanjutnya.

"Ngaco lo, Revan kan selama ini gak pernah tertarik sama cewek dan masih aja mikirin Nadiva."

"Enak aja," sahut Revan. "wajar kalau gue suka sama cewek, karena gue cowok, dan gue enggak homo."

"Jadi lo bener-bener lagi naksir cewek, Re? Wahh akhirnya Revan kita bisa move on," Ardian heboh sendiri.

"Eng-nggak, udahlah gue cabut duluan," kali ini Revan benar-benar meninggalkan keempat temannya.

Namun masih bisa dia dengar teriakan Step, "Lo kalo bohong lain kali jago dikit dong, Re. Keliatan banget bohongnya lo soalnya, "

Sialan, teman-temannya selalu tau.

***

Revan melangkahkan kakinya bukan untuk menuju parkiran, tapi untuk menuju kelas XI-IPA-3, kelas yang Revan tahu adalah kelas Ratu. Ada yang ingin ia bicarakan pada Ratu, ia mempercepat langkahnya, khawatir jika Ratu sudah pulang. Saat sedang berjalan, langkahnya terhenti ketika melihat dua perempuan berjalan dari arah berlawanan, Ratu dan perempuan di sampingnya, perempuan yang merupakan teman SMP Revan dulu, Annisa.

Berusaha mengacuhkan Nisa yang ada di samping Ratu, Revan dengan segera menyapa Ratu, "Hai, Rat."

"Lo yang nyelametin gue dari Pak Galih tadi pagi kan?" Ratu malah membalasnya dengan pertanyaan. Nisa yang melihat itu hanya terbengong.

Ratu ramah banget ya orangnya, padahal pas di kantin tadi dia keliatan jutek, batin Revan.

"Iya."

"Gue belum sempat ngucapin makasih sama lo. Makasih ya. Anyway, nama lo siapa? Terus kok lo bisa tau nama gue?" Nisa tambah terbengong dengan perkataan Ratu.

Apa Ratu gak bisa ingat bahwa laki-laki di depannya itu adalah orang yang sudah menghancurkan hatinya sewaktu SMP dulu? Apa amnesia-nya membuat Ratu lupa pada sosok Revan? Tapi kan Ratu udah sembuh, pikir Nisa.

"Nama gue Revan," jawab Revan tak kalah ramah.

"Oh, Revan," ulang Ratu mengangguk tanda mengerti.

"Eh iya, kenalin, ini temen gue, Annisa," ucapnya lagi sambil menunjuk Nisa yang ada di sebelahnya.

"Em, gue udah kenal sama dia," jawab Revan, Nisa hanya bisa tersenyum canggung.

Apa Revan tidak bisa mengenali Ratu sebagai Nadiva-nya dulu ? Sampai-sampai mereka berkenalan seperti bertemu orang baru. Ah iya, gue ingat bahwa waktu pertama bertemu Ratu pun, gue gak bisa mengenali kalau Ratu adalah Nadiva, batin Nisa.

"Oh, gitu," Ratu tersenyum malu. Bagaimana bisa dia lupa kalau yang anak baru di sekolah itu adalah Ratu, bukan Revan maupun Nisa.

Ah, iya, Ratu ingat. Pasti. Amnesia. Nya.

"Ada yang mau gue omongin sama lo, Rat," celetuk Revan membuat pikiran Ratu terbuyarkan dan membuat matanya maupun mata Nisa membulat sempurna.

Wow wow, pertanda apa ini, pikir Ratu.

"Oh oke. Silahkan aja," jawab Ratu mencoba santai.

"Gue mau nawarin lo buat jadi sekertaris OSIS gantiin sekertaris lama yang ngundurin diri waktu pertama masa jabatan. Kasihan wakil sekertaris, kerepotan dia," jelas Revan akhirnya setelah terdiam lama.

Ternyata bukan pertanda apa-apa.

"Gue pikir-pikir dulu deh, Re. Gak pa-pa kan?" balas Ratu sekenanya.

"Iya, gak pa-pa, tinggal ngabarin gue aja kalo lo bersedia."

"Deal."

"Yaudah kalo gitu gue balik duluan, atau lo mau gue anter pulang?" tawar Revan kepada Ratu. Ratu yang ditawari, tapi Nisa yang hampir tersedak ludahnya sendiri.

"Eh, gak usah, gue udah dijemput sama kakak gue kok."

"Oh yaudah, gue duluan," kata Revan akhirnya lalu ia bergegas turun tangga dan menuju parkiran.

"Gue gak nyangka Revan bisa ngobrol akrab sama lo lagi," ucap Nisa lirih dengan tatapan kosong ketika Revan sudah menghilang dari pandangan.

Tunggu? Nisa bilang apa? Lagi?

Lagi?

"Lo ngomong apa barusan?" tanya Ratu berusaha meminta penjelasan.

Menyadari itu Nisa segera menjawab, "Ah, enggak, udah, ayo pulang."

Ratu tidak mendesak lagi, mungkin dia salah dengar. Dia hanya mengangguk dan melanjutkan jalan pulangnya bersama Nisa.

***

Too short ? Maaf banget kalo cuma bisa sedikit di chapter ini. Untuk chapter yang satunya lagi nanti siang atau nanti sore.

Aku tunggu voment kalian :)

[HRL-1] Queen & Cassanova (COMPLETED)Where stories live. Discover now