Chapter 27

2.5K 89 0
                                    

If you likes this story, please give your best feedback, thankyou :)

*

CHAPTER 27

Menghapus perasaan apakah harus serumit ini?

🍁

Di kelas XI-IPA-1, Ardian ribut minta ampun. Dia kebingungan karena teman sebangkunya tidak ada, hanya ada tasnya. Jam pertama adalah pelajaran Pak Juju, itu yang membuat cowok bermata coklat itu khawatir, ia takut jika Pak Juju menanyakan Revan. Pertama, ia takut kena marah Pak Juju. Kedua, ia takut kena marah Arsy—ketua di kelasnya—yang senang menceramahinya tentang kedisiplinan karena Ardian, Revan, dan Step sering terlambat masuk kelas.

"Lo kenapa sih, Ar? Muka lo pucet banget kayak orang mau mati ditembak aja," tanya Step heran dengan kelakuan teman yang duduk di depannya itu.

"Sebelumnya, makasih lo udah perhatian sama gue," ucap Ardian masih dengan muka nggak banget.

"Dasar Ardian baperan," ejek Tama.

"Tanpa baper gak akan ada cinta."

"Alay lo, Ar. Bilang aja pernah baper sama Arsy," tambah Tama, dan yang menambah parah adalah Arsy menengok ketika mendengar namanya disebut dan melayangkan tatapan mematikan ke Ardian dan juga Tama yang hanya nyengir lebar.

"Ar, Revan kemana sih? Kok baru ada tasnya doang," tanya Devian berusaha menetralisir keadaan yang menyeramkan itu.

"Nah itu pertanyaan yang lebih bermutu. Gue gak tahu Revan ke mana, dia gak pamit sama gue," jawab Ardian.

"Apa juga pentingnya pamit sama lo, Ar," sahut Step.

"Kalo gue ditanyain sama Pak Juju, gue bisa jawab, goblok."

"Ardian kena demam goblok lagi," kata Devian.

Baru Ardian ingin membuka mulut untuk membalas perkataan Devian, terdengar gebrakan di meja, membuat keempat anak yang sedang diskusi aneh itu membeku.

"Ini pelajaran Fisika, bukan Bahasa Indonesia, jadi tolong jangan ada diskusi apapun selain saya yang minta," bentak Pak Juju.

"Eh, Bapak. Bapak tambah cakep deh kalau marah," jelas perkataan Ardian itu membuat muka Pak Juju tambah memerah.

"Ini lho, Pak. Kita lagi bicarain Revan, dia belum masuk kelas, padahal tasnya udah di bangkunya," potong Devian ketika melihat Pak Juju siap meledak.

"Kalian berempat, cari Revan sekarang," perintah Pak Juju t-a-k-t-e-r-b-a-n-t-a-h-kan.

Oh, makasih banyak Pak Juju, akhirnya saya bisa bebas sebentar dari kelas horor bapak. ucap Ardian di dalam hati.

Lalu keempat anak laki-laki itu keluar kelas dengan sejahtera, kecuali Devian yang tampak menyesal.

"Gue harus berterima kasih sama Revan karena berkat dia gue bebas dari jeratan pelajaran Pak Juju," kata Tama, saat dia bersama teman-temannya melewati koridor kelas jurusan IPS. Karena kelas jurusan IPS berada paling ujung, jadi mereka memutuskan mencari dari sana.

"Gue juga."

"Gue juga."

Ardian dan Step membeo, membuat Tama mendengus kesal, "Kalian ngapain sih selalu ngikutin kata-kata gue?"

"Karena lo jelek," jawab Step.

"Dia cantik banget gitu, Ste, bukan jelek," Ardian ikut-ikutan, membuat tawa mereka berderai. Awal mula Tama disebut putri keraton adalah ketika mereka mendandani Tama dengan alat-alat make-up milik ibu Step karena Tama kalah saat bermain perang bantal di rumah Ardian dan tanpa mereka sangka, wajah Tama terlihat cantik setelahnya.

[HRL-1] Queen & Cassanova (COMPLETED)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora