TLL 21: The Most Desirable

32.2K 2.5K 65
                                    

TLL 21

The Light Of Life

Hati nurani, terkadang ucapan dari hati nurani harus diabaikan meski dalam lubuk hati terdalam berteriak meraung tidak terima atas pengkhianatan pada diri sendiri.

Memang tidak terdengar, memang tidak terlihat tapi pertengkaran batin itu begitu menyiksa. Mengkhianati dan dikhianati sudah menjadi hal biasa dalam hidup ini.

Tapi ada saatnya kau merasa begitu sulit mengkhianati orang yang begitu percaya padamu. Egois? Yah dalam dunia ini memiliki sifat egois merupakan keharusan demi kelangsungan hidup.

Memanfaatkannya merupakan hal tersulit dalam hidupku tapi tolong maafkan aku, karena aku bukan bersikap begini demi diriku.

Jadi Shava tolong maafkan aku.

"Ah ini terlalu asam" Shava memiringkan kepalanya "aku sudah mencobanya dan rasanya sudah cukup manis" Putri Carla menggeleng pelan "ini asam" Putri Carla tampak mengambil botol kecil dilaci samping tempat tidurnya dan menyodorkannya pada Shava.

"Ini madu yang sudah diracik untuk staminaku, tambahkan ini dan pastikan rasanya manis" Shava meraihnya dan mengoceh pelan membuat Putri Carla sedikit tertawa mendengarnya.

"Aku akan tambahkan banyak agar kau merasa manis hem" Shava mengoceh sambil membuka botol kecil itu, "yah tambahkan yang banyak" ujar Putri Carla sambil memejamkan matanya.

"Ini manis" Shava tampak tersenyum dan menyodorkan gelas Jus itu pada Putri Carla, "aku sudah tambahkan banyak dan aku sudah mencicipinya, rasanya manis cobalah" Putri Carla menerima gelas yang disodorkan Shava dan menatap Shava sendu.

"Kau sudah cicipi kan?" Shava mengagguk singkat "Kau masukan banyak madu?" Shava kembali mengagguk "aku masukan semuanya, agar efeknya lebih baik di tubuhmu" Putri Carla menunduk melihat jus ditangannya.

"Seharusnya kau hanya menambahkan sedikit, kau tidak perlu menuruti perkataanku" Shava tampak binggung dan malah ikut duduk di tempat tidur Putri Carla.

"Meski aku tidak sopan padamu tapi aku suka dirimu. Shava mengelus perut putri Carla lembut, semoga kau tidak sakit dan merasa mual lagi tapi aku sungguh berpikir kau kemasukan banyak angin" Putri Carla tersenyum menahan tawa mendengar kalimat terakhir Shava.

"Ah aku harus membantu Sael, kau tau sendiri jika aku tidak membantunya maka dia akan memukulku" Shava beranjak pergi meninggalkan Putri Carla yang tampak tertunduk lesu sambil memejamkan matanya, "Maaf Shava".

*     *     *

Brukk

"Apa yang- Pangeran Asghar?" Sael tampak terkejut saat secara tiba-tiba tubuhnya di dorong kasar oleh orang yang tak pernah diduganya.

"Tidakkah ini terlalu berlebihan, sudah cukup kau memanfaatkan gadis itu dan sekarang kau berencana mengorbankannya demi menyibukkan Raja itu?" Amarah tampak tertahan dalam kepalan tangan Asghar.

"Apa yang anda bicarakan? Sa-" ucapan Sael langsung terpotong dengan kasar "kau sama tidak tahu dirinya dengan ayahmu yang mengorbankan banyak orang demi dirinya sendiri" Sael tampak semakin tercengang dengan ucapan Asghar.

"Aku tau semuanya jadi berhenti berpura-pura pengkhianat sialanan" Sael tersenyum dan menatap Asghar yang menatapnya berang.

"Anda tau? Meski ayah saya pengkhianat Persia, sebenarnya dia bisa melarikan diri dan meninggalkan orang yang memimpin semua pengkhianatan itu. Tapi mengapa? Mengapa dia tidak melakukannya, awalnya kupikir dia bodoh tapi sekarang aku mengerti alasanya" Sael menghapus senyuman di wajahnya.

"Meski dia serakah dan memalukan tapi dia tau caranya setia pada orang yang berada di jalan yang sama dengannya dan dengan bodohnya aku melakukan hal yang sama dengan ayahku dan aku juga setia pada putri orang yang membuat ayahku menjadi pengkhianat. Meski aku memanfaatkannya tapi aku tidak akan pernah meninggalkan atau mengorbankannya". Asghar meninju dinding disamping wajah Sael.

"Lalu kenapa kau berencana membuatnya tidur di ranjang raja hanya demi lengannya penjagaan? KENAPA SIALAN?" Sael memiringkan kepalanya tidak mengerti "tidur?".

"Kau berencana membuatnya ter-" Sael menatap Asghar membuat ucapan Asghar terhenti seketika. "Aku tidak pernah berpikir akan melakukan itu" Sael terdiam sejenak "rencana cadangan?" Gumam gadis itu pelan.

"Pria itu, pria itu pasti merubah rencananya. Gerbang barat, kita harus kesana" lengan Sael ditarik paksa membuat langkahnya yang mulai menjauh terhenti seketika. "Bagaimana dengan Shava?" Sael terdiam dan menghempaskan paksa lengan pangeran Asghar lalu sedikit tersenyum "tampaknya kau semakin terobsesi padanya" tidak sopan dan berlari begitu saja menjauh dari pangeran Asghar.

"Ini bukan obsesi",

*     *     *

Brukkk

"Ahhh"

Arshya menoleh saat pintu ruangan kerjanya dibuka dengan kasar. Shava menatap Arshya dengan tatapan aneh sambil tersenyum manis.

Prajurit yang menjaga pintu tampak membungkuk hormat meminta maaf. "Anda bilang kami tidak boleh menyentuhnya jadi kami bingung harus menghentikannya dengan cara apa" Jaeer tampak menuju ke arah pintu dan tersenyum "sama sekali tidak perlu dihentikan, Saya akan kembali nanti" Jaeer menunduk hormat dan langsung keluar dari ruangan yang hanya menyisakan Shava dan Arshya di dalamnya.

"Aku pikir kau tidak akan mau menemuiku lagi" Shava berjalan pelan menuju Arshya yang tampak masih dengan nyamannya duduk di kursinya.

Shava sedikit mempercepat langkahnya yang tampak semakin cepat di tiap detiknya sampai gadis itu berhenti tepat dihadapan Arshya. "Tubuhku terasa aneh" mengadu seperti anak kecil itulah yang tampak dari diri Shava saat ini. "Aku semakin merasa aneh" Shava semakin mendekat dan dengan kuat memeluk Arshya hingga pria itu terkejut.

"Kau terus muncul, aku ingin menyentuhmu, aku ingin" Arshya melihat tangannya yang masih tidak membalas pelukan Shava, entahlah tangan itu terasa begitu berat menggapai gadis yang begitu diinginkanya.

Shava melepas pelukanya dan mata gadis itu semakin sayu menatap Arshya. "Panas" Shava semakin terlihat begitu aneh dan semakin sulit bagi Arshya menahan dirinya saat ini.

"Aku kepanasan" Arshya memiringkan kepalanya dan sedikit tersenyum. Bukan karena senang atau karena ingin mengejek Shava tapi karena dia terlihat bodoh bagi dirinya sendiri saat menghadapi situasi yang dipikirnya sebagai pembalasan yang pernah gadis dihadapanya ini bicarakan.

"Kalau panas, buka saja pakaianmu" Shava terpejam sesaat dan tiba-tiba gadis itu melepas pakaiannya tepat dihadapan Arshya dengan hanya menyisakan pakaian dalam di tubuhnya.

Arshya memalingkan wajahnya karena untuk pertama kalinya ia merasa begitu malu melihat tubuh seorang gadis. Namun ulah Shava justru membuatnya semakin malu karena dengan tiba-tiba Shava mendudukinya dan menciumnya dengan sedikit kasar.

'Alkohol, bau merica hitam, madu dan adas. ini ramuan yang tidak seharusnya kucium dari bibirmu'.

'Jadi kau begini karena alkohol dan obat, obat yang begitu kukenali ?' Arshya begitu merasa kecewa atas kenyataan yang baru disadarinya.

'Haruskah aku pura-pura tidak tau dan menikmati semua ini?'.

HegaEca

The Light Of Life [TAMAT]Where stories live. Discover now