TLL 50: Long Journey II

27.1K 1.1K 27
                                    


TLL 50
The Light Of Life

Arshya

Aku akan menceritakan sebuah kisah, dimana seorang Putra Mahkota kehilangan takhtanya. Bukan karena ia tidak bisa menjadi Putra Mahkota yang baik, tapi itu memang sudah menjadi takdirnya.

Untuk tetap membuat segalanya seperti seharusnya, banyak nyawa yang harus dikorbankan. Sesuai kesepakatan.

Ibu dari mantan Putra Mahkota itu berusaha membunuh sang Ratu, menginginkan Takhtanya. Tidak ingin mati sia-sia sang Ratu membalas dan membunuh wanita yang berusaha membunuh dirinya.

Raja marah, wanita itu berharga baginya. Tapi itu tidak menjadikan sang Ratu menyerah. Kenapa? Karena saat ia menyerah saat itulah ia akan kehilangan putra kesayangannya. Orang yang sudah digariskan menduduki takhta. Orang yang seharusnya.

Satu hal yang tidak diketahui sang Ratu adalah persekutuan yang dilakukan oleh wanita itu. Bersama beberapa mentri, penguasa mesir dan para pejabat yang posisinya tidak terlalu penting dipemerintahan.

Wanita itu mungkin marah saat putranya dilengserkan demi putra sang Ratu.

Mau bagaimana lagi? Wanita barbar tetaplah wanita barbar.

Ibu mana yang marah saa demi memuluskan jalanya wanita itu hampir membunuh nyawa seorang balita? Padahal tidak terlintas sedikitpun Ratu akan membunuh putranya. Putra dari wanita itu.

Tidak ada cara lain, terlebih saat Raja yang begitu mencintai wanita itu, Selir jalang yang haus kuasa mengiginkan kematian Ratu.

Ratu akhirnya melakukan rencana gila.

Rencana yang ia tau akan mengorbankan banyak nyawa.

Tapi dia tidak akan bisa berhenti.

Inilah keputusannya.

Oh dan Arshya sebelumnya kau harus menemui seseorang. Seorang gadis yang dapat dipercaya, dia akan membantumu.

Arshya

Arshya terbangun, menatap langit-langit kapal hampa. Tampak binggung hendak melakukan apa. Tulisan ibunya sampai terbawa mimpi olehnya.

Perlahan ia mengigat sosok ibu Asghar, Selir kesayang Raja.

Arshya ingat betapa Raja menyayangi Asghar. Melakukan apapun untuk kebaikan putra sulungnya itu. Mengesampingkan Arshya sendiri.

Arshya kecil yang kala itu baru berusia dua belas tahun tampak binggung. Merasa ada yang aneh pada titah Raja. Dimana secara tiba-tiba Asghar kehilahngan takhtanya dan ia yang mendapatkan takhta itu.

Padahal Arshya begitu yakin bahwa Raja ingin Asghar yang menggantikan dirinya.

Kematian Selir seperti keberuntungan bagi Arshya, dalam sekejap ia mendapatkan segalanya. Tentu Raja tetap mendiami dirinya, bersikap layaknya orang asing bagi Arshya.

Seperti biasanya.

Arshya sidikit tersenyum mengigat apa yang pernah Asghar katakan bahwa ia merebut segalanya dan terlalu serakah.

Bagaimana mungkin Asghar, kakaknya itu lupa bahwa ia dulu juga seperti itu, hanya keadaan saja yang mengubahnya. Seolah roda yang sudah berputar.

Arshya melirik bukunya yang sudah terpapar sinar mentari. Jaeer sudah turun di pelabuhan kecil malam tadi. Kini, sisa pasukanya sudah menuju Qeshm.

Kota kecil dibagian selatan Persia. Dikenal dengan kota paling miskin sehingga bandit enggan datang ke sana. Pemerintah daerah itu juga sudah tidak bisa berbuat apa-apa terlebih dengan tandusnya tanah disana dan tidak adanya ikan di perairannya.

Tempat yang paling dikucilkan dengan penduduk yang amat sedikit.

Arshya mulai melihat dengan matanya sendiri.  Bangunan-bangunan kecil dari kayu hutan tandus dijadikan dinding rumah mereka. Tanah kering yang menjadi pijakan tampak begitu panas jika berasantuhan langsung dengan kulit kaki.

Anehnya, penduduk sana tidak memakai alas kali. Seolah sudah terbiasa dengan keadaan yang ada.

Arshya turun dari kapalnya. Menatap banyaknya mata yang juga menatapnya, memberi tatapan tajam dan mengintimidasi pada Arshya.

Suara gong berbunyi.

Derap langkah kaki terdengar mendekat, langkah dari setidaknya puluhan orang yang berlari ke arahnya. Membuat sisa-sisa pasukan Arshya berdiri siaga.

Terlihat puluhan orang berseragam mengitari Arshya. Menahan pria itu melakukan pergerakan apapun sampai sosok yang tampaknya pemimpin mereka datang menghampiri. Menatap Arshya dengan seringai licik.

Gadis berpakaian zirah itu memiringkan kepalanya melihat Arshya.

"Lama tidak bertemu, Raja".

*      *      *

Brukk

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Shava tampak begitu emosi, menerobos masuk aula istana dimana para petinggi kerajaan tengah melakukan tugas mereka, dengan Asghar yang duduk di atas tahkta.

Shava menatap Asghar tajam membuat yang ditatap tersenyum manis. "Ada apa Ratu?". Shava sedikit tertawa dibalik cadarnya, "Ah benar aku Ratu tapi bagaimana mungkin prajurit itu tidak mendengarkan perintah Ratu ini karena perintah seorang pangeran yang duduk ditempat yang bukan miliknya?" Asghar masih tersenyum mengagguk pelan.

Salah satu mentri yang wajahnya cukup asing bagi Shava angkat bicara "Maaf Nona Shava, sebenarnya secara tekhnis anda bukan lagi seorang R-"

"Bukan seorang yang bisa menerobos masuk aula istana dan mengganggu rapat istana" Sela Asghar masih dengan ekspresi yang mulai dibenci Shava. "Ah benar, tapi setauku saat Raja tidak ditempat Pangeran tetap tidak aka bisa menggantikan posisinya" Asghar kembali tersenyum.

Berdiri dan mulai menghampiri Shava. "Benar, tapi dalam situasi kali ini kita tidak memiliki Ratu yang cukup pantas menduduki takhta" masih tersenyum, Shava bisa gila melihat raut wajah menyebalkan itu.

Shava mendongak membalas netra yang menatapnya seolah menusuk. "Ah benar, Ratu yang tidak berdarah bangsawan seutuhnya ini mana bisa pantas?, terlebih Ratu ini bodoh dan tidak bisa di andalkan. Tapi Pangeran Asghar, seingat saya anda juga memiliki darah yang tidak jauh berbeda dengan saya" Asghar sadar, kemarahan Shava tidak bisa dibendung.

"Maaf sudah mengganggu rapat kalian" Shava berjalan keluar aula. Nafasnya naik turun, dipermalukan di depan umum begini ia merasa amat marah. Harga dirinya dihina, seolah mereka menghina Arshya disela hinaan mereka pada Shava. Ia tidak malu dengan apa yang ada pada darahnya, tapi ia marah pada orang tidak terduga yang mempermalukanya.

Shava bisa amelihat perubahan besar dari tatapan Asghar.

Tatapan yang kini terlihat menakutkan baginya.

Shava memegang kepalanya yang mendadak terasa begitu pening. Benar-benar terasa seolah akan meledak.

Langkah Shava mulai terseok-seok, kaki gadis itu terasa begitu berat. Beban tubuhnya seolah bertambah berkali lipat secara tiba-tiba.

Shava sudah tidak merasakan kekuatanya lagi.

Tubuhnya oleng dan jatuh meski terasa ada orang yang menangkapnya.

Samar-sama Shava melihat wajah Arshya, wajah yang begitu dirindukanya sampai genangan air mata mulai menetes dari pelupuk matanya.

Ia benar-benar rindu sosok itu.

"Arshya".

VOTE

HegaEca

The Light Of Life [TAMAT]Where stories live. Discover now