TLL 44: Treasure?

17.7K 1.3K 17
                                    

TLL 44
The Light Of Life

"Mari buat kesepakatan?"

Arshya terdiam mendengar penuturan Shava. Merasa gadis itu ingin memancing dirinya untuk masuk permainannya. "Kesepakatan seperti apa?" Arshya menanggapi meski tau keadaan Shava yang sebenarnya sudah mabuk parah.

"Pertama, jangan pergi" Shava mengecup singkat bibir Arshya. Membuat pria itu terkekeh, karena sekilas berpikir Shava akan mengatakan hal serius padanya.

"Kedua, jangan abaikan aku" Shava kembali mengecup singkat bibir Arshya. Kekehan kecil juga kembali terdengar lolos dari bibir pria itu.

"Ketiga, bunuh Daryaina dan semua anak-anaknya" Arshya sedikit meringis. Menatap Shava menantang.

"Pertama, aku harus pergi. Kedua, maaf jika kau merasa terabaikan. Ketiga, aku memenjarakan keluarga pengkhanat dan tidak membunuhnya, terlebih jika itu wanita" Shava menatap Arshya marah.

"Lagipula memang apa yang akan kau tawarkan?" Arshya menarik jubah tidur Shava sampai bagian atas tubuhnya terbuka, membuat senyuman Arshya menggembang. "Tubuhmu? Aku tidak perlu kesepakatan lagi karena dirimu sudah menjadi miliku seutuhnya". Shava malah sedikit menggeleng dan tertawa mendengar penuturan Arshya.

Langit gelap dan gemuru petir membuat Shava sedikit menoleh ke luar jendela. "Ah sekarang aku ingat mengapa aku suka hujan" Shava kembali menatap Arshya. "Kau memang mesum padahal aku tidak pernah berniat menawarkan tubuhku sebagai imbalan" Arshya ikut menatap keluar jendela.

"Lalu apa yang kau tawarkan?" Shava kembali melihat keluar jendela, menatap sang hujan dengan senyuman kecil.

"Sesuatu yang kulihat dimalam hujan, sesuatu yang amat kau inginkan". Pikiran Arshya mengarah pada satu hal. Pria itu bahkan meremas kuat pinggang Shava.

"Tiga puluh dua gudang emas" Arshya terdiam mematung menatap Shava yang akhirnya ikut menatapnya sambil tersenyum begitu manis. "Kau membutuhkan harta itu bukan? Ah bagaimanapun juga itu memang harta milikmu tapi tetap saja sebenarnya kau tidak pantas memilikinya" Arshya terpacing sampai pria itu mengguncang kuat pundak Shava.

"Katakan" Shava meringis pelan. "Apa? Ketidak pantasanmu? Menghukum pengkhianat" Arshya sedikit memejamkan matanya pelan.

"Dengar, harta itu adalah milik Persia. Bukan milik ayahmu atau diriku, taukah kau segenting apa Persia saat ini?. Jika terus dibiarkan negri ini akan hancur, jadi kau harus memberitauku dimana itu. Katakan dimana?" Shava melepas lengan Arshya di bahunya.

"Seharusnya saat aku kabur kau jangan langsung ingin membunuh Sael, padahal aku akan mengambilnya saat itu tapi kau menghalangiku. Itu salahmu-salah dirimu". Arshya kembali terpejam sesaat mendengar ucapan Shava.

Pria itu akhirnya menyentu pundak Shava, mengelus pundak lembut tanpa jubah tidurnya itu dengan sayang. "Bagaimana jika kita ambil harta itu bersama? Aku akan memenuhi semua permintaanmu, kecuali eksekusi anak-anak Daryaina" Shava menggeleng pelan.

"Sudah kubilang seharusnya saat itu kau membiarkanku mengambil harta itu". Arshya tersenyum, meski tau Shava mempermainkanya, ia tetap berharap menemukan sedikit petunjuk.

"Kita tinggal mengambil lagi saja bukan?" Shava menggeleng pelan. "Tidak seperti dirimu yang memiliki polanya, aku hanya pernah melihat pola itu sekali, tentu aku sudah tidak ingat. Pola yang tintanya sudah luntur karena guyuran air hujan" pria itu kian dibuat binggung.

Shava menyentuh surai Arshya lembut. "Kau tinggal liat pola dan mengambil semua hartanya, jangan lupa dengan janjimu. Kau tidak akan pergi jauh kemanapun dan bunuh Daryaina, baiklah tidak apa jika anak-anaknya tetap hidup asal dibiarkan kelaparan sampai mati". Arshya masih terdiam.

Arshya menatap Shava binggung "Pola apa?" Shava sedikit berdecak kesal. "Tentu saja pola dalam buku dengan tinta merah itu" Arshya kembali mematung. Mata pria itu terpejam, mendadak ia merasa pendengaranya menjadi sunyi meksi samar-samar ia dapat mendengar keluhan Shava karena merasa kepalanya pening.

Ingatan akan beberapa hal mulai menjadi satu.

Buku? Sebelumnya Shava tampak mengenali buku Pulchritudo Lucis saat dikamarku, Sael juga tampak mengenalinya saat pelayaran waktu itu. Terlebih buku itu adalah buku yang memiliki kaitan kuat dengan Bahman Jal dan Areka Sham, pasti yang dimaksud Shava adalah buku itu.

Tapi jika mereka memang berniat memiliki harta itu seutuhnya mengapa mereka memberikan petunjuk yang dimaksud Shava padaku?

Mungkinkah Jaeer juga tau sesuatu? Terebih sikap pria itu amat aneh saat pelayaran waktu itu, juga ia mengetahui alergi Shava dimana gadis itu sendiri saja tidak mengetahuinya.

Mungkinkah Jaeer bagian dari mereka?.

"Aku memiliki pola?" Arshya membeo, "Aku yakin ayahku yang kau anggap pengkhianat itu pernah mengatakanya. Kau pemiliknya, karena itu kunci semua gudang emas itu ada padamu". Shava semakin membuat Arshya terpejam sesaat mengigat beberapa kejadian.

"Tinta merah jadi petunjuk dalam buku" Shava memeluk Arshya erat. "Tapi saat aku menguping, dia bilang berbahaya memiliki harta itu" Shava mempererat pelukanya. "Kau tidak akan mati seperti ayahku karena harta itu kan? Kau tidak akan meninggalkanku karena harta itu kan?" Shava semakin menenggelamkan wajahnya pada pelukan Arshya.

Tinta merah yang tidak lain adalah darah memiliki makna yang amat dalam, jika mereka sampai menggunakan lambang itu berarti ini adalah masalah yang benar-benar serius.

Mungkinkah aku salah mengira tentang Perdana Mentri Bahman Jal dan Mentri Kehakiman Areka Sham? Jika mereka tau bahwa harta itu akan membawa bahaya mengapa masih berurusan dan mencari bahaya?.

Shava semakin memeluk Arshya kuat. "Aku sedikit mengigat bahwa mereka mengiginkan kepalamu. Tapi aku juga tidak tau siapa yang dimaksud ayahku itu" Arshya memejamkan matanya.

Aku akan mencari tau malam ini juga. Aku tidak mungkin menunda-nunda terlebih hati kecilku mulai menuntut keadilan.

Pasti ada sesuatu. Sesuatu yang dengan bodohnya tidak kuketahui sampai saat ini.

Arshya mengelus punggung Shava lembut. "Tidak akan" Shava mengagguk mengerti "Karena kita akan bahagia selamanya, itulah takdir yang akan kita ukir" Shava tersenyum dalam pelukanya.

"Aku pikir aku ingin punya banyak anak, bagaimana jika kita membuatnya sekarang?" Mendengar penuturan Shava Arshya kian menyeringai kecil.

"Tentu saja"

HegaEca

VOTE

The Light Of Life [TAMAT]Where stories live. Discover now