Bab 12

58.6K 3.2K 99
                                    

Enjoy Sean-Gaby

"turunkan aku Sean" Gaby berucap pelan sembari terus memperhatikan raut wajah Sean yang terlihat semakin pucat. Pria itu sakit, dan Gaby tidak mungkin menambah beban Sean dengan membiarkan dirinya berada dalam gendongan pria itu lebih lama lagi.

Namun Sean nyatanya tidak mempedulikan semua ucapannya, bahkan langkah pria itu kini sudah menaiki satu demi satu anak tangga yang akan membawa mereka ke lantai dua.

"Sean.." kali ini suara Gaby terdengar bagai sebuah rengekan membuat Sean menghentikan langkah sejenak kemudian menunduk, menatap gadis itu dengan tatapan datarnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu berjalan dengan keadaan lutut memerah seperti itu, jadi diamlah, biarkan aku melakukan apa yang aku inginkan" perkataan yang baru saja di ucapkan Sean dengan nada lembutnya seperti biasa membuat Gaby menatap pria itu penuh kelegaan.

Sepertinya kemarahan pria itu sudah mereda meskipun masih mempertahankan raut wajah datar yang menyebalkan.

"Tapi kau terlihat tidak sehat, dan a-aku berat."

Sean menaikkan satu alisnya sebelum mengucapkan kata-kata yang tidak pernah Gaby bayangkan sebelumnya.
"Ya kau memang berat, dan aku penasaran apa yang membuatmu jadi seberat ini."

Gaby membulatkan mata, di tengah kekhawatirannya akan kondisi Sean yang terlihat semakin parah, pria itu justru bersikap menyebalkan dan hal itu sontak membuat Gaby menatapnya kesal sebelum mengalihkan pandangan. Sedangkan tanpa Gaby sadari, sebuah senyuman tipis terbentuk di bibir Sean sebelum pria itu kembali melanjutkan langkah hingga tiba di depan sebuah pintu kayu bercat hitam.

Gaby mengedarkan pandangan kesegala penjuru ruangan yang baru saja mereka masuki. Ruangan kamar yang di dominasi perpaduan warna putih, serta abu dengan sebuah ranjang berukuran besar yang terletak di salah satu sudut ruangan, sedangkan di sudut lainnya terdapat dua pintu yang bersebelahan.

Seluruh perabotan yang Gaby yakini mempunyai harga fantastis terlihat mengisi hampir di setiap sudut dan tertata rapi, tidak berlebihan hingga memberikan kesan sebuah kamar yang terlihat begitu elegan khas pria pada umumnya. Kamar yang cukup luas, bahkan mungkin sangat luas dan besar di banding dengan kamarnya di mansion.

Gaby kembali menatap Sean saat pria itu berjalan kembali ke arah pintu setelah mendudukkannya di salah satu sisi ranjang. Mengambil sebuah nampan yang di berikan pelayan wanita paruh baya bernama Rose, sebelum kembali menghampirinya.

Sean berlutut tepat di hadapan Gaby, menaikkan kaki kanan Gaby yang terlihat memerah ke atas kakinya sebelum mengambil kantung berisi es dan mulai menempelkannya di lutut gadis itu.

"maafkan aku" Gaby berucap pelan sembari terus memperhatikan kegiatan Sean yang masih bersimpuh di hadapannya, mengompres lutut Gaby yang memar akibat terjatuh tadi.

Sean mendongak, namun hanya sebentar sebelum kembali fokus pada kegiatannya.

Hening kembali tercipta, Gaby tidak tahu apa yang harus ia lakukan lagi untuk membuat pria di hadapannya ini memaafkannya dan berhenti menatapnya dengan tatapan dingin.

"Kau harus lebih berhati-hati. Aku tidak bisa mengobati luka memar" Sean kembali mengeluarkan suara saat tugasnya mengompres telah selesai.

Gaby menggigit bibir bawahnya gugup saat mendengar nada lembut sean kembali dan merasakan bibir pria itu mengecup memarnya beberapa kali sebelum mendongak.

"Maaf, aku-.."

"Kau tidak perlu meminta maaf, dan buang semua pikiran buruk tentang aku yang akan menyakiti pria itu, karena aku tidak akan melakukannya tanpa izin darimu"

My Vampire Secret [REVISI]Where stories live. Discover now