Bab 31

21.6K 1.1K 108
                                    

Ada yang kangen?

*****

"Nona kita sudah sampai."

Suara itu sontak menyadarkan Gaby dari segala pikiran yang saat ini terus memenuhi benaknya.

Lalu setelah ia mengucapkan rasa terimakasih nya pada supir Jason ia pun keluar, kemudian melangkah menuju pintu utama mansion dimana Belinda terlihat sudah menunggunya di sana.

"Nona, apa anda baik-baik saja?"

Gaby tahu jika Belinda pasti akan bertanya demikian melihat bagaimana raut wajahnya saat ini. Ia yakin jika mata bengkaknya tentu saja akan mengundang berbagai pertanyaan dalam benak wanita paruh baya itu.

Dan bohong jika ia mengatakan dirinya baik-baik saja, namun ia juga tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya. Jadi ia hanya mengatakan apa yang saat ini di rasakan tubuhnya. "Aku hanya lelah bibi. Bisakah bibi menyiapkan air hangat, aku ingin berendam"

Gaby melangkah gontai menaiki tangga menuju kamarnya meninggalkan Belinda yang menatapnya penuh kekhawatiran.
Lelah, sakit dan rasa bersalah itu seakan menguras seluruh tenaga yang ia miliki, bahkan ia masih mencoba untuk tidak menangis saat bayangan tubuh-tubuh terkapar berlumuran darah masih terus membayanginya.

langkah Gaby terhenti saat menatap pintu kamarnya yang tertutup. Ada banyak kenangan yang pria itu tinggalkan di balik pintu penyekat tersebut dan untuk saat ini rasanya Gaby tak ingin mengingat apapun tentang pria itu, tentang kehangatan yang di berikan serta perlakuan lembut saat pria itu..

Cukup..

Bahkan dalam hatinya Gaby masih mempercayai Sean, Sean-nya tidak mungkin melakukan hal itu, namun fakta jika ketiga pelayan itu mati dengan bekas gigitan di leher membuat ulu hatinya seakan di remas begitu kuat.

Jika semua ini adalah bentuk ancaman pria itu agar ia menjauhi Jason, maka ya. Pria itu mendapatkan apa yang ia inginkan.

Persetan bila Sean menganggapnya sebagai wanita bernama Angela, persetan dengan rasa sakit hati yang saat ini masih terus menyiksanya, ia tidak  peduli. Ia kan kembali pada pria itu hanya semata demi keselamatan orang-orang terdekatnya.

Ya.. hanya agar pria itu tidak membunuh siapapun lagi, tidak lebih.

Benarkah kau akan kembali pada pria itu hanya demi nyawa orang lain, atau karena kau memang menginginkan pria itu?

Tanpa sadar gaby meremas kenop pintu sangat kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Gadis itu kemudian menghembuskan nafas kasar, ia berusaha mengenyahkan pertanyaan yang saat ini terus menggema di dalam otaknya sebelum bergerak membuka pintu kamarnya lebar, dan waktu seolah berhenti saat tatapan matanya mengarah pada sesosok pria yang berdiri angkuh membelakanginya di depan pintu balkon yang terbuka lebar.

Gaby sontak menahan nafas ketika pria itu menoleh. Meski hanya sebagian dari wajahnya yang terlihat, namun aura hitam seakan berkumpul memenuhi sekeliling pria itu.

Jujur, ia belum siap untuk bertemu pria itu, terlebih dengan semua kejadian yang ia alami hari ini.

"Apa kau menyukai ketiga hadiah yang ku berikan, baby?"

Gaby mengepalkan kedua tangan sebelum bergerak memasuki ruangan kamar.

Jangan menangis, bertahanlah Gabriella.
Kalimat itu terus ia gumamkan dalam hati, ia tidak akan membiarkan pria itu merasa menang dengan menangis di hadapannya.

Benar, pria itu vampire, jadi membunuh mungkin sudah menjadi kebiasaan pria itu bukan? Dan ia hanya berusaha menepis fakta itu jauh-jauh, sangat jauh hingga membuatnya berfikir jika Sean adalah pria yang lembut seperti apa yang ia rasakan selama ini.

"Apa kau sudah puas sekarang?" Gaby cukup terkejut mendengar pertanyaannya sendiri, tidak ada getaran dalam suaranya bahkan ketika tubuhnya kini bergetar penuh rasa takut ketika berada tepat di belakang pria itu.

Entahlah, mungkin hanya perasaannya saja ataukah memang Sean yang berada di hadapannya saat ini sangat berbeda. Aura membunuh yang kental serta tawa ringan yang keluar dari mulut pria itu membuat  Gaby merinding seketika.

"Puas? Aku bahkan belum memulai pestanya sayang." Tawa itu semakin keras dan tanpa sadar Gaby mulai melangkah  mundur.

"Tidak, jika kau ingin aku menuruti semua perintahmu, maka aku akan melakukannya. Jadi  berhentilah, berhentilah menganggap nyawa orang lain tidak berharga"

Tawa pria itu berhenti, menyisakan jeda hening yang sangat mencekam, dan tepat saat pria itu mulai berbalik. Gaby menahan nafas.

Sesuatu yang gelap yang membingkai mata merah pria itu menjadi fokus utama Gaby ketika mereka bertatapan. Sesuatu yang tidak pernah ia lihat sebelumnya dan terlihat begitu mengerikan.

Gaby merutuk ketika punggungnya menyentuh dinding dan pria itu bergerak cepat memerangkap dirinya dengan kedua tangan tepat berada di samping wajahnya. Gadis itu memejamkan mata serta menahan nafas gemetar saat Sean perlahan mengikis jarak di antara mereka.

"Kau begitu naif gadis kecilku. Apa kau pikir aku melakukannya untuk membuatmu menuruti perintahku?" Sean berbisik parau tepat di samping telinganya.

"Ah, tapi ku rasa kau ada benarnya. Aku memang menginginkan sesuatu darimu"

Jantung Gaby terasa nyaris meledak ketika jemari pria itu mengangkat dagunya, mengusapnya dengan lembut dan Gaby sontak menahan nafas ketika Sean menunduk hingga bibirnya nyaris menyapu bibir Gaby kemudian kembali berbisik "aku ingin kau mati di tanganku"

Gaby tersentak begitu tangan besar pria itu mendarat di lehernya dan cengkraman kuat pria itu benar-benar membuatnya sulit untuk mengambil nafas. Gaby tidak sempat lagi untuk berfikir, gadis itu terbelalak menatap wajah Sean yang terlihat sangat menikmati sementara matanya menyorotkan kengerian. 

"S-Sean.. le-pas" ucapnya terbata di tengah udara yang semakin hilang meninggalkan paru-parunya, Gaby mengepalkan kedua tangan sebelum memukul lengan pria itu secara membabi buta.

"Sean? Kau pikir aku adalah pria itu?" Pria itu menaikkan satu alisnya sebelum tawa kerasnya menggema di ruangan kamar tersebut.

"Poor Gabriella. apa pria itu tidak pernah mengatakan apapun padamu hingga kau bahkan tidak tau jika akulah yang membuatnya menjadi seorang penghisap darah?" Pria itu kembali melanjutkan sementara Gaby masih berusaha untuk menghirup nafas di tengah cengkraman kuat Sean di lehernya.

"Apa kau tau jika pria itu sudah menghapus beberapa ingatan masa lalumu tentang dirinya? bagaimana cara ia berusaha keras untuk tidak jatuh cinta kepada seorang gadis kecil? Ah.. senang rasanya melihat pria lemah itu tersiksa dengan perasaan manusiawinya." Pria itu menelengkan kepala terlihat berfikir keras, lalu menyeringai beberapa detik kemudian.

"Dan aku penasaran, bagaimana raut wajah pria itu ketika terbangun dan menemukan gadis yang ia cintai untuk kedua kalinya mati di tangannya. Ku rasa akan jauh lebih menyenangkan. Bukankah begitu Baby?"

Gaby sudah kehabisan tenaga, bahkan untuk menggerakkan seujung jaripun rasanya sulit, dan ketika pria itu kembali mendekat mengikis jarak di antara mereka, ia hanya mampu memejamkan mata.

ia masih bisa merasakan dengan jelas rasa sakit yang di timbulkan taring pria itu di lehernya, bagaimana pria itu menghisap darah sangat rakus.

Air matanya kembali tumpah.

Mungkinkah ia akan berakhir di tangan pria yang ia cintai malam ini?

Gaby tertawa dalam hati, ia bahkan belum pernah sekalipun mengutarakan perasaannya pada Sean, dan sekarang justru pria itulah yang akan mengakhiri nyawanya.
Sungguh kisah cinta yang tragis bukan?

******

My Vampire Secret [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang