PROLOG

21.6K 667 21
                                    

Riak, ramai, riuh...
Lampu berkelap kelip di keheningan malam, sunyi...
Terlihat jelas banyak remaja berpakaian tak senonoh disana, Kira salah satunya.

***

"Kamu keterlaluan!!!!"

PLAAKK!!!!
Tanpa sadar, tangan Gunawan melayang tepat di sebelah kiri pipi Kira.

"Kamu itu anak Papa satu-satunya, tapi kenapa kamu tidak bisa buat Papa bangga?! Buat malu saja! Masuk ke kamar! Masuk!" Teriak laki-laki dewasa di ruang tamu malam itu.

"Sudah, Pa? Sudah puas? Tampar lagiii tamparrr!!" Teriak Kira sembari memegang pipi kirinya.

"Dasar anak tidak tahu diri!" Gunawan naik pitam.

***

Aroma kopi menyebar ke seluruh ruang makan. Lantai berkeramik cokelat senada dengan kopi yang tertuang, ditambah dekorasi minimalis mendefinisikan kesepian sudah lama berkabung di rumah itu.

"Ra, maafin Papa atas kejadian kemarin malam. Papa terbawa emosi." Kata Gunawan menyesali perbuatannya.

"Hmm." Balas Kira singkat.

"Papa sudah tua. Papa tidak sanggup lagi dengan tingkah kamu yang seperti ini. Umur kamu kan sudah 21 tahun, tapi kelakuan kamu masih seperti ABG (Anak Baru Gede). Papa sudah memikirkan ini matang-matang kalau Papa akan menikahkan kamu dengan laki-laki pilihan Papa, berharap kelak dia dapat memperbaiki akhlakmu."

Kira tersentak, "Apa? Menikah?! Pa, yang benar saja? Ra masih umur 21, masih mau menikmati masa muda. Masa harus nikah?! GAK MAU. Titik." Kira melipat tangannya di depan dada.

Gunawan mencoba menahan emosinya, "Kamu jangan protes. Ikuti perintah Papa kalau kamu masih mau harta warisan. Tidak ada cara lain untuk merubah akhlakmu selain menikahkanmu dengan laki-laki sholeh. Papa sudah lelah, Ra! Kamu pilih menikah atau kehilangan harta warisan?"

"Tapi, Pa... Ra sudah punya pacar. Ganteng lagi."

"Tidak ada tapi-tapi." Cetus Gunawan sembari mengoles selai ke rotinya.

Pasrah mulai melingkupi relung hati Kira. Tak bisa dielakkan. Mau tidak mau ia harus menuruti kemauan Papanya agar seluruh harta warisan tetap jatuh di tangannya.

***

Di kamar yang beraplikasi cokelat cream, ia termenung pada salah satu kata yang keluar dari mulut Gunawan. "Lelaki sholeh kata Papa? Haaa?... Anak pesantren, dong???!" Hatinya menjerit.

...

Kini hari itu tiba. Hari di mana hal yang "terpaksa" itu terlaksanakan juga.  Pernikahan yang tidak diinginkan Kira kini terjadi.

Membangun mahligai rumah tangga dengan orang yang tidak dicintai? Ah, yang benar saja.

Sayang, ia tak bisa berkutik.
Permintaan Papanya dengan dalih harta warisan membuatnya harus mengikuti setiap perintah tanpa adanya sedikit hak untuk berkomentar, sekalipun itu hal yang sangat tidak ia sukai.

Namun aneh.
Tidak seperti pernikahan dan rumah tangga suami istri pada umumnya.
Kira bahkan sama sekali tidak pernah disentuh oleh suaminya, bahkan untuk tidur seranjang pun tidak.
Diamnya lelaki itu membuat Kira tidak mengerti.
Dia berbeda dari laki-laki pada umumnya.
Di sisi lain, ia juga rajin dan pekerja keras. Taat agama pula.
Bahkan, hampir tidak ada celah sedikitpun darinya untuk tidak disukai.

Malam itu...
Andai saja sesuatu di malam itu tidak terjadi, pasti Kira takkan pernah mengetahui alasannya.

"Saya melakukan ini hanya karena ingin menjagamu. Itu saja. Saya tidak akan memaksa seseorang untuk mencintai saya. Jika menikah denganku adalah harapan ayahmu untuk memperbaiki akhlakmu, aku akan sangat bersedia membimbingmu untuk berproses menjadi baik. Namun, jika menikah denganku adalah penjara bagimu, anggap saja kita tidak pernah menikah dan kamu bebas melakukan apapun yang kamu sukai. Meski saya adalah suamimu secara sah, tapi saya tidak ingin kamu terpaksa melakukan apa yang tidak kamu sukai." Jelasnya.

Beberapa waktu setelah itu, hati Kira mengucap syukur yang tiada henti ketika Muhammad Rizky Syarif — Suaminya— menyatakan alasan yang jauh di luar dugaan.

Yaa Rabb... Aku bersyukur Kau pertemukan aku dengan lelaki seperti dirinya.
Yang hatinya tidak pernah lalai dari mengingat-Mu, yang raganya tak pernah henti mencari rezeki halal 'tuk menafkahi keluarga kecil kami.
Yang kasih sayangnya tidak pernah berkurang bahkan sebutir debu.
Entah harus bagaimana lagi aku bersyukur. Engkau memang sebaik-baik Pencipta. Alhamdulillah... Hatinya bertahmid.

Lelaki Pilihan (Season 1 & 2)Where stories live. Discover now