[43] SYUKUR

823 57 7
                                    

Rizky duduk di antara Rani dan Gunawan. "Saya tahu sekeras apapun Mama dan Papa pada Kira, pasti di dalam hati kecil kalian tidak benar-benar membencinya, kan?..." Rizky menatap kedua orang tuanya. "... Tidak bisa dipungkiri, Ma, Pa... Setiap hati manusia sudah diciptakan agar selalu menuntun pemiliknya dalam kebaikan, namun lagi-lagi kita tidak sadar bahwa syeitan-lah yang selalu berhasil menggoyahkan itu."

Rizky diam sejenak, memperhatikan kedua orang tuanya yang mendengar setiap ucapannya dengan baik. "Mama dan Papa tahu, tidak? Tadi, saat di rumah sakit, saya mengajak Kira untuk pergi dari rumah ini dan berniat untuk memutuskan hubungan dengan kalian berdua. Namun, apa katanya? Bagaimanapun juga kalian adalah orang tuamu, Mas... Sampai kapanpun kita tidak akan bisa lepas dari mereka. Ya, dia berhasil membuat saya luluh dan menghilangkan niat saya untuk pergi dan memutus hubungan dengan kalian akibat masalah yang terus-terusan menghantam kami."

B-benarkah? Batin Rani, seolah tidak menyangka.

Rizky kembali menggenggam tangan mereka, berusaha meyakinkan, "Ma... Menantu Mama itu adalah wanita terbaik. Allah telah menganugerahkan permata cantik yang menyinari hidup saya dengan kilaunya. Dia wanita pilihan dengan hati yang tulus. Meskipun dia terlahir tanpa kasih sayang seorang ibu, namun jiwanya sudah tertata agar kelak dapat menjadi pendidik yang baik untuk anak-anak kami. Terima dia di sini, sayangi dia seperti kalian menyayangi saya. Karena, bagaimanapun dia dengan segala latar belakang keluarganya, dia tetap wanita yang sudah saya 'culik' dengan izin dari ayahnya."

"Apa jaminan untuk Mama kalau dia tidak akan menyakitimu seperti yang dilakukan ayahnya pada Hanin?" Tanya Rani dengan khawatir.

"Dan apa jaminan kalau dia tidak mengidap IED?" Tambah Tyo.

"Allah yang akan menjamin itu, Ma, Pa. Serahkan semuanya pada Allah. Jika suatu saat apa yang kalian khawatirkan itu terjadi, maka itu sudah takdir Allah, dan kita harus menerimanya." Jawab Rizky, santai.

Rani dan Tyo saling tatap.

"Sekarang, menantu Mama itu sedang terbaring di rumah sakit. Berjuang agar cucu Mama dan Papa dapat tumbuh di rahimnya dengan sehat."

"Dia sakit apa?" Tanya Rani.

"Tidak sakit, Ma. Hanya stres. Tapi, kata dokter, jika dia stres berlebihan dan berkepanjangan, khawatir bayi kami tidak dapat tumbuh dengan baik dan banyak hal-hal negatif lainnya yang akan terjadi jika ia sudah dewasa nanti." Jelas Rizky.

Rizky dan Tyo hanya diam.

"Jadi, bagaimana? Apakah Mama dan Papa bersedia menerimanya sebagai menantu Keluarga Syarif?"

"Hmm..." Rani melirik ke arah Tyo, kemudian Tyo mengangguk, pertanda setuju. "B-baik. Mama akan mencoba menerimanya."

Rizky tertegun, "Masyaa Allah... Alhamdulillah." Katanya, bertahmid.

Beberapa saat kemudian, Dzuhur telah tiba. Rizky bersiap-siap untuk sholat di masjid. Dilihatnya Rani dan Tyo yang termenung di meja makan.

"Ada apa, Ma, Pa?" Tanyanya sembari menuruni tangga bersama Haris.

"Mama lagi malas masak. Siang ini kita mau makan apa?"

TING NONG! Tiba-tiba suara bel rumah berbunyi.

"Mas Haris, maaf... Bisakah tolong bukakan pintu? Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan orang tua saya." Pinta Rizky. Haris mengangguk paham.

"Apa lagi yang ingin kau bicarakan dengan kami?" Tanya Tyo, penasaran.

Rizky menarik kursi meja makan dan duduk di sebelah Rani. "Rindu masakan Kira, ya?" Ejeknya dengan senyum kecil.

"T-tidak..." Kata Rani, grogi.

Lelaki Pilihan (Season 1 & 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang