[2] KEPUTUSAN

7.9K 361 16
                                    

"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."

(QS. Luqman: 18)

***

Jam pulang kantor sudah tiba. Seperti Jakarta di sore hari pada umumnya, jalanan mulai ramai dan padat. Ia tidak bisa berlama-lama karena harus menyiapkan berkas-berkas untuk keperluan rapat.

Gunawan bergegas menuju mobil setelah menerima telepon dari perusahaan. Akan ada rapat besar esok pagi, ia diminta turut andil dalam konsumsi karena daerah rumahnya banyak terdapat restoran dan catering. Ia memutuskan untuk mencari makanan pembuka sore ini karena khawatir esok pagi tidak akan sempat.

Ia memperlambat mobilnya, melihat ke kanan dan ke kiri barangkali ada restoran yang sudah buka.

Nihil. Ia baru ingat bahwa semua restoran yang ada di sekitar rumahnya buka pada malam hari.

Apa yang ada dipikirannya saat ini?

Ia berjalan menuju penjual putu keliling yang sedang ramai pembeli.

Mungkin ini cocok untuk jadi makanan pembuka. Banyak pembeli. Hmm... Mungkin enak. Sedikit cemilan pembuka untuk rapat besok mungkin cukup. Batinnya.

"Permisi Mas, saya mau pesan 15 porsi bisa? Tapi saya sedang buru-buru. Nanti malam bisa antar ke alamat rumah saya? Nanti ongkosnya saya bayar juga, deh. Ini kartu nama saya." Gunawan memberikan kartu namanya.

"Oh, iya... Insyaa Allah bisa, Pak." Pedagang itu menyanggupinya.

"Alhamdulillah. Kalau begitu saya permisi dulu. Wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah..."

***

Rumah besar berlantai dua dengan halaman yang luas menambah kesan mewah pada rumah itu. Lampu-lampu taman yang menghias sisi kanan dan kiri jalan, suara percikan air mancur dengan design ala Romawi Kuno seolah menyuarakan kekayaan dan kemewahan tanpa batas bagi setiap orang yang melihatnya.

Seorang lelaki datang dengan kaos oblong menekan bel rumah itu dengan hati-hati.

Kemudian...

Bagaimana Kira tidak terkejut? Di depannya ada seorang pedagang aneh yang hampir ditabraknya siang tadi.

Apa dia datang untuk meminta pertanggungjawaban? Tapi, dari mana dia tahu alamat gue? Batinnya sembari menatap tajam pedagang itu dari bawah hingga atas.

"Astaghfirullah..." Lagi. Pertemuan kedua dengan gadis itu menyisakan kalimat istighfar sebagai pembuka yang terucap di mulut pedagang tersebut. Ia langsung menunduk.

"Lo yang tadi siang, kan? Ngapain ke sini? Mau minta pertanggungjawaban? Kan sudah gue bilang, bukan gue yang salah. Tahu alamat gue dari mana? Haaa... Lo ngikutin gue, ya?" Jari telunjuk Kira berada tepat di depan wajah lelaki itu.

"Maaf, Mbak. Bisa turunkan telunjuknya?" Pintanya.

Kira kemudian melipat kedua tangannya di depan dada.

Seakan tak menghiraukan beribu pertanyaan darinya, pedagang itu langsung mengajukan sebuah pertanyaan, masih dengan kepala menunduk.

"Apa benar ini rumah Pak Gunawan Wijaya?"

"Ya, benar. Ada perlu apa lo ketemu Bokap gue?"

Tiba-tiba Gunawan muncul.

"Siapa, Ra?"

Lelaki Pilihan (Season 1 & 2)Where stories live. Discover now