(SEASON 2) - [18] BYE

286 19 0
                                    

Kini semua kenangan hilang begitu saja.

Lenyap, namun masih meninggalkan bekas di semua indra.

Ruang itu kembali dingin karena kepergian yang tak pernah terduga.

Sang lelaki pilihan kini telah menghadap Sang Pencipta.

Apa ini pertanda cerita cinta telah sirna?

___

Detak jam dinding yang terdengar di kamar itu menandakan kesepian. Ali masih duduk di sebelah tempat tidur Kira sembari menggenggam tangannya. Sementara di sofa, Diana hanya bisa menatap dengan cemas.

"Al, mungkin saat ini semua orang sudah tiba di pemakaman, sementara Kira belum juga sadar. Bagaimana ini?" Tanya Diana setelah melihat jam menunjukkan pukul 15:30.

Ali menatap Kira sembari menghela nafas, "Hhhuuuhhh.... Suamimu akan segera dimakamkan. Apa kamu tidak ingin melihatnya untuk yang terakhir kali, Ra?"

Masih tidak ada respon.

"Di, aku akan tetap di sini. Kamu pergilah ke pemakaman. D-dia laki-laki yang pernah mengisi hatimu bertahun-tahun, kan? Pergilah. Aku akan tetap tinggal." Pinta Ali.

"Eh? Hmm... Itu, aku sudah mengikhlaskannya. Sudahlah tidak perlu dibahas lagi. Kamulah yang harusnya pergi, Al. Kamu anggota keluarganya. Kira, biar aku yang jaga."

"Apa tidak merepotkanmu?"

"Tidak. Pergilah. Jika ada perkembangan dengan Kira, aku akan mengabarimu secepatnya."

"Hmm... Baiklah. Aku tidak akan lama. Setelah dari pemakaman, aku akan kembali ke sini."

Diana mengangguk dan Ali bergegas pergi.

...

Salah satu area pemakaman dikelilingi oleh para pelayat yang memakai baju serba putih. Sesekali di antara mereka ada yang berbisik, "Kasihan ya, masih muda, tampan, anaknya juga masih kecil, orang kaya pula. Tapi sayang, cepat sekali meninggalnya."

Dan desas-desus itu terdengar hingga ke telinga Ivan yang baru saja sampai di pemakaman. Dia berdiri di sebelah Caca, adiknya. "Dengar kan, Ca? Mau sebanyak apapun harta, semuda apapun umur, secantik atau setampan apapun rupa, benarlah bahwa kematian tak pernah menunggu itu semua. Kita bisa mati tiba-tiba atau perlahan dengan tak terduga." Kata Ivan sembari melipat tangannya di dada.

"Lo j-jangan ngomongin soal mati dong. Gue belum tobat."

"Kapan mau tobat?"

"Ya, n-nanti. G-gak sekarang. Gue kan mau senang-senang dulu."

"Gimana saat kamu senang-senang, saat itulah 'jadwal' kematianmu?"

"Diamlah. Lo bikin gue takut."

Di tempat lain, wajah cemas Gunawan menyisakan tanda tanya yang muncul di benak Haris, "Ada apa, Pak?"

"Ini Nak Haris... Ali dan Kira mana, ya? Belum kelihatan dari tadi. Padahal sebentar lagi jenazah Rizky akan dikuburkan."

"Hmm... Kita tunggu saja, Pak." Dan dari kejauhan Haris melihat Ali yang datang dengan tergesa-gesa. "Itu Ali, Pak." Katanya pada Gunawan.

"Loh, Al? Kira mana?"

Ali menghela nafas, "Hhhfffhhmmm.... Kira belum sadar, Pa. Diana ada di rumah sakit bersamanya."

Hal itu membuat Gunawan dan Haris terkejut. "Ya Allah... Tapi Rizky akan segera dimakamkan? B-bagaimana ini? B-bagaimana istrinya tidak ada disaat dia punya kesempatan melihat suaminya untuk terakhir kali?!" Gunawan panik.

"Apa mau dikata, Pa."

"Pak Gunawan? Langsung saja kita makamkan jenazahnya? Kalau boleh tahu istrinya yang mana ya, Pak?" Tanya Kyai.

"I-istrinya shock dan harus dirawat di rumah sakit, Kyai. Sampai sekarang dia belum sadarkan diri."

"Innalillah... Lalu bagaimana sekarang, Pak?"

"Tidak apa... Kita lanjutkan saja pemakaman ini tanpa istrinya."

"T-tapi, jika Kira sudah sadar, bagaimana nanti kita menjelaskan ini, Pak?" Tanya Haris.

"Dia akan mengerti. Hm... Semoga saja."

Prosesi pemakaman pun berjalan khidmat meskipun tidak ada Kira di sana. Sang suami telah pergi menghadap Ilahi tanpa diantar oleh sang istri tercinta.

...

"M-Mas..." Suara serak Kira membuat Diana tertegun.

"Kira?"

"Mas Rizky... Jangan pergi, Mas..."

D-dia mengigau. Batin Diana.

"Huhuhu...."

Sekarang dia menangis. Tapi belum juga sadar. Apa cintamu pada suamimu begitu besar? Kepergiannya terasa sangat berat bagimu, ya? Kini, saat kau hanya punya satu kesempatan melihatnya untuk terakhir kali, kau justru terbaring di kasur empuk ini, sementara suamimu menunggumu di sana, di tanah yang keras nan dingin. Aku jadi penasaran, apa selama ini rumah tangga kalian benar-benar bahagia? Padahal, aku pernah berniat mengacaukannya.

"Mas Rizky!!!!" Teriak Kira yang tiba-tiba sadar. Ia terduduk dan melihat Diana ada di sampingnya. "K-kau? Pelakor?"

"P-Pelakor?"

"D-di mana suamiku?! Di mana Mas Rizky?!" Kira panik.

Diana cemas, "A-aku panggil dokter dulu, ya."

GREB! Kira menarik jilbab Diana, "Kau pelakor kurang ajar! Di mana suamiku???!!!! Jangan lagi kau rebut dia dariku! Di mana? Di mana dia? Di mana kau sembunyikan dia???!!!"

"Ahh!! Lepaskan aku, Ra. Sadarlah. Suamimu sudah meninggal!" Pekik Diana.

"Ha ha... Meninggal? Kau itu pelakor! Bagaimana mungkin aku bisa percaya pada kata-katamu?!" Kira melepaskan tangannya dari jilbab Diana dan beranjak dari kasurnya.

PRANG! Dia memecahkan vas bunga yang ada di meja dan mengambil salah satu pecahannya, mengancam akan mencelakai Diana, "Kalau kau tidak mau memberi tahu di mana suamiku, bersiaplah terluka dengan ini. Cepat! Di mana suamiku?!"

"Suamimu sudah meninggal, Ra. Jasadnya baru saja dimakamkan." Diana ketakutan. Tubuhnya gemetar melihat Kira seperti orang kerasukan.

"Beri tahu saya!!!!!!" GUBRAK!!! Kira membenturkan badan Diana ke dinding. Dia benar-benar lepas kendali.

"Uh! B-badanku..." Diana merintih kesakitan. "Dokter!!! Dokter!!!" Teriaknya dari dalam ruangan.

PRAAANGGGG!!!!!! BLEDAAARR!!!! Tidak puas membuat keributan, kali ini kira memecahkan kaca meja.

Diana mengambil ponselnya dan segera menelpon Ali.

...

Pemakaman baru saja selesai.

"Al mau balik ke rumah sakit lagi ya, Pa. Mau lihat kondisi Kira." Kata Ali berpamitan.

"Iya, pergilah. Jika ada perkembangan segera hubungi Papa."

Ali mengangguk.

DRRTTT... DRRRTTT... Ponselnya berdering, panggilan dari Diana.

"Halo, Di? Ada apa?"

"Al! Buruan ke sini. Kira di luar kendali!"

"A-apa yang terjadi?"

"D-dia benar-benar seperti orang kerasukan saat baru sadar. Semua barang-barang di sini dia pecahkan. Cepatlah. Aku mulai khawatir dengan nyawaku sendiri."

Diana terlihat ketakutan. "I-iya, aku segera ke sana." Lebih baik aku rahasiakan hal ini dari Papa dan mereka semua. Aku tidak mau Kira dicap sebagai pembuat keributan disaat berduka seperti ini. Batin Ali.

Ia bergegas ke rumah sakit.


_____________
Bersambung...

Lelaki Pilihan (Season 1 & 2)Where stories live. Discover now