[18] DERAI

6.6K 373 62
                                    

"Assalamu'alaikum, Dek. Mas jemput, ya? Mas baru dapat kabar dari Mas Haris kalau orang tua Mas sudah sampai di Jakarta. Mereka datang tanpa kabar."

"Wa'alaikumussalam, Mas. Oo gitu... Mas pulang duluan aja. Adek masih ada kelas. Mungkin sekitar satu atau dua jam lagi adek sampai rumah."

"Kamu yakin pulang sendiri?"

"Yakin, Mas. Nanti Adek naik taksi aja. Hati-hati ya, Mas."

"Yasudah, kamu hati-hati juga, ya. Mas pulang dulu, wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Kira-kira gimana ekspresi orang tua Mas Rizky saat pertama kali melihat istri dari anak tercinta mereka, ya? Mungkin ada baiknya aku beli buah tangan pulang kuliah nanti. Batin Kira dengan senyum tipis.

...

Seperti biasa rumah itu tampak sepi. Kebanyakan orang yang tinggal di komplek itu adalah pebisnis kelas kakap. Tak jarang masyarakat sekitar menyebutnya "kuburan elit". Bagaimana tidak? Suara yang terdengar hanya berasal dari mobil yang lalu-lalang masuk dan keluar garasi, serta pancuran air di halaman rumah.

Sama halnya dengan rumah yang bernomor 22 A. Seorang pria paruh baya sedang berdiri bersandar pada daun pintu menatap sekitar dengan ekspresi sangat bersemangat. Pandangannya tak henti-henti menatap ponsel dengan harap akan segera berdering.

"Yah? Seneng banget? Ada apa? Lagi nungguin siapa?" Tanya Isma mendekati suaminya.

"Ini, Ma. Ayah lagi nunggu Pak Fauzan. Katanya sih hari ini sudah tiba di Jakarta. Tapi dari tadi gak nelpon-nelpon. Ayah kan gak sabar mau kenalin Ali sama Diana."

"Ayah sudah kasih alamatnya? Sudah coba telpon belum?"

"Sudah. Tadi malam sudah Ayah kasih alamat kita via email. Sudah Ayah telpon dari tadi tapi tetap gak aktif juga nomornya."

"Yasudah, tunggu aja, Yah. Paling sebentar lagi juga nelpon. Masuk, yuk. Matahari udah naik tuh, panas."

***

Haris masih tidak menyangka pujaan hatinya akan menjadi milik orang lain.

Ia mengurung diri di kamar dengan hati yang berkecamuk gelisah.

Baru saja aku menemukannya Ya Allah...

Kenapa Kau begitu cepat mengambilnya? Merenggutnya dari hamba-Mu ini?

Apa hamba tidak pantas mencintai dan dicintai?

Diana....

Sungguh tega dirimu, Di.

Apa Mas gak seganteng calonmu?

Atau...

Apa Mas gak setajir calonmu?

Di...

Berikan mas kesempatan untuk membuktikan bahwa Mas sangat mencintaimu karena Allah.

Mas akan melamar kamu secepatnya!

Senyum di wajah Haris mulai terlihat.
Namun, memori siang tadi begitu cepat membuat mood-nya kembali berubah karena melihat seorang lelaki yang sedang berbicara dengan istrinya mengenai perjodohan putri mereka.

Ya Allah...

Kenapa wanita sholehah itu cepat banget diambil orang?

Apa karena aku tidak mengungkapkan perasaan ini?

Lelaki Pilihan (Season 1 & 2)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora