[37] CURAHAN HATI THE GIRLS

844 39 0
                                    

Gunawan membawa Kira ke ruang keluarga. Wajahnya yang memerah karena tangis, membuatnya terlihat shock atas apa yang baru saja terjadi. Apa yang sebenarnya sudah terjadi padamu, Ra? Dan kenapa kali ini kau datang dengan Ali? ... DEG! Apa jangan-jangan...

Ali memasuki rumah dengan santai. Ia menatap ke arah Kira yang masih bersandar di sofa. "Pppfftt... Hahaha... Lucu, ya. Padahal sebelumnya saya yang meminta kamu untuk pergi darinya, tapi kali ini kamu yang sukarela pergi dari rumah itu. Apa kali ini roda sudah berputar untukku?" Kata Ali sembari memasukkan kedua tangannya ke kantong celana.

Kira hanya diam.

"K-Kira pergi dari rumah?" Tanya Gunawan, kaget.

"Yaa begitulah. Dan karena saya tidak bisa meminta mereka untuk bercerai sebagai syarat agar Anda diterima menjadi ayah saya, perpisahan seperti ini juga sudah cukup. Tidak ada bedanya, kan?" Jawab Ali yang kemudian duduk di sofa sembari menyilangkan satu kakinya.

Gunawan menatap putrinya, "Ra, apa yang membuatmu pergi dari rumah?"

"Cekcok dengan mertua." Jawab Ali.

"Apa itu benar?" Tanya Gunawan lagi.

Kira mengangguk, kemudian dengan suara lirih dia berkata, "Ra sudah tidak sanggup lagi tinggal di rumah itu, Pa... Semua yang Ra lakukan pasti salah di mata Mama Rani. Dan sepertinya beliau sedang mencari pengganti Ra untuk Mas Rizky."

"Maksudnya?"

"Tante Rani sedang mencari calon istri baru untuk Rizky. Sepertinya Kira akan dicerai paksa sebentar lagi." Jawab Ali.

"Pa... Apa sebaiknya Ra menggugat cerai Mas Rizky? Hiks..."

"Astaghfirullah..." Gunawan beristighfar.

Yes! Hati Ali bersorak-sorai.

Gunawan mencoba menenangkan, "Jangan pernah berpikir seperti itu, Ra.. Tidak semua masalah rumah tangga harus diselesaikan dengan jalan perceraian. Lagipula saat ini kamu sedang hamil, memangnya kamu mau kalau anak kamu lahir tanpa seorang ayah? Pikirkanlah itu."

"Tadinya, Ra tidak pernah berpikir seperti itu, Pa. Tapi... Ada kalanya seorang istri juga berhak berontak jika mertua tidak pernah menghargai keberadaannya. Ra pikir setelah semua kesalahpahaman masa lalu di antara kalian, Ra akan dapat diterima dengan baik oleh mereka dan semuanya bahagia. Ternyata sama sekali tidak berpengaruh. Hm.." Kira menundukkan kepalanya, suaranya merendah, "... Sepertinya mereka trauma untuk berhubungan lagi dengan keluarga pengidap Intermittent Explosive Disorder (IED). Mereka takut jadi "korban" selanjutnya."

"Sepertinya semua permasalahan ini memang berasal dari Papa..."

"Ya, tentu saja. Bagaimana mungkin kami bisa memiliki ayah yang emosinya terganggu? Jika salah sedikit saja, tentu kami akan jadi korban selanjutnya. Benar, kan?" Gubris Ali.

Wajah Gunawan terlihat sangat bersalah, "Papa minta maaf, Ra... Ini semua salah Papa. Jika saja Papa tidak mengidap penyakit ini pasti semua ini tidak akan terjadi." Wajah Gunawan risau.

"Hm.. Sudahlah, Pa. Ini semua juga sudah takdir. Tidak ada satupun manusia yang dapat memilih dari keluarga seperti apa dia dilahirkan. Ra juga tidak pernah menyalahkan Papa atas semua yang terjadi. Jika saja mertua Ra mau menerima keadaan Papa dengan lapang dada dan melupakan kesalahpahaman di masa lalu, semua juga pasti baik-baik saja..." Kira bangkit dari duduknya, "... Ini semua cobaan, Pa. Bersabarlah sampai akhir. Ra mau istirahat dulu."

Ali hanya tersenyum melihat wajah penyesalan Gunawan.

Di tempat lain...

Rizky masuk ke kamar. Dilihatnya sekeliling ruangan yang tampak kosong, hampa. Bidadari yang setiap malam selalu dapat menjadi peneduh letihnya, kini telah pergi. Rizky melirik ponsel Kira yang tertinggal di meja. Ponselnya tertinggal di sini. Batinnya. Dia pun mengambil ponsel miliknya, Apa kamu ada di rumah Papa, Sayang?

Lelaki Pilihan (Season 1 & 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang