TTLS 3

496 103 229
                                    

Seorang pria baru saja turun dari motor hitam. Dari parkiran itu, ia berjalan menuju sebuah lift apartemen. Karena hari sudah malam, hanya satu-dua orang yang terlihat berpapasan dengannya.

Pria itu masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka sembilan.

Kini ia berdiam diri di dalam lift. Menunggu dan menunggu, hingga lift terbuka. Ia kemudian melangkahkan kaki keluar lalu berjalan ke arah kiri.

Tak lama kemudian ia sudah ada di depan sebuah pintu. Dengan segera menekan kata sandi pintu salah satu apartemen di depannya.

Gagal.

"Diganti nih password-nya?" pria itu menggumam pada diri sendiri sambil menggaruk-garuk belakang kepala. Berdiri sebentar hingga seorang wanita datang membukakan pintu. Seorang wanita dengan baju handuk membungkus tubuh. Rambut hitamnya yang sepunggung terlihat masih basah.

Pria itu menerobos masuk sebelum dipersilahkan. "Tumben di rumah?"

"Tumben ke sini?" sebuah pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan oleh si wanita.

Pria itu menghela napas, ia melepas jaket hitam yang ia kenakan lalu melempar sembarang ke arah sofa. Terlihat sebuah nama di atas seragam polisi yang melekat di tubuhnya. 'Ferdi R.'

Ia lantas duduk di sebuah kursi bundar di depan meja dapur, sekitar empat langkah dari sofa. Sementara si wanita masuk ke dalam kamarnya.

Ferdi beranjak dari kursi itu dan menuju kotak penyimpanan. Mengambil sebungkus mi instan dan memasaknya.

Wanita itu keluar kamar setelah lima menit menghabiskan waktu di sana.

"Bikinin aku juga dong," ia berjalan ke arah meja dapur.

"Bikin sendirilah," ujar Ferdi yang terlihat acuh dan tetap sibuk dengan aktivitasnya. Sebentar lagi mi instan sudah siap dihidangkan. Kini dengan semangkuk mi itu, ia berjalan menuju sofa.

"Dasar adik durhaka!" wanita itu berdecak sebal, lantas mengambil mi instan dan berniat memasaknya sendiri.

Ferdi sudah siap dengan mi instannya. Ia kini sibuk melahap untaian panjang tepung yang bercampurkan bumbu-bumbu penyedap.

"Kakak bisa ga sih, kalo ga ketangkep?" ujar Ferdi di sela-sela melahap makanannya.

Wanita itu mengernyitkan dahi, "Kalian bisa ga sih, ga usah gangguin kita? Daripada buang-buang waktu sama kita, mending kalian tangkep tuh para koruptor. Pembunuhan Chintya aja kalian belum dapet kan kambing hitamnya?"

"Apa?" Ferdi sedikit tersedak mendengar ucapan kakak perempuannya. Cepat-cepat Ferdi bangkit dan segera mengambil segelas air.

Ya. Dia adalah Clara Larissa. Tentu saja itu bukan nama asli. Ia adalah salah satu PSK yang kemarin sempat tertangkap oleh pihak kepolisian.

"Bener kan? Kalian ga bisa nangkep pembunuhnya karna dia seorang pejabat. Dan sekarang kalian belum dapet kambing hitam," ujar Clara sinis sembari meniriskan mi instan.

"Darimana Kakak dapet informasi kayak gitu?" Ferdi sudah kembali mendaratkan pantatnya di sofa.

"Semua orang ngomongin itu. Bukannya kalian yang harusnya lebih tau?" Clara berjalan menuju sofa, kemudian duduk tak jauh dari Ferdi.

"Penyelidikannya tertutup. Lagipula itu juga bukan divisiku. Jadi, yaa ... mana aku tau."

"Itu bukan karena kamu nggak tau, tapi karena kamu aja yang nggak mau tau."

Tak ada respon hingga beberapa saat. Keduanya terlihat sibuk menyantap mi instan.

"Kamu ga pengen yaa ganti profesi aja?" Clara menawarkan. Ia kini mengganti topik pembicaraan.

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Where stories live. Discover now