TTLS 7

357 89 121
                                    

Malam menjelang. Jam di ponsel Anggi sudah menunjukkan pukul sebelas lewat tujuh belas menit. Anggi berjalan mondar-mandir di samping tempat tidur putrinya.

"Bisakah pergi malam ini juga?"

Sebagian dirinya membenci Irwan, di sisi lain ia mengkhawatirkan Nara. Jika dirinya mati saat terluka, bagaimana dengan hidup Nara di masa depan? Gadis kecil itu berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Sesekali mata Anggi menatap putri kecilnya yang tertidur pulas.

Ia dengan pelan duduk di samping tempat tidur, mengusap lembut wajah polos Nara. Sesaat kemudian semangat itu muncul, keraguan dalam hatinya segera sirna.

Anggi bangkit berdiri dan melangkahkan kaki keluar dari kamar Nara. Saat membuka pintu, dilihatnya Irwan tengah tertidur pulas di sofa. Beberapa botol bekas minuman keras tergeletak seperti biasa.

Tanpa berlama-lama, ia berjalan menuju kamarnya. Membuka pintu itu pelan agar tak menimbulkan suara.

Di dalam kamarnya, Anggi langsung memusatkan perhatian pada koper hitam di atas lemari. Wanita itu segera menyeret sebuah kursi di depan meja rias. Menaikinya lalu mengambil koper itu dengan hati-hati.

Anggi dengan cepat membereskan pakaiannya dan barang-barang yang mungkin ia butuhkan. Untuk beberapa saat ia memeriksa kotak kalung berliannya. "Masih ada."

Sesaat Anggi memperhatikan lemari pakaiannya. Ia menyisakan beberapa pakaian di dalam lemari itu. Sebab ia tak bisa membawa banyak barang sekaligus. Milik Nara juga akan masuk di koper yang sama.

Ya.

Kini Anggi berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar Nara. Melewati ruang keluarga dimana Irwan masih tertidur lelap. Anggi tak menggunakan fungsi roda koper, takut menimbulkan suara. Jadi ia mengangkatnya hingga koper itu tak perlu menyentuh lantai.

"Ang ... gii?"

Deg. Suara serak itu seketika membuat Anggi berhenti. Ia berdiri mematung tepat di depan pintu kamar Nara. Dengan pelan Anggi menoleh ke belakang, bersiap dengan pukulan yang akan dilayangkan sang suami.

Tapi, tak ada apa-apa. Pria itu hanya mengigau. Anggi menghela napas, "Ah, leganya."

Di dalam kamar Nara, wanita itu juga dengan cepat membereskan pakaian putrinya. Meninggalkan beberapa pakaian yang jarang dikenakan dan juga seragam sekolah. Kini satu hal lagi tersisa. Membangunkan Nara.

Anggi dengan suara pelan membangunkan putrinya yang tertidur lelap.

"Sayang ... bangun ... " bisik Anggi sembari mengelus lembut rambut Nara.

Sayangnya, Nara tak bangun juga. Ia malah menggeliat malas dan mengubah posisi tidurnya membelakangi Anggi.

"Apa aku gendong aja ya?"

Tapi ia sudah kesusahan dengan koper yang kini ada di sampingnya. Ia tak mungkin menyeret koper itu melewati Irwan. Bagaimana jika suaminya itu terbangun?

Anggi tak punya pilihan lain, Nara harus dipaksa untuk bangun. Ia dengan pelan mengangkat tubuh Nara, mendudukkannya lantas berusaha membuat gadis itu sadar.

Nara mengerjap-ngerjap. Mengucek kedua matanya lalu menguap lebar.

"Ibu?"

"Iya. Kamu udah bangun?"

"Apa ini udah pagi?" tanya Nara malas.

"Maaf, Ibu udah bangunin kamu malem-malem. Tapi bisa nggak Nara bangun dulu?" mohon Anggi pada putrinya. Karena ia tau, ia tak akan bisa membawa Nara jika gadis itu tak sepenuhnya sadar.

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Where stories live. Discover now