TTLS 9

347 79 65
                                    

Wajah Hendra tampak serius memperhatikan pria yang terbaring di ranjang pasien. Baru beberapa saat lalu meninggalkan rumah sakit, ia harus kembali lagi demi menyelamatkan Irwan.

Untuk beberapa saat, Irwan mungkin hanya akan tergolek lemah. Jika sesuai perkiraan, pria itu akan membuka mata setidaknya besok pagi. Sebelum kedatangan Hendra, suami Anggi itu bertahan dengan cukup baik.

Hendra memutuskan keluar dari kamar pasien. Di depannya, Sabila sudah berdiri menatap penuh tanya. Wanita itu sama sekali tak beranjak pergi bahkan setelah ditinggalkan oleh Hendra. Tadinya, ia berbincang-bincang dengan teman Hendra yang sesama dokter dan perawat. Saat itulah, ia melihat Hendra tiba-tiba datang kembali. Mengira pria itu menyesal lalu datang untuk menjemput dirinya. Tapi di luar perkiraan, ia justru datang dengan membawa pasien, yang tak lain adalah suami dari sang mantan kekasih. Oh, bukan. Hanya cinta yang tak kesampaian.

"Ke mana dia?" tanya Sabila. Yang dimaksud 'dia' dalam pertanyaannya tentu saja Anggi.

"Nggak tau," jawab Hendra singkat. Ia dengan cepat berlalu dari hadapan Sabila.

"Tunggu dulu!" seru Sabila menahan lengan Hendra.

"Kamu mau cari Anggi, kan? Aku ikut!" lanjut Sabila lalu merenggangkan cengkramannya.

Hendra tak memberi jawaban. Itu artinya, 'Ya. Tak masalah. Ikutlah'. Lalu satu senyuman kecil terlihat di wajah Sabila.

Beberapa saat kemudian keduanya sudah ada di dalam mobil. Hendra masih tak jemu-jemunya menghubungi nomor Anggi. Sayangnya, nomor itu masih belum aktif. "Di mana dia?"

Sabila bisa melihat kekhawatiran yang tercetak jelas di wajah pria yang duduk di sampingnya. Merasa kasihan juga. Meski pria itu mengkhawatirkan wanita lain, ia sama sekali tak marah, justru merasa iba.

"Gimana kalo lapor polisi aja?" usul Sabila di tengah keheningan. Ia yakin, pria di sampingnya pun tak tau harus pergi ke mana.

Hendra menoleh ke arah Sabila. Oh, Tuhan ... ketampanannya sama sekali tak berkurang bahkan di saat matanya sendu.

"Aku rasa nggak bisa. Kalau polisi sampai tau apa yang terjadi sama Anggi, itu bisa membahayakan keluarga mereka," ujar Hendra lalu kembali menatap datar ke arah ponselnya.

"Terus gimana? Mau nunggu sampe lumutan? Gimana kalo dia tetep ga bisa dihubungi? Gimana kalo dia-"

"Aku yakin dia baik-baik aja," potong Hendra.

"Jadi sekarang kita cari ke mana?"

"Aku juga nggak tau. Mungkin ke tempat-tempat yang dia sukai?"

Mendengar kata terakhir pada kalimat Hendra, membuat Sabila tersenyum kecut. "Apa kamu bahkan tau tempat apa yang aku sukai?"

"Emm ... itu ide bagus," sahut Sabila datar.

Mobil SUV itu lantas keluar dari area parkir. Menambah sesak jalanan yang mulai padat oleh kepulangan anak-anak SMA dari sekolahnya.

🌟🌟🌟

"Siapa dia?" tanya Anggi penasaran begitu melihat satu pria lagi yang tak dikenal. Ia baru saja selesai membantu Nara membersihkan diri ketika dilihatnya seorang pria asing datang menghampiri bersama sang Tuan rumah.

"Apa nggak kelihatan kalo saya ini dokter?" ujar pria asing itu sambil tersenyum. Bukannya menjawab dengan benar malah memberi pertanyaan balik.

"Ini Dokter Vian, dia akan merawat lukamu."

Anggi menoleh ke arah Ray, pria yang kemarin menyelamatkan dirinya dan Nara dari kedinginan yang menusuk kulit.

"Hehe ... iya. Perkenalkan, nama saya Vian. Saya diminta Pak Ray untuk merawat luka Anda, Mbak ... "

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang