Epilog

448 35 47
                                    

Suasana kampung tampak sepi, kegelapan begitu menyelimuti. Hanya suara binatang dan angin malam yang memenuhi udara malam hari.

Dua orang pria memasuki sebuah rumah dengan mudah setelah beberapa saat lalu berusaha mengutak atik lubang kunci.

Ini malam yang tepat. Ketika hujan baru saja reda, listrik padam, dan semua penghuni rumah tengah terlelap.

Salah seorang pria dengan tubuh lebih tinggi memimpin jalan, memasuki setiap ruangan.

Di ruangan pertama, mereka menemukan dua anak laki-laki tengah terlelap di tempat tidur. Seberkas cahaya dari lampu minyak menyoroti wajah keduanya.

Dua pria bertopeng itu menutup pintu dengan pelan, lalu menuju ruang seberang. Menemukan pasangan suami istri yang sama terlelapnya.

Salah seorang pria masuk dan berusaha membuka lemari pakaian. Sementara seorang lagi berdiri di depan kamar untuk berjaga-jaga dan melihat sekitar.

Saat dua perampok itu sibuk 'beroperasi', tiba-tiba pintu kamar bercat putih terbuka. Seorang anak laki-laki berusia sekitar dua belas tahun tengah berdiri sembari mengucek mata.

Dengan bantuan cahaya bulan yang masuk melalui jendela, wajah anak lelaki itu terkejut ketika mendapati orang asing tengah berdiri menatapnya. Mereka kini saling bersitatap.

"Kak Ferdi nyuri kelerengku lagi!" Suara anak lelaki satunya yang berusia tiga tahun lebih muda tiba-tiba memecah suasana.

Ferdi melempar kelereng putih itu ke dalam kamar, lalu segera menutup pintu dari luar.

Dalam bias cahaya lampu minyak, anak lelaki berusia sembilan tahun bernama Arya, memungut kelerengnya dengan ekspresi bingung. Ia kemudian mencoba membuka pintu.

Hanya sebentar. Hanya sebentar saat Arya melihat pria asing itu berjalan mendekati Ferdi, hingga kemudian Ferdi mendorong Arya masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kembali.

Ferdi tampak memandangi kelereng putih yang ada di atas meja. Berada di sebuah kotak berwarna hitam, yang didesain sedemikian rupa untuk menjaga agar kelereng itu tetap ada pada tempatnya.

"Malam itu ga ada yang terjadi. Keluargamu baik-baik aja, perampok cuma ngambil sebagian harta kalian."

"Aku tau." Arya tersenyum. "Tapi, malam itu seharusnya aku bilang makasih sebelum besoknya pindah rumah."

"Makasih buat apa? Aku bahkan ga berbuat apa-apa."

"Makasih udah bersikap seperti seorang kakak. Kelereng itu buat Kak Ferdi."

Ferdi terkekeh. "Emangnya aku masih anak-anak?"

"Simpen yang bener. Jangan sampe hilang."

"Ck!" Ferdi meraih kotak itu dan menutupnya, kemudian memasukkan ke dalam saku jaket hitam yang ia kenakan. "Jangan senyum-senyum kayak gitu. Orang-orang bisa salah paham."

Senyum Arya tampak lebih lebar. Menampakkan deretan gigi yang tertata rapi.

"Tapi, buat ukuran orang yang pengen berterima kasih, apa kamu ga merasa kalau selama ini terlalu menekanku? Huh?"

"Menekan? Kapan? Aku?" Arya tertawa penuh kemenangan. Setelah keberhasilan Ferdi di divisi baru, Arya sangat bersemangat untuk memberitahu tentang jati dirinya.

Sementara itu dua wanita di belakang meja kasir tampak berdiri dengan raut wajah penuh tanda tanya.

🌟🌟🌟

Karena beberapa hal, Anggi mendapat keringanan hukuman. Wanita itu hanya mendapat hukuman percobaan karena banyak kausa yang menguatkan. Seperti misalnya, ia menjadi kurir atas dasar paksaan, ia melakukan itu untuk pertama kalinya, dan di atas semua itu, ia membantu penegak hukum dengan mengatakan kebenaran. Lalu yang lebih penting lagi, ada gadis kecil yang masih membutuhkan pengasuhan darinya.

"Enak?" Anggi tersenyum memperhatikan Nara yang sibuk menikmati spagheti dengan susah payah.

Gadis itu mengangguk sambil tersenyum lebar. Sekitar mulutnya terlihat berantakan karena saus spagheti yang memenuhi di sana-sini.

Menjadi anak kecil memang menyenangkan. Selalu tersenyum, seolah hari kemarin tak terjadi apa-apa, dan hari esok selalu dipenuhi banyak harapan.

Tentang kenangan buruk yang sempat singgah, Anggi berharap layaknya anak-anak di bawah sinar matahari, bahwa gadis kecil itu tak akan mengingatnya.

Pandangan Anggi terpusat di tengah meja, sebuah parfum merah muda beraroma stroberi, berdiri membentuk bayangan.

🌟🌟🌟

"Apa kamu bilang? Ray tertangkap? Kamu yakin?"

"Silahkan dilihat." Pria muda berjas hitam itu menyodorkan ipad yang menampilkan acara berita.

"Kamu yakin ini Ray? Dia bukan tipe orang yang ceroboh."

"Saya sudah mengkonfirmasi berita itu dan semuanya benar."

Hening beberapa saat, hingga pria muda itu kembali berbicara, "Apa yang harus kita lakukan, Bos?"

"Apa lagi? Ya kita harus membebaskannya karena dia satu-satunya yang kumiliki. Cepat siapkan keberangkatanku sekarang juga."

"Baik, Bos."

🌟🌟🌟

Malang, 16 Oktober 2018

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें